Li Hongli dan Huanran berbincang sepanjang perjalanan menuju taman. Meski begitu pria itu sebenarnya hanya mendengarkan keluh kesah dari putri pebisnis kaya tersebut sepanjang waktu.
"Baru-baru ini adikku membawakan cokelat dari Belgia. Seharusnya dia tahu kalau aku tidak suka makanan manis...!" Huanran terlihat kesal saat menceritakan salah satu kesahnya kepada Li Hongli.
Sudut alis Li Hongli berkedut saat mendengar Huanran yang selalu menolak hadiah pemberian adik laki-lakinya itu dan bukannya merasa senang.
Huanran sendiri memiliki seorang adik laki-laki yang sangat lengket dengannya. Pria itu padahal sudah menginjak usia 23 tahun, tetapi masih bersikap seperti anak kecil di hadapan kakak perempuannya.
"Dari pada kamu membuang semua hadiah pemberian adikmu. Kenapa tidak memberikannya kepadaku saja?" Celetuk Li Hongli yang membuat raut wajah Huanran menjadi kusut.
Jika orang lain mendengarkan perkataan Li Hongli, pasti akan mengira jika pria tersebut mendekati Huanran karena ingin mendapatkan barang-barang mewah secara gratis.
Tetapi tidak dengan Huanran yang sudah mengenal Li Hongli sejak dua tahun lalu. Menurutnya perkataan pria itu hanya sebuah candaan sarkas saja untuk menyindir dirinya.
Huanran lalu melipat ke-dua tangannya dan mengalihkan pandangan dari Li Hongli seperti wanita yang sedang merajuk.
"Baiklah, aku akan mencoba beberapa hadiah dari adikku. Tapi hanya kali saja, apa kau mengerti?" Ucap Huanran dengan nada terpaksa.
Setelah beberapa saat tidak ada balasan dari Li Hongli. Begitu membuka mata Huanran tidak menemukan keberadaan pria itu yang membuatnya mulai panik.
Tetapi setelah mengedarkan pandangan ke penjuru arah , Huanran akhirnya menemukan Li Hongli yang sedang membantu seorang pasien anak kecil mengambil balon di atas pohon.
Huanran tersenyum tipis saat melihat Li Hongli bersusah payah membantu ibu dari pasien anak kecil memanjat pohon yang bisa dibilang cukup tinggi.
"Hahaha... Aku mendapatkannya!" Seru Li Hongli dari atas pohon yang membuat pasien anak kecil dan ibunya ikut merasa senang.
Tetapi senyuman mereka hilang ketika Li Hongli tidak sengaja terpeleset karena cengkraman tangannya lepas, hingga membuat pria itu berakhir jatuh dari atas pohon.
"Apa kau baik-baik saja, Kak?" Tanya pasien anak kecil yang terlihat khawatir saat menghampiri Li Hongli setelah jatuh dari pohon.
Li Hongli hanya tersenyum dan menganggukan kepala. Dia lalu memberikan balon ditangannya kepada pasien anak kecil itu sebelum akhirnya ibu dan anak tersebut berterimakasih lalu pergi.
Sambil memegang punggungnya yang masih terasa sakit, Li Hongli berjalan tertatih menghampiri Huanran yang dia sempat tinggal sebelumnya.
"Lihat pahlawan kita akhirnya kembali dengan cidera punggung..." Huanran menyeringai menyindir Li Hongli yang berlagak seperti pahlawan kesiangan.
Meski menyindir Li Hongli, tetapi sebenarnya Huanran cukup merasa khawatir jika pria itu mengalami cidera punggung cukup serius.
"Dari mana kau memiliki mulut setajam pisau itu?" Li Hongli berdecak kesal lalu kembali mendorong kursi roda Huanran untuk melanjutkan perjalanan.
Huanran hanya tertawa ringan melihat ekspresi konyol Li Hongli. Dia tidak akan pernah puas melihat raut wajah pria itu saat sedang kesal karena menurutnya sangat lucu.
Begitu menemukan kursi taman yang kosong, Li Hongli segera memindahkan tubuh ramping Huanran duduk di sana.
Pandangan Huanran kemudian terpaku kepada sebuah keluarga kecil yang sedang bermain di taman. Diam-diam wanita cantik itu membayangkan memiliki keluarga kecil sendiri dengan seseorang.
Orang tersebut tidak lain adalah pria yang sedang memperbaiki kerusakan kecil pada kursi roda. Bersama dengan Li Hongli selama dua tahun sudah membuat hati besi Huanran luluh.
Meski pada dasarnya Li Hongli hanya seorang pekerja yang dibayar, tetapi cara pria itu menempatkan diri dan berbicara membuat Huanran mengabaikan fakta tersebut.
Tidak sengaja melihat Huanran melamun, Li Hongli lalu mengalihkan pandangan ke arah sebuah keluarga kecil yang sedang di perhatikan oleh wanita cantik tersebut.
"Siapa pria beruntung yang sedang ada dalam bayanganmu? Apa itu aku hahaha..." Celetuk Li Hongli sambil memperbaiki kursi roda.
Celetukan Li Hongli seketika menyadarkan Huanran dari lamunannya. Raut wajah wanita cantik itu memerah dan menjadi malu.
"A-Apa yang sedang kau bicarakan?! Siapa juga yang membayangkan dirimu?" Huanran dengan gugup menyangkal perkataan Li Hongli.
Li Hongli hanya tertawa lepas dan membuat Huanran menundukkan kepala karena merasa sangat malu. Wanita cantik itu berpikir ingin hilang saja dari dunia ini dari pada ketahuan menyukai pria tersebut.
Selesai memperbaiki kerusakan pada kursi roda, Li Hongli kemudian duduk disamping Huanran yang masih menundukan kepala.
Menyadari kehadiran Li Hongli di sampingnya, Huanran diam-diam melirik ke arah pria itu yang sedang minum air mineral dan sedikit berkeringat.
Tidak sengaja Huanran melihat garis merah di sekitar leher Li Hongli. Dia tentu mengetahui penyebab luka pria tersebut dan berniat menegurnya.
"Apa kau masih bekerja menjadi maskot saat festival? Bukankah gaji yang diberikan ayahku sudah lebih dari cukup untuk hidup satu bulan?" Tanya Huanran dengan tatapan menyelidik.
Bagaimanapun Huanran khawatir dengan Li Hongli yang terlalu keras bekerja dan bukannya fokus belajar untuk kuliahnya.
Huanran sendiri diam-diam sudah mengirim seseorang untuk menyelidiki kehidupan Li Hongli. Dia mendapati jika setelah pulang dari menemaninya di rumah sakit, pria itu langsung mengambil pekerjaan sampingan sebagai maskot dibeberapa acara festival.
"Uhuk! Siapa yang bilang aku kembali bekerja menjadi maskot? Aku sudah lama keluar dari pekerjaan itu..." Li Hongli sempat tersedak air dan langsung menyangkal tuduhan Huanran.
Agar tidak dicurigai sedang berbohong, Li Hongli mengalihkan pandangan ke arah lain sambil tertawa canggung untuk meredakan suasana yang mulai menjadi canggung.
"Cepat katakan saja yang sebenarnya. Kau tahu bukan aku tidak suka dengan pembohong?" Huanran berdecak kesal memaksa untuk Li Hongli berkata jujur.
Merasa sudah ketahuan dan tidak mungkin mengelak lagi mengingat Huanran memiliki banyak mata-mata, Li Hongli akhirnya mengaku jika masih bekerja sebagai maskot di beberapa acara festival.
Huanran seketika marah dan menegur Li Hongli dengan keras. Wanita cantik itu benar-benar tidak habis pikir dengan pria tersebut yang terlalu memaksakan diri.
"Kau tahu sendiri bukan biaya hidup di kota jauh lebih tinggi dari pada di desa? Lagi pula orang tuaku tidak pernah memberikan uang sepeserpun semenjak aku memutuskan untuk kuliah..."
Dengan tenang Li Hongli memotong perkataan Huanran saat sedang memarahinya. Hal itu seketika membuat wanita cantik tersebut terdiam seribu bahasa.
Li Hongli memang pernah menceritakan kisah hidupnya kepada Huanran. Jadi wajar saja jika wanita cantik tersebut langsung mengerti apa yang sedang dibicarakan.
"Apa kau menolak lagi bayaran yang diberikan oleh ayahku?" Tanya Huanran yang sudah bisa menebak jika Li Hongli bekerja untuknya tanpa bayaran sepeserpun.
Dengan santai dan tanpa beban Li Hongli tertawa membenarkan pertanyaan Huanran. Dia lalu menjelaskan jika tidak memerlukan bayaran, bahkan merasa senang bisa mengenal wanita cantik tersebut.
"Lagipula tidak banyak orang yang aku kenal sejak datang ke kota ini. Jadi saat mendengar lowongan pekerjaan itu aku mendaftarnya untuk mencari teman yang bisa di ajak berbicara dengan santai..."
Mendengar perkataan dari Li Hongli seakan bukan hal baru lagi untuk Huanran. Wanita cantik itu tentu sudah mengetahuinya dari seseorang dan sampai sekarang masih bingung dengan cara berpikir pria tersebut.
Setelah hening beberapa saat, Li Hongli mengeluarkan dua buah buku merah dan menunjukan kepada Huanran yang merasa penasaran.
"Apa ini?" Tanya Huanran yang sedikit mengenal buku kecil dengan sampul berwarna merah tersebut dan merasa penasaran.
Li Hongli tidak menjelaskan tentang dua buku merah tersebut, tetapi langsung meminta Huanran untuk membukanya sendiri.
Begitu membuka buku dengan sampul merah, Huanran terkejut saat mendapati foto dirinya ketika masih belum menjalani kemoterapi.
Huanran terdiam seribu bahasa begitu mengetahui jika buku tersebut merupakan buku nikah yang sudah disiapkan oleh Li Hongli.
Dengan tatapan penuh dengan tanda tanya, Huanran lalu mengalihkan pandangan kepada Li Hongli. "Apa maksudnya ini...?"
Li Hongli tertawa canggung sambil menggaruk bagian kepalanya yang tidak gatal. "Bukankah kau sendiri pernah mengatakan impian terbesarmu setelah sembuh adalah menikah?"
Dengan perasaan malu dan khawatir jika Huanran marah besar setelah dirinya mendaftarkan pernikahan mereka, Li Hongli sudah siap mendengar makian dari wanita cantik tersebut.
Hanya dengan bukti buku pernikahan, secara resmi mereka berdua sudah menjadi pasangan tanpa perlu menggelar acara apapun jika di negara tersebut.
Huanran tentu tidak menduga jika Li Hongli yang masih terbilang sangat muda, berani mendaftarkan pernikahan mereka di kantor pemerintahan seorang diri.
"Kenapa kau memilihku? Apa kau hanya merasa kasihan dengan wanita yang sudah putus asa ini?" Tanya Huanran dengan nada bicara yang sudah gemetaran.
Huanran sebenarnya merasa sangat dengan kabar baik ini, tetapi jauh di dalam lubuk hatinya masih ada sedikit keraguan tentang Li Hongli yang hanya merasa iba kepada dirinya.
Dengan lembut Li Hongli menggenggam ke-dua tangan Huanran dan menjelaskan alasannya kenapa dirinya sampai bertindak sejauh ini.
"Dari sejak pertama kali kita bertemu dan berbicara, aku merasakan percikan listrik yang mengubah hidupku..."
"Aku tidak pernah merasa membuang-buang waktu saat bersama denganmu... Bahkan jika kita hanya duduk diam selama berjam-jam aku tidak akan pernah bosan...."
"Entah bagaimana kamu menilai diriku entah itu buruk ataupun baik, aku akan tetap menghargainya...."
"Mungkin kamu memiliki pemikiran jika selama ini aku hanya merasa kasihan dengan kondisimu sekarang, dan seakan ingin memanfaatkan mu saja..."
"Itu bukan masalah besar... Aku hanya ingin menyampaikan perasaanku sebelum terlambat... Sekarang aku ingin mengerahkan semuanya kepadamu..."
Usai mengatakan perasaan yang selama ini dia pendam. Li Hongli kemudian mengeluarkan korek api dan memberikannya kepada Huanran.
Jika wanita cantik itu tidak menerima pernikahan mereka, dia bisa membakar buku nikah di depan mata Li Hongli sebagai jawaban.
Untuk sesaat Huanran terdiam sejenak mencoba memproses pengakuan Li Hongli yang sangat tiba-tiba tanpa ada kode terlebih dulu.
Melihat korek api yang ada di tangan Li Hongli, Huanran lalu mengambilnya dan membuat pria itu tersenyum masam sejenak sebelum akhirnya dibuat bingung.
Huanran tiba-tiba membuang jauh korek api dan menatap Li Hongli dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Raut wajahnya terlihat kesal tetapi disisi lain merasa bahagia dengan pengakuan pria tersebut.
"Bagaimana bisa kamu menyukai seseorang yang sudah sekarat sepertiku? Kau sendiri tahu bukan jika tidak akan mendapatkan apa-apa setelah menikah denganku?!"
"Mengapa kau sangat keras kepala? Di luar sana masih ada banyak wanita cantik yang akan menemanimu sampai tua nanti..."
"Kamu pria yang baik Hongli, tidak sepantasnya kamu mendapatkan wanita yang berjalan saja sudah tidak bisa..."
Detik itu juga emosi Huanran meluap. Meski merasa sangat senang jika perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan, tetapi dia juga memikirkan situasi Li Hongli untuk ke depannya.
Menurut Huanran tidak ada hal baik jika Li Hongli menikah dengan wanita lumpuh seperti dirinya dan berumur pendek.
Huanran menangis sesenggukan sambil memukul dada Li Hongli berulang kali. Dia benar-benar sudah tidak bisa menghadapi kondisinya sekarang dan merasa putus asa.
Melihat Huanran yang menangis sesenggukan, Li Hongli langsung memberinya pelukan hangat dan membiarkan wanita cantik tersebut meluapkan semua emosinya.
Dengan penuh perhatian, Li Hongli membelai punggung Huanran sampai akhirnya wanita cantik itu perlahan mulai tenang.
"Aku tidak perduli dengan konsekuensi untuk ke depannya. Memilihmu adalah keputusan bulat yang sudah aku buat. Sekarang bagaimana jawabanmu, apa kamu menerima atau menolak?"
Li Hongli mulai angkat bicara saat merasa Huanran sudah cukup tenang. Detak jantungnya perlahan meningkat ketika mencoba menerka-nerka jawaban dari wanita cantik tersebut.
Huanran memukul sekali lagi dada Li Hongli karena pria tersebut tidak sabaran, padahal dirinya baru saja mulai merasa tenang.
"Tentu saja aku menerimanya, kau tidak perlu bertanya lagi bukan?" Balas Huanran dengan raut wajah cemberut.
Keduanya lalu melanjutkan obrolan, dimulai dengan Huanran yang bertanya kepada Li Hongli bagaimana pria itu bisa sangat percaya diri mendaftarkan pernikahan mereka berdua.
Disana Li Hongli menjelaskan jika sebenarnya dia tidak sengaja membaca buku harian milik Huanran yang berisi semua keluh kesah wanita cantik tersebut.
Li Hongli bahkan mulai menggoda Huanran dengan kalimat yang dia ingat dari buku harian tersebut. Isinya tidak lain merupakan kekesalan wanita cantik tersebut kepada dirinya yang tidak juga peka dengan perasaannya.
Raut wajah Huanran seketika memerah seperti tomat matang. Dia mulai gelagapan merasa sangat malu saat Li Hongli mengulangi kalimat yang ada di dalam buku hariannya.
"Ja-Jadi kau yang sudah mencuri buku harianku?! Aku akan melaporkanmu kepada polisi!!!" Ancam Huanran yang sudah tidak bisa berpikir jernih karena merasa sangat malu.
Mendengar ancaman lucu dari Huanran, di sana Li Hongli langsung berlagak seperti seorang korban yang mendapat tuduhan palsu dari seorang petugas keamanan.
"Bagaimana bisa kau melaporkan suamimu sendiri kepada polisi? Apa di matamu aku hanya seorang kriminal?" Balas Li Hongli yang membuat Huanran naik darah.
Huanran berdecak kesal lalu memukul Li Hongli yang berlagak seperti korban salah tangkap, padahal sudah jelas pria itu sudah berani membaca buku hariannya tanpa izin.
Di sana Li Hongli hanya bisa tertawa sementara Huanran terus memasang raut wajah cemberut. Sampai wanita cantik tersebut meminta suaminya membayar kompensasi atau dirinya akan benar-benar melaporkannya kepada polisi.
Huanran sudah sangat dirugikan karena Li Hongli sekarang mengetahui semua hal buruk yang selama ini dirinya tutupi dengan bertindak seperti wanita anggun.
Tanpa rasa malu sedikitpun Li Hongli langsung memberikan kompensasi, dengan mencium pipi Huanran yang membuat wanita cantik tersebut kembali merasa malu.
Momen tersebut langsung Li Hongli abadikan dengan kamera ponselnya. Jelas hal itu membuat Huanran yang tidak siap untuk di foto menjadi sedikit kesal.
Huanran berusaha untuk merebut ponsel milik Li Hongli, sementara pria itu terus mengambil foto istrinya dan beberapa kali melakukan pengambilan gambar berdua.
Sampai langit biru sudah berubah menjadi jingga, Li Hongli dan Huanran masih duduk di taman menghabiskan waktu bersama.
"Andai saja aku bertemu dengan denganmu lebih cepat, mungkin saja kita bisa menghabiskan waktu bersama lebih lama lagi..." Ucap Huanran sambil bersandar di bahu milik Li Hongli.
Huanran membayangkan jika seandainya dia sudah sembuh, mereka berdua bisa memulai keluarga kecil sederhana tanpa ada beban dari pihak keluarga.
"Ya kamu benar...." Timpal Li Hongli sambil memperhatikan Huanran yang sudah mulai menguap dan ingin tidur.
Perlahan Huanran mulai memejamkan mata dan mengucapkan kalimat terakhir sebelum tertidur. "Aku merasa diberkati karena sudah bertemu denganmu, Hongli..."
Li Hongli hanya tersenyum hangat sambil menepuk-nepuk pundak Huanran dengan lembut, untuk membuat wanita cantik tersebut tertidur pulas.
Perlahan salju mulai turun dari langit pada sore itu, menandakan jika musim dingin sudah tiba. Udara perlahan mulai menjadi dingin dan Li Hongli berniat membawa Huanran masuk ke dalam.
Tetapi setelah Li Hongli mencoba beberapa kali membangunkan Huanran, wanita cantik tersebut tidak kunjung memberi tanggapan.
Sampai pada akhirnya Li Hongli menyadari jika jiwa istrinya sudah tidak bersama dengan dirinya lagi dan hanya meninggalkan raganya saja.
Dari arah belakang, seorang pria berusia 60 tahun dengan pakaian jas rapih menghampiri Li Hongli. "Tuan Li, saya sebagai perwakilan keluarga besar Nona Huanran mengucapkan terimakasih karena sudah menemaninya dengan baik..."
Menyadari siapa yang berbicara kepada dirinya dari belakang, Li Hongli tersenyum tipis sambil menahan rasa sakit setelah kepergian Huanran.
"Justru saya yang berterimakasih kepada Anda Tuan An, karena sudah memberikan kesempatan bertemu dengan Huanran..." Balas Li Hongli yang membuat An Wei tersenyum hangat.
An Wei sendiri merupakan pelayan pribadi Huanran yang beberapa kali mendapatkan perintah dari wanita cantik tersebut untuk menyelidiki Li Hongli.
Pria berusia 60 tahun itu juga merupakan orang yang sudah menyeleksi Li Hongli, saat melakukan pendaftaran sebagai pendamping Huanran selama berada di rumah sakit.
"Aku merasa prihatin dengan Huanran, Tuan An... Di hari-hari terakhirnya tidak ada satupun anggota keluarga yang menemaninya..." Ucap Li Hongli sambil menyelimuti tubuh Huanran dengan jaket miliknya.
An Wei hanya bisa menghela nafas berat setelah mendengar perkataan dari Li Hongli. Tetapi sebagai seorang pelayan dirinya tidak memiliki wewenang untuk ikut campur dalam urusan keluarga.
"Setidaknya Nona Huanran tidak merasa kesepian disaat-saat terakhir karena bisa menghabiskan waktu bersama dengan anda, Tuan Li...." Balas An Wei yang merasa prihatin baik dengan kondisi Huanran maupun Li Hongli saat ini.
Hari itu merupakan musim dingin pertama sejak 2 tahun lalu Li Hongli bertemu dengan Huanran, dan akan menjadi musim paling dingin untuk pria tersebut.
An Wei kemudian menawarkan kembali bayaran yang selama ini Li Hongli tolak. Tetapi jawaban yang sama kembali keluar dari mulut pria tersebut.
Sebagai gantinya Li Hongli hanya ingin An Wei merahasiakan hubungannya dengan Huanran dari keluarga besar wanita cantik tersebut.
Li Hongli juga meminta kepada An Wei agar dirinya bisa menyimpan kenangan bersama Huanran selama ini. Karena pada perjanjian kerja tertulis jika pria tersebut tidak boleh menyimpan hal-hal yang berkaitan dengan Huanran.
Meski akan mendapatkan teguran keras dari kepala keluarga, An Wei memutuskan untuk menyanggupi permintaan dari Li Hongli dan akan menyimpan rahasia ini.
Sejak hari itu setelah pemakaman Huanran, adik dari wanita cantik tersebut menyalahkan Li Hongli atas kematian kakaknya.
Li Hongli sendiri tidak bergeming meski mendapat tuduhan dari adik Huanran. Hal inilah yang membuat pria tersebut untuk kedepannya mendapat banyak masalah.
Adik dari mendiang Huanran selalu mengganggu Li Hongli bahkan membuat pria tersebut harus gagal berulang kali saat ujian akhir.
Ini membuktikan bahwa Li Hongli sebenarnya cukup berprestasi tetapi selalu mendapat gangguan dari adik mendiang istrinya yang selalu menyalahkan dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Nor Johari
bingung
2023-10-31
0