Dalam tidurnya Lun Li menggeliat dan ingin membalikkan tubuhnya ke sisi yang lain, tetapi ketika itu dia tidak dapat menggerakkan tubuhnya. Sesuatu tengah mengekangnya di tempat. Dia mencoba untuk bergerak lagi, tetapi nihil hasilnya.
"Hmn."
Dia menyerah begitu usahanya tidak berhasil, menggeliat sebentar dan mencari posisi yang nyaman kemudian melanjutkan tidurnya. Sama sekali tidak mengetahui jika sepasang mata setajam elang tengah menatapnya dengan berbahaya.
Jiang Yi terpaku pada sosok lembut di dalam pelukannya, matanya terus memandangi wajah kecil berbentuk hati yang tidak lebih besar dari telapak tangannya. Tanpa sadar jemarinya mengelus ringan dahi wanita itu, perlahan jarinya menelusur ke bawah dan melewati hidungnya lalu berhenti begitu sampai pada bibirnya. Jari itu berhenti lama di sana sebelum mencubit dahi mungil wanita itu kemudian dia mendekatkan kepalanya dan hidung mereka saling menyentuh.
"Hmn." wanita itu merasa geli dan mengerutkan hidungnya.
Jiang Yi menahan nafasnya, dia bergerak dengan hati-hati dan melepaskan dahi wanita itu lalu kembali pada posisi tidurnya yang semula.
Apa yang ingin kau lakukan, Jiang Yi.
Dia memejamkan matanya, gerahamnya mengetat dengan usaha keras untuk mengendalikan diri. Tidak seperti dirinya, memanfaatkan kecerobohan seseorang untuk kepentingan pribadi. Tapi, wanita itu yang memulainya lebih dulu. Selalu menyentuhnya sembarangan. Jiang Yi melirik kaki yang tertumpang perutnya lalu tangan yang memeluk lengannya, kemudian... hiss.
Jiang Yi mengatupkan rahangnya kuat-kuat. Wanita itu menyerukan kepalanya pada lehernya, embusan nafas lembut yang menerpa kulitnya terasa panas seperti sengatan api. Pikirannya yang liar tidak dapat lagi dikontrol, dengan gerakan cepat dia mendorong tubuh wanita itu dan menggulungnya dengan selimut.
"Gila." dia menangkup wajahnya dengan kedua tangan dan mengusapnya kasar. "Pergilah, Pergilah, Pergilah menangkan, Pergilah semua menangkan, Terpujilah Yang Terang. Pergilah, Pergilah, Pergilah menangkan, Pergilah semua menangkan, Terpujilah Yang Terang. Pergilah, Pergilah..." Jiang Yi membacakan mantra prajnaparamita berulang-ulang kali hingga pikirannya kembali menjadi tenang.
"Huft..." dia menghela nafas panjang, melirik wanita di sampingnya beberapa saat lantas kemudian dia pelan-pelan melepaskannya dari gulungan.
Lun Li merasakan tidurnya terganggu dan dia mengernyitkan dahinya dengan tidak senang. Dia membalikkan badan dan kembali tidur pulas hingga pagi.
Ketika cahaya matahari bersinar melalui celah gorden yang tidak rapat, Lun Li perlahan membuka matanya. Menggeliat dan merenggangkan tubuhnya. Dia menoleh ke samping dan berkata, "Selamat pagi Jiang Yi. Apakah semalam tidurmu nyenyak?"
Tanpa menunggu jawaban, dia menyibakkan selimut dan turun dari tempat tidur, memakai sandalnya kemudian berjalan ke kamar mandi.
Di dalam kamar mandi dia segera menggosok giginya dan mencuci wajahnya---huh. Dia menatap cermin dengan dahi berkerut, ada luka robekan kecil pada bibir bawahnya. Apakah dia tidur dan tidak sengaja mengigit bibirnya sendiri? Dia berpikir kemudian mengangguk. Hal seperti itu bisa saja terjadi mengingat mimpinya semalam.
Sementara itu di luar, orang yang tidak bisa tidur semalaman tidak bisa diam dengan tenang dan membuka matanya, dia menatap ke arah pintu kamar mandi dengan gelisah. Mungkin dia takut ketahuan tapi jelas dia tidak menyesalinya.
Baru kemudian ketika dia mendengar senandung yang tidak berirama dari dalam kamar mandi, dia tersenyum kemudian kembali berpura-pura tidur.
"I, I love you like a lov song, baby... And I keep hittin' repeat-peat-peat-peat-peat-peat..."
...
Karena mimpi makan ayam goreng semalam, Lun Li menjadi ingat dengan janjinya untuk mampir ke toko ayam Lun Ying. Setelah makan siang hari itu dia berganti pakaian dan berkendara ke kota.
Sampai di depan toko ayam Lun Ying, dia melihat antrian panjang dari dalam toko hingga ke teras. Melihat toko yang begitu ramai Lun Li tidak jadi turun dan menjalankan kembali mobilnya. Dia akan berkeliling sebentar dan kembali nanti setelah tidak ramai.
Lokasi toko ayam Lun Ying tidak jauh dari pusat kota dan hanya lima belas menit berkendara dia menemukan sebuah pusat perbelanjaan. Dan dia memutuskan untuk berbelanja.
Tetapi siapa yang tahu jika musuh akan dipertemukan dengan cepat. Ketika dia sedang melihat-lihat pakaikan yang di pajang pada etalase sebuah toko, matanya bertemu pandang dengan Yu Jin yang berada di dalam toko. Mereka saling menatap untuk beberapa saat sebelum Lun Li melengos lebih dulu dan pergi.
Lun Li melangkah cepat, dia berpikir untuk pura-pura tidak melihat tapi bagaimana bisa Yu Jin membiarkannya lolos, dia mengejar keluar toko dan menghentikannya.
"Nona Lun." ucapnya. "Anda terlihat berbeda dari yang terakhir kali." dia menatapnya dari atas ke bawah dan tersenyum.
Lun Li mengikuti gerakan mata Yu Jin dan mengamati penampilannya sendiri, celana pendek dan kemeja putih serta sepatu kets. Kemudian berganti mengamati penampilan Yu Jin yang masih konsisten dengan gaya elegan-nya, lalu mengangkat bahunya dan membuang nafas pelan. "Ya beginilah." dia menjawab seadanya.
Yu Jin tersenyum puas, kali ini dia akan membalas kekalahannya yang kemarin. "Tadi saya melihat anda berdiri lama di depan toko. Kalau anda tidak kebaratan saya bermaksud untuk mengundang anda untuk bergabung dengan kami." dia menunjuk ke toko di belakang mereka dan tiga teman sosialitanya yang juga sedang melihat ke arah mereka berdua.
Lun Li mengenali tiga wanita muda itu. Setelah dia bertemu dengan Yu Jin pada hari itu, dia telah menghafal semua wajah orang penting di kota. Tentu saja hal itu dia persiapkan untuk menghadapi saat-saat seperti ini. Dari yang paling kiri, mereka adalah Gu Nan, He Ping, dan Li Yiru. Gu Nan baru saja pulang dari sekolah di luar negeri dan merupakan teman satu SMA dengan He Ping. He Ping dan Lu Yiru adalah teman dekat Yu Jin, mereka yang mengenalkan Gu Nan kepada Yu Jin dan setelah itu mereka berempat sering bermain bersama. Tapi kecuali Li Yiru, dua orang lainnya hanyalah teman plastik, teman yang akan dengan cepat berpindah jika menemukan teman lain yang lebih menguntungkan. Jadi dari ketiga nona muda itu Lun Li hanya perlu mewaspadai Lu Yiru.
Benar saja, tidak lama kemudian, Li Yiru memimpin dua temannya dan berjalan ke arah mereka.
"Nona Lun, senang bertemu dengan anda." ucap Li Yiru begitu sampai di depannya.
Lun Li tidak perlu tahu dari mana Li Yiru mengenalinya, dia tersenyum dan membalas salamnya. "Halo nona Li, nona He, nona Gu." dia juga tidak menyembunyikan kenyataan jika dia juga mengetahui identitas mereka.
Setelah perkenalan yang singkat, Lun Li tidak menolak tawaran Yu Jin dan mereka masuk ke dalam toko.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Hasan
🤣🤣🤣paksu lu tidurnya tersiksa loh sampe pake baca mantra segala
2023-09-21
0