Mama Akan Pulang

"Mama, lakukan butterfly hug." Mika berbicara dengan lembut. Dia menarik tangan Mera lalu membuat sang ibu memeluk diri sendiri. "Nah, seperti ini. Teruslah bernafas, Mama. Tenangkan pikiran mama. Jangan terlalu memikirkan hal yang membuat Mama sakit," sambungnya seraya menampilkan senyuman manis. Jejak air mata masih ada di pipi Mikayla.

Gadis kecil itu tadinya menangis sesenggukan. Namun, terdiam saat melihat ibunya dimarahi oleh kakek, nenek, dan ayahnya. Terlebih lagi Mera kelihatan sulit bernafas.

Sama seperti dirinya di masa lalu yang seringkali kesulitan bernafas dan dokter mengajarkan teknik butterfly hug. Guna meredam rasa cemas dan diri akan lebih tenang.

Mera melakukan apa yang Mikayla katakan. Dia terus berusaha bernafas dengan baik. Mata wanita muda itu menatap intens wajah putrinya yang sangat mirip dengan Vano; pria jahat yang tega memperkosanya saat mabuk.

Pria yang telah menghancurkan mimpinya. Pria pengecut yang tak berani menentang orang tuanya demi bertanggung jawab.

Ah, memikirkan masa lalu membuat hati Mera kembali sesak. Dia harus mengingat perintah sang putri untuk tak lagi memikirkan hal menyakitkan.

Arga memperhatikan interaksi ibu dan anak itu. Ada rasa hangat dalam hati, ketika melihat raut wajah ceria terpasang di wajah Mikayla.

"Mika, Sayang. Jangan terlalu banyak bergerak. Tanganmu ini loh masih diinfus," cerocos Sri khawatir melihat selang infus cucunya goyang.

Wajah Mikayla berubah cemberut. Dia berdiri lalu menghadap ketiga orang dewasa yang tadi mengintimidasi sang ibu.

"Opa, Oma, dan Papa gak boleh marahi Mama. Mika gak suka! Kasihan Mama ketakutan tadi!" sentak bocah kecil itu dengan raut wajah menggemaskan. Padahal, baginya itu sudah amat mengerikan.

Ketiga orang dewasa itu bukannya takut, tetapi gemas melihat Mikayla marah. Tanpa sadar Mera memperhatikan putri kecilnya yang kini sudah tumbuh besar.

"Gadis ini sangat mirip dengan pria itu, bedanya pria itu tidak berani membela atau melindungi ku seperti yang gadis ini lakukan," gumamnya dalam hati.

"Oma, Opa, Papa, apa kalian mengerti? Tidak boleh memarahi Mama lagi!" tegas Mikayla sekali lagi saat tak kunjung mendapatkan jawaban dari mereka.

Dengan berat hati mereka mengangguk kepala. Tak sanggup menolak perintah gadis menggemaskan ini.

"Jawab. Jangan angguk-angguk aja," rengek Mikayla kesal membuat mereka tersenyum manis.

"Siap, Tuan Putri Mikayla." Mereka menjawab serempak membuat senyuman gadis kecil itu puas.

Segera Mikayla berbalik dan melihat Mera yang kini sudah mampu berdiri. Sang ibu telah tenang membuat hati gadis itu senang.

"Mama, ayo pulang ke rumah. Tinggal bareng sama Mika dan Papa. Jangan takut! Tidak ada siapa pun yang berani marahin Mama lagi. Karena ada Mika yang bakal lindungi Mama!" ujar gadis itu lantang menatap sang ibu penuh harap. Dia menggenggam kedua tangan Mera berharap sang ibu mengabulkan permintaannya.

Mera dilanda kegelisahan. Hati kecilnya memberontak mengiyakan permintaan Mikayla. Namun, egonya menolak. Karena gara-gara gadis ini hidupnya hancur.

Tuhan, apa yang harus wanita muda itu lakukan? Menuruti hati kecilnya yang merindukan sosok putri kandung. Atau menolak permintaannya demi memuaskan ego dalam diri.

"Tentu saja, Mama akan pulang bersama kita. Iya, 'kan, Sayang!"

Bukan Mera yang menjawab. Melainkan Arga yang berlakon bak seorang suami membuat wanita muda itu melebarkan bola matanya.

Dia menatap tajam Arga seolah mengatakan; Arga sialan.

*

*

Bersambung.

Jangan lupa like coment vote dan beri rating 5 yah kakak 🥰

Salem Aneuk Nanggroe Aceh ❤️

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***