Ep.3 - Jadi, dia saingannya?

“Ghan, Ghan, gercep juga, ya lo.”

Mereka tengah menikmati makan siang bersama di sebuah restoran setelah sebelumnya melakukan meeting membahas bisnis properti yang akan jadi kerja sama mereka kedepannya.

Ghani tersenyum tipis, sedangkan Syahrul mengerutkan kening bingung sambil menyeruput ice coffee nya.

“Apa nih? Gue ketinggalan info apa lagi?” tanya Syahrul, dia menatap bingung kedua temannya bergantian.

“Ini, si Ghani. Dia udah ngapelin adik gue aja semalam.” ucap Gilang, dia menunjuk Ghani dengan dagunya dan terkekeh. “Mana Nisa bilang kalau Ghani sama Bina sempat ketemuan di cafe. Entah deh ngapain nih anak.” lanjut Gilang.

Syahrul ikut terkekeh mendengarnya, dia menatap Ghani. “Gila... Giila, gila, gila! Gak main-main sih emang nih anak.”

Ghani mengunyah nasi berserta lauk di mulutnya, menyedot orange juice miliknya. “Gini loh. Kalian kan tahu gue, tahu gimana gue. Gue kan gak pernah main-main sama sesuatu. Kalau gue pengen, ya, pasti gue berusaha buat dapatin nya. Like gue akan terus berusaha sampai gue dapatin apa yang gue mau. Like that!”

Syahrul mengangguk-angguk, “Ya, ya kita tahu lo. Lo bukan tipikal orang yang akan nyerah gitu aja. Lo akan lakuin apapun asal apa yang lo mau bisa jadi kenyataan.”

“Oke, terus lo ngapain sama adik gue di cafe?”

“Oh, itu. Gue gak sengaja ketemu dia di jalan, hujan-hujanan lagi. Makanya, gue ajak dia ke cafe buat gue tawarin minuman hangat. Eh, dasar adik lo beda dari yang lain. Boro-boro mau minum, gue mau pesenin aja dia gak mau. Mana langsung mau pulang lagi.”

Gilang terkekeh, dia tahu itu pasti akan terjadi. Adiknya memang seperti itu.

“Lah, bg! Lo kenapa gak anterin aja tuh anak. Kesempatan kedua itu.” ucap Syahrul.

“Kalau dia mau. Masalahnya dia gak mau, dia langsung ngibrit gitu aja. Beruntung nya sih HP dia ketinggalan, ada deh alasan gue buat datang ke rumah lo, Lang buat ketemu Bina. Ya kali aja malam-malam gue ketemu lo, mau ngapain kita? Kerja? Gila aja!” ujar Ghani, dia terkekeh dan kembali menikmati makanannya.

Syahrul menarik sudut bibirnya, melirik Gilang sekilas sambil mengendikkan dagunya. “Sengaja kali tuh adik lo ninggalin HP nya. Biar Ghani nyamperin gitu, taktik lah.” canda Syahrul, dia terkekeh.

Gilang langsung menatap datar Syahrul, berdecak pelan. Dia menggeleng, “Gak mungkin! Gak mungkin banget Bina lakuin itu, dia bukan kayak cewek kebanyakan, ya yang centil sana sini. Aduh... Adik gue gak kayak gitu. Itu sih emang beneran gak sengaja ketinggalan aja. Dasar, lo ah!”

Syahrul terkekeh, senang menggoda Gilang.

Ghani mengangguk, setuju dengan ucapan Gilang. “Iya, gue juga yakin gitu. Orang nyampe rumah lo aja gue udah langsung diusir sama Bina.” tugas Ghani yang membuat Syahrul dan Gilang tak percaya. “Yoi, dia ngusir gue. Ya, meskipun secara halus ya. Tapi, ya gitu. Adik lo emang beda dari cewek lain. Jadi, bikin gue tambah suka aja.”

“Tapi, ingat! Dia adik gue. Awas aja kalau sampai lo nyakitin dia. Sekali lo nyakitin dia atau buat dia nangis sedikit aja. Udah, kelar semuanya. Pertemanan kita, selesai saat itu juga.”

“Anjay...” sahut Syahrul.

Ghani mengangguk-angguk, dia mengerti kenapa Gilang bersikap demikian. Ini sebuah ungkapan rasa sayang seorang kakak laki-laki untuk adik perempuan nya, terlebih dia juga tahu jika Gilang berperan sebagai orang tua, lebih tepatnya ayah untuk Bina sejak meninggalnya kedua orang tua Gilang saat Bina masih duduk di bangku sekolah dasar.

“Siap-siap. Gak bakal gue nyakitin Bina. Berarti udah deal nih, lo terima gue jadi ipar lo?”

“Bisa gue pertimbangkan lah.”

“Hahaha...”

***

Bina keluar dari area kampus, berniat menyebrang jalan untuk pergi ke cafe di depan kampusnya. Kelas pertama sudah selesai, dia masih ada dua kelas lagi dan itu dilaksanakan jam satu siang. Dan, sekarang masih jam setengah sebelas siang. Jadi, lebih baik dia menunggu di cafe saja sambil melanjutkan naskahnya yang belum selesai.

Laptop+cafe+naskah dan jangan lupakan uang untuk membayar semua makanan dan minuman yang nantinya menemani.

“Mbak, aku mau matcha latte yang grande sama croffle yang ini satu. Atas nama Gemi, ya.”

“Oke, kak. Ada lagi?”

“Udah itu aja.”

“Oke, jadi semuanya Rp..... Mau pembayaran apa kak? Cash atau apa, kak?”

Bina mengeluarkan ponselnya, membuka salah satu aplikasi pembayaran online yang sepertinya anak jaman sekarang sudah tak asing lagi. “Pake aplikasi Dena, bisa ya?” tanya Bina yang diangguki barista yang melayani nya.

“Bisa kak.”

Setelah melakukan pembayaran, Bina bergegas menuju pojokan dari cafe. Tempat yang menurutnya paling oke untuk dia yang tidak terlalu suka menjadi pusat perhatian. Dia segera mengeluarkan laptopnya, membuka words untuk melanjutkan tulisan naskahnya sambil menunggu pesanannya selesai dibuat.

Bina terdiam kini, membaca kembali penggalangan naskah tersebut untuk membuatnya bisa kembali melanjutkan cerita ini. Perasaan itu coba dia rasakan dan perlahan rasa sakit itu muncul saat ucapan Arga kembali terngiang di benaknya.

“Gue kayaknya suka deh sama Caca,”

Rasa sakit itu sudah Bina rasakan, namun dia bingung bagaimana melanjutkan kisah ini. “Ih... Nyebelin banget! Bisa-bisanya aku galau karena Arga. Udah sih, Bin. Ikhlasin aja.”

Sulit, susah rasanya mengikhlaskan ini semua. Mungkin mulutnya gampang berucap demikian, namun nyatanya dia sulit melakukan itu semua.

“Atas nama Kak Gemi,”

Bina menoleh saat namanya di panggil, pesanannya sudah selesai dibuat. Dia beranjak hendak mengambil pesanannya dan saat akan kembali ke tempatnya, dia dikejutkan dengan suara seseorang yang baru saja memesan minuman, suara yang dia kenal.

Bina menoleh, berniat melihat siapa orang itu. Dan, alangkah terkejutnya dia saat melihat siapa orang itu.

“Mas Ghani?”

“Loh, Bina? Kamu disini?”

Bina mengangguk, “Iya, Mas. Kebetulan kampus aku yang depan.”

Ghani ber'oh'ria, dia mengangguk-angguk. “Oh, jadi kamu anak kampus sini. Saya juga lulusan dari sini tahu.”

“Oh, ya? Jadi, mas Ghani kuliah di kampus ini juga? Oh... Pantes sih. Kata a Gilang tuh, kalau Mas Ghani emang cerdas. Jadi, wajar kalau kuliah di sini.” ucap Bina, dia tahu bagaimana sulitnya masuk ke universitasnya ini. Wow, sangat sulit.

Ghani terkekeh, “Bisa aja kamu. Eh, tapi ini kamu lagi puji diri sendiri, ya?” tukas Ghani.

“Hah?”

“Kamu bilang yang kuliah disini tuh pasti orang-orang cerdas dan sekarang kamu juga mahasiswi disini. Bukannya itu artinya kamu juga cerdas?”

Bina terdiam, mencerna ucapan itu. Dia tersenyum kikuk akhirnya saat sadar sesuatu. “Bukan gitu maksud aku. Gimana, ya?” ucap Bina, dia bingung menjelaskan padahal dia tidak bermaksud demikian, apa lagi sampai ingin memuji diri sendiri. Tidak loh.

“Iya, iya, saya ngerti kok.”

Bina mengangguk, “Iya, syukur deh mas. Yaudah, kalau gitu aku permisi.”

“Iya.”

Bina beranjak pergi menuju tempatnya, kembali berkutat dengan laptopnya juga naskah novelnya yang akan dia lanjutkan, ditemani minuman juga croffle.

“Fokus amat neng,”

Bina seketika mendongak mendengar ucapan seseorang, dia mengulum senyumnya melihat keberadaan Arga yang kini dihadapannya. Namun, saat kejadian semalam kembali terlintas di benaknya, senyumnya itu luntur seketika.

Arga menarik kursi, duduk di hadapan Bina dan langsung mengambil garpu, memotong croffle milik Bina dan melahapnya.

“Ih, Arga...”

“Minta dikit, juga.”

“Kebiasaan.”

Arga tersenyum lebar, dia mengunyah croffle di mulutnya dan menatap Bina yang fokus pada laptopnya, mengacuhkan dia yang datang menghampiri perempuan itu.

“Gila, gue di kacangin.”

Bola mata Bina bergerak keatas, menatap Arga yang menatapnya lekat dengan senyuman yang membuat Bina kesal. Senyuman Arga itu manis, selalu membuat jantungnya berdebar tak karuan dan sialnya, Arga selalu menunjukkan senyum itu pada Bina. Kesal sekali rasanya.

“Kamu ngapain kesini?” tanya Bina, dia mencoba untuk bersikap datar, tapi sulit. Memang dasarnya dia pribadi yang hangat, sulit sekali untuk menjadi dingin dan datar, meskipun pura-pura.

“Gue cari lo di kampus tadi, tapi gak ada. Dan, benar aja dugaan gue, lo disini.”

“Iya, terus kamu mau ngapain?”

“Mau minta tolong,”

“Apa?”

“Temenin gue ke toko buku, yuk!”

Bina mengerutkan keningnya, Arga ke toko buku? Hello... Sejak kapan Arga suka buku?

Tahu dengan pemikiran Bina membuat Arga tertawa jadinya, dia bisa menebak apa yang tengah dipikirkan Bina dan dia yakin tebakannya itu seratus persen benar. “Ya ampun... Gue tahu, gue bukan pecinta buku. Tapi, ya, emangnya salah kalau gue datang ke toko buku?” tanya Arga, dia menggeleng, tidak membenarkan pertanyaannya.

Bina menggeleng, “Bukan. Tapi, maksud aku emangnya kamu mau ngapain? Mau cari buku apa, gitu?”

“Udah, lo juga nanti tahu sendiri di sana. Jadi, gimana, bisa, gak? Gue yakin sih, bisa.”

Bina mendengus, dia terkekeh. “Duh, itu maksa namanya.” balas Bina, dia justru tersenyum. Gagal sudah rencananya untuk bersikap berbeda pada Arga dari biasanya, nyatanya dia masih menganggap Arga spesial.

Arga tertawa, dia mengangguk-angguk. “Nah, itu tahu. Gimana?” tanya Arga, dia butuh kepastian.

Bina mengangguk, “Bisa sih. Tapi, aku masih ada kelas nanti abis dzuhur. Palingan, ya kita ke toko bukunya agak sore. Gakpapa?”

Arga mengedikkan bahunya, “Gak masalah gue. Lo mau anterin aja udah bersyukur gue.”

“Ada bayarannya gak?”

“Wah... Sudah pasti dong! Tenang aja!” jawab Arga, dia mengedipkan sebelah matanya, genit sekali dan justru membuat Bina tertawa.

Entah apa lagi yang mereka bicarakan, yang jelas Bina jadi tidak fokus pada naskahnya dan justru fokus pada Arga. Senyuman dan tawa senantiasa menghiasi bibir Bina atas semua tingkah dan cerita Arga. Dan, tatapan lain pun terlihat jelas dari mata Bina. Tatapan memuja, tatapan suka pada lawan jenis dan Bina tak bisa menyembunyikan itu. Dan, Ghani yang melihatnya sejak tadi tahu jika Bina sudah melabuhkan hatinya untuk laki-laki lain.

Dan, sekarang Ghani tahu siapa Arga itu. Laki-laki yang Bina suka.

Kalau sudah tahu begini, apa yang harus Ghani lakukan? Terus melaksanakan niatnya atau justru lebih baik berhenti sebelum dia melangkah lebih jauh lagi?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!