"Yiyi bagaimana kabarmu?"
"Yiyi apakah pijatanku enak?"
"Yiyi apa kau ingin mandi lagi?"
"Yiyi apa mau ku bacakan buku?"
"Yiyi apa kau ingin mendengar tentang penyihir?"
"Yiyi apakah ceritanya bagus?"
"Yiyi apakah suaraku bagus?"
"Yiyi..Yiyi.."
"Yiyi..."
"Yiyi... hahaha..."
Lun Li memegang perutnya dan berguling. Kemudian dia melihat wajah Jiang Yi lagi dan kembali tertawa.
"Yiyi.. hahaha..." dia terus tertawa. Bagaimana bisa Yu Jin menciptakan nama panggilan yang sangat, sangat... tidak itu. Tapi yang lebih tidak bisa dia bayangkan adalah bagaimana ekspresi Jiang Yi ketika mendengar nama itu. Apakah dia masih bisa berbalik badan dan tersenyum atau pura-pura tidak dengar?
Astaga, Lun Li tidak bisa berhenti tertawa.
"Yi,yi,yiyiiii~ haha..." dia bahkan mulai membuat lagu.
"Setelah bercerai mungkin aku akan menjadi penyanyi, bagaimana menurutmu Yiyi?" Lun Li merapikan rambut Jiang Yi yang dia berantaki karena gemas.
"Tapi itu rencana cadangan kalau bukuku tidak laku." ucapnya meralat. Setelah bukunya Katak Kecil dan Penyihir hampir di diadaptasi, entah bagaimana dia mendapatkan kembali kepercayaan dirinya yang sebenarnya sudah lama hilang.
Sebenarnya jika dia ingin sukses, dia hanya perlu berhenti menulis buku anak-anak dan mengikuti saran editornya untuk menerbitkan buku makan daging*(istilah buku R18+ yang isinya sangat-sangat sara. Mohon untuk tidak di baca!) dia pasti akan menjadi penulis yang terkenal. Tapi apa boleh buat, meskipun dia punya bakat di sana, hati nuraninya tidak mengijinkan.
"Hahh." dia menghela nafas. Sangat disayangkan. Sepertinya kalau dia tidak jatuh miskin semiskin-miskinnya, bakatnya itu akan tetap terpendam sia-sia. Tetapi dibandingkan menyalurkan bakatnya dia lebih memilih hidup kaya raya dan bergelimang harta.
Lun Li sudah selesai bersiap untuk tidur dan berbaring. "Selamat malam Yiyi." dia mematikan lampu dan menarik selimut.
Setelah nafasnya teratur dan dia tidur pulas, orang disebelahnya membuka mata.
Di dalam kegelapan Jiang Yi membuka matanya, dia menatap kaki yang menyilang pada perutnya dan mendorongnya menjauh, tapi tidak berapa lama kemudian kaki itu kembali menindih perutnya lalu diikuti oleh tangan yang meraba dadanya. Jiang Yi ingin melemparnya jauh-jauh tapi pada akhirnya dia hanya bisa menghela nafas dan mencekal tangan itu.
Dengan lembut Jiang Yi meletakan tangan itu ke atas dadanya, dimana letak jantungnya berdetak, lalu dia sendiri memejamkan matanya dan menikmati ketenangan itu untuk sesaat sebelum dia menarik tubuh wanita itu kedalam pelukannya dan melingkarkan tangannya pada pinggang ramping wanita itu dengan posesif.
Lun Li yang tidak menyukai dingin bermimpi mendapatkan penghangat, dia memeluknya erat dan tidur dengan pulas hingga pagi hari.
...
Lun Li mengerjap dan menggosok ujung matanya, ketika mendapati lagi-lagi dirinya menempel pada tubuh Jiang Yi seperti seekor koala, dia tidak lagi terkejut dan menanggapinya dengan santai. Pelan-pelan dia menarik kaki dan tangannya dari tubuh Jiang Yi dan berguling ke tepi tempat tidur sebelum dia menyibakkan selimut dan bangun.
Dia berjalan ke kamar mandi dengan tenang seolah tidak terjadi apa-apa.
Tapi pada langkah ke tiga dia berhenti dan berbalik badan, matanya membelalak lebar dan dia membeku di tempat.
Di atas ranjang sepasang mata menatap ke arahnya.
Lun Li mengucek matanya, mengira salah melihat tapi ketika mata hitam yang sekelam malam itu masih menatapnya. Lun Li melakukannya sekali lagi dan hasilnya masih sama. Jiang Yi masih menatapnya.
"Jiang Yi bangun. Jiang Yi bangun!" dia berlari keluar dan berteriak.
...
Di atas meja terdapat sarapan kesukaannya, tapi Lun Li sama sekali tidak menyentuhnya tetapi mengigit kuku jempolnya dengan gelisah.
"Sekarang tanggal berapa?"
Wanita yang berdiri di sampingnya bertindak sebagai seorang pelayan kepada majikannya dan menjawab dengan sopan meskipun dia heran kenapa nona Lun tiba-tiba menanyakan tanggal. "Nona Lun, hari ini tanggal lima."
"Lima ya..." Lun Li menjadi semakin gelisah. Kuku jempolnya sudah robek karena digigiti, dia beralih pada kuku telunjuknya.
"Nona Lun tidak usah khawatir. Tuan muda adalah orang yang baik. Beliau pasti tidak akan melupakan jasa nona."
Lun Li menoleh kepada pelayan itu dan menatapnya dengan mata menyipit. pelayan itu menunduk dan terdiam, sepertinya dia telah salah bicara.
Dan Lun Li juga terlalu sensitif, dia paham dengan posisinya di dalam rumah ini. Dia hanya nyonya untuk sementara, tapi bukankah terlalu kasar untuk mengatakannya secara terang-terangan. Tapi yang membuatnya gugup bukan masalah mengenai masa tinggalnya yang akan segera habis, tapi Jiang Yi yang bangun lebih awal. Berdasarkan alur waktu di dalam novel Jiang Yi seharusnya bangun lima hari sebelum tahun baru yang mana hal itu akan terjadi dua setengah bulan lagi.
Lun Li yang selama ini terlalu bersantai sehingga belum menyiapkan bekal untuk perceraian serta naskah yang baru dia tulis sebanyak dua paragraf tentu dia belum siap dengan semua itu. Niatnya sebelum Jiang Yi bangun, dia ingin menerbitkan bukunya lebih dulu. Setidaknya dia tidak ingin menjadi wanita pengangguran setelah bercerai.
Tapi kenapa tidak mengikuti alur?
Memikirkan hal itu Lun Li menjadi semakin panik.
Apa yang berbeda? Dia tidak melakukan perbuatan menyimpang yang bisa merubah alur. Iya bukan?
Selain menghasut Jiang Yi ---yang mana dia tidak tahu apakah di dengar atau tidak. Hal itu pasti tidak terhitung. Lalu mengerjai protagonis wanita sebanyak dua kali.
Lun Li terus mengigit kukunya. Dan dia hanya berhenti ketika mendengar suara kakek Jiang dan dokter He yang semakin dekat.
Dokter He menjelaskan kondisi fisik Jiang Yi menggunakan beberapa istilah medis yang Lun Li tidak mengerti lalu menerangkan mengenai rencana terapi pasca pemulihan untuk Jiang Yi. Dia sama sekali tidak menyinggung tentang kaki Jiang Yi yang awalnya didiagnosa lumpuh, tapi Jiang Yi yang baik-baik saja kecuali tubuhnya sedikit lemah dan akan segera membaik dengan mengikuti diet yang dia resep kan.
"Lili, pergilah temui Jiang Yi." ucap kakek Jiang kepadanya.
"Kakek, aku.."
"Dia memanggilmu."
Lun Li bangkit dan perlahan menaiki tangga satu demi satu, satu demi satu berharap dapat mengulur waktu selama mungkin. Tapi mau diperlambat seperti apapun langkah kakinya, dia tetap akan sampai ke tempat tujuan.
Lun Li mendorong pintu kamar hingga terbuka dan melangkah masuk dengan kikuk. Dia bahkan ingin menggaruk kepalanya yang tidak gagal namun tidak dia lakukan karena terkejut melihat Jiang Yi yang duduk bersandar pada kepala tempat tidur dan menatap ke arahnya.
Lun Li pernah melihat foto Jiang Yi dan pernah membayangkan akan seperti apa rupanya jika mata terbuka, tapi Lun Li benar-benar terkejut ketika menatap langsung ke dalam mata Jiang Yi. Tanpa sadar langkahnya berhenti dan dia menelan ludahnya.
Mereka saling pandang dan tidak ada yang berbicara hingga Jiang Yi mengisyaratkannya untuk mendekat. "Kemarilah."
Mungkin dikarenakan Jiang Yi sudah lama menduduki posisi pemimpin, Lun Li yang mendengar nada bicaranya merasa seolah dia sedang menghadap kepala sekolah untuk menerima hukuman. Tentu saja Lun Li tidak berani mendekat, dia terus diam di tempatnya. Tapi kemudian seakan dia menyadari sesuatu, dia mendekat dengan langkah cepat serta senyum lebar yang menyilaukan.
Jiang Yi mengernyitkan dahinya atas perubahan itu, namun kemudian sudut bibirnya berkedut mengingat bagaimana tingkah lakunya setiap hari.
"Ohhh," Lun Li duduk di tepi ranjang, mengambil tangan Jiang Yi dan menangkupnya dengan dua tangan. Kemudian dia menatap Jiang Yi lekat-lakat dan narasi panjang dimulai. "Kamu tidak tahu betapa senangnya aku, akhirnya Tuhan menjawab doa-doaku setiap malam dan kamu bangun! Yiyi katakan kepadaku, semua ini karena kita berjodoh bukan? iya bukan? Ohhh Yiyi..."
Jiang Yi mendadak merinding, dia mencoba menarik tangannya dari genggaman Lun Li tapi tangannya digenggam terlalu erat. Sebelumnya dia tidak tahu jika menyaksikan Lun Li beraksi dengan mata terbuka ternyata efeknya menjadi berkali-kali lipat lebih parah.
"...ohhh Yiyi, aku sangat senang. Kamu harus cepat sembuh dan kita kan mengadakan pesta pernikahan yang meriah, wedding of the century. Ohhh... aku tidak sabar ingin seluruh dunia tahu kalau suamiku sangat tampan. Kamu setuju kan? Yiyi? Yiyi..."
Jiang Yi tidak bisa mendengarnya lagi dan dia pura-pura batuk lalu pingsan.
"Yiyi?" Lun Li mengerjap, melihat Jiang Yi yang batuk dua kali lalu pingsan, dia kemudian berteriak. "Dokter He. Dokter He, Yiyi pingsan."
Pada saat itu seseorang menyesal bangun!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Hasan
🤣🤣🤣nyesel bangun gitu loh
2023-10-01
0
Silvia
next thor......
2023-10-01
1