Dalam satu minggu ini Lun Li sudah melakukan banyak cara untuk mengusulkan berpisah kamar dengan Jiang Yi, namun dia selalu gagal. Jiang Yi juga mempunyai banyak cara untuk membungkam mulutnya, seperti dia yang tiba-tiba pingsan, asistennya yang tiba-tiba menelpon atau dia ingin pergi ke toilet. Pokoknya Lun Li sempat membuka mulutnya, dia sudah kehilangan kesempatan lebih dulu. Pada akhirnya dia menyerah dan memilih untuk berdamai keadaan.
Hari ini jatah Jiang Yi untuk melakukan rehabilitasi, karena kondisi fisiknya yang masih terlalu lemah, rehabilitasi itu hanya dijadwalkan setiap tiga hari sekali. Dan Lun Li selau menemaninya pergi bersama ke rumah sakit.
Walaupun kaki Jiang Yi sudah baik-baik saja, tapi karena sebelumnya telah mengalami patah tulang dan menjalani operasi yang komplek, Jiang Yi tidak langsung bisa berdiri begitu saja. Dia tetap harus berlatih secara pelan-pelan.
Lun Li melihat Jiang Yi yang keluar dari ruang terapi dengan dengan wajah yang berkeringat, menghampirinya. "Yiyi kamu sudah bekerja keras." dia menunduk dan menyeka keringat pada dahi pria itu dengan hati-hati.
Dibawah pengamatannya dia bisa merasakan tubuh Jiang Yi yang menegang dan wajah dinginnya mengeluarkan peringatan untuk menjauh, Lun Li tersenyum dengan sembunyi-sembunyi. Lun Li juga tahu jika pria itu tidak suka dengan nama panggilannya, tapi dia terus saja meneriakkannya. Dia merasa senang ketika melihat ekspresi pria itu dia memanggilnya.
"Yiyi bagaimana kalau kita pergi berbelanja lalu nonton film di bioskop?" Lun Li bertanya dengan semangat, dia menatap Jiang Yi dengan mata yang berbinar dan penuh harap pria itu akan setuju.
Namun Jiang Yi yang lelah jelas ingin menolak, lagi pula jika hanya ingin berbelanja dia bisa memanggil toko untuk datang ke rumah dan jika ingin menonton, di kediaman Jiang ada di ruang audio visual yang kualitasnya lebih baik dari bioskop di luar, tidak perlu buang-buang waktu dan berdesak-desakan. Tapi sebelum dia membuka mulutnya wanita itu tiba-tiba menunduk berkata dengan nada kecewa. "Ahh, Yiyi harus istirahat."
Jiang Yi menutup mulut jengah, dia hampir saja lupa dengan kemampuan wanita itu. Apanya yang berbelanja, apanya yang menonton, wanita itu hanya ingin memancingnya.
"Tidak, aku tidak lelah. Ayo pergi berbelanja dan menonton." sekarang giliran Lun Li yang dibuat bungkam. Dia mengerjap, sama sekali tidak menyangka jika pria itu akan setuju. Berdasarkan yang dia ketahui, Jiang Yi adalah pria tulen yang membenci berbelanja dan tidak pergi ke bioskop. Tapi dengan kemampuan improvisasinya yang tinggi dia tidak gagap dan berseru dengan girang. "Ahhh, aku dan Yiyi akan pergi berkencan!"
Jiang Yi yang melihat wajah wanita itu berubah lebih cepat dari membalik buku, mendengus. Tapi ketika mendengar kata 'berkencan' dari mulut wanita itu, dia diam-dia juga menantikannya. Akan seperti apa kencan palsu pertama mereka.
Tidak lama kemudian sopir pribadi keluarga Jiang menurunkan mereka di pusat perbelanjaan paling besar di kota. Yang secara kebetulan juga di kelola di bawah naungan Jiang grup.
Lun Li mendorong kursi roda Jiang Yi dan memasuki mall. Dia membawa Jiang Yi ke toko pakaian di lantai tiga tempat dia, Yu Jin dan nona-nona muda keluarga kaya belanja bersama waktu itu.
Pelayan yang melihatnya datang menyambutnya dengan gembira, berharap dia akan melakukan pembelian besar lagi.
Tujuan Lun Li sebenarnya, dia hanya ingin membuat Jiang Yi kesal kepadanya tapi ketika sudah mulai berbelanja dia lupa dengan kanan kiri.
Jiang Yi mengeluarkan nafas dingin tapi tetap menjaga tas belanjaan yang berjumlah banyak di pangkuannya agar tidak jatuh dan mengoperasikan kursi rodanya untuk mengikuti Lun Li yang sekarang sudah memasuki toko yang kelima. Dia benar-benar telah meremehkan kemampuan wanita itu.
"Yiyi, sepatu ini pasti cocok untuk baju merah yang tadi, bagaimana menurutmu?" Lun Li menunjuk sebuah sepatu dan tidak lupa meminta pendapat kepada Jiang Yi.
"Hem." Jiang Yi tidak tahu baju merah yang mana yang dimaksud karena ada lebih dari lima baju merah yang dibeli oleh wanita itu. Terpaksa dia mengangguk setuju untuk mempermudah urusan. Dia pernah mendengar seseorang berkata 'laki-laki hanya perlu mengangguk saat menemani wanita berbelanja'.
Seperempat jam kemudian, Jiang Yi menatap lautan tas belanja di bawah kakinya dan meragukan diri. Di belakangnya suara mesin scanner terus berbunyi dan struk belanja yang panjangnya lebih dari satu meter masih terus mencetak. Setengah lebih dari barang yang ada di etalase toko telah di turunkan dan dikemas. Jiang Yi tidak mengerti dimana letak kesalahannya tapi dia bisa merasakan jika jawaban asal-asalan nya tadi rupanya telah membuat wanita itu marah.
Jiang Yi melihat Lun Li yang menggila, akan tetapi dia tidak berniat untuk menghentikannya. Ketika jumlah tagihan yang melebihi delapan digit disebutkan, dia bahkan tidak mengedipkan matanya dan memberikan kartu kredit-nya dengan acuh.
Dia berpikir Lun Li akan berhenti marah setelah dia puas berbelanja, namun jika belum puas juga dia tidak masalah untuk mengosongkan toko sebelah. Tapi yang dia dapatkan adalah wanita itu menatapnya dengan mata berkaca-kaca kemudian lari meninggalkannya.
Tangan Jiang Yi yang terjulur berhenti dan menggantung di udara. Dia menaikan alisnya kemudian menggelengkan kepalanya. "Kirimkan tagihannya ke kediaman Jiang." ucapnya sebelum pergi.
Lun Li sebenarnya ingin menggunakan kesempatan itu untuk bertengkar dengan Jiang Yi dan kabur dari rumah, namun dia kemudian sadar jika tas dan ponselnya masih dititipkan pada pria itu. Dia tidak punya uang untuk menjadi keras kepala, maka di memperlambat langkahnya dan menunggu pria itu untuk menyusulnya. Tapi setelah berbelanja seharian dia merasa lelah dan kakinya tidak kuat untuk berdiri lagi, dia memutuskan untuk duduk sambil menunggu Jiang Yi datang. Namun pria tidak kunjung datang dan Lun Li yang awalnya percaya diri Jiang Yi akan mengejarnya menjadi ragu.
"Menyebalkan." dia mendengus, menghentakkan kakinya yang pegal. Saat ini sudah masuk jam makan siang, dia merasa lapar dan perutnya berbunyi. Sialnya lagi di depan tempatnya berdiri adalah toko dissert, aroma makan yang keluar dari toko membuatnya semakin lapar. Tapi karena tidak ada uang, dia hanya bisa menelan ludah sambil melihat kue-kue yang di pajang di etalase.
Yang Jiang Yi lihat ketika dia menemukan Lun Li adalah pemandangan itu. Wanita itu menatap kue-kue dengan rakus. Dia menyeringai dan memutar kursi rodanya ke arah yang berlawanan.
Lun Li menoleh dan melihat Jiang Yi dan dua pengawalnya meninggalkannya, dia tertegun sebentar, tapi kemudian sebuah ide cemerlang melintas di kepalanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Hasan
🤣🤣🤣 lun li jgn harap elu bisa kabur lagi loh tuh si babang keknya dah mulai lekat ama elu loh meski msh jual mahal tuh
2023-10-04
1