Aisha hanya menghabiskan waktu dengan merebahkan diri hingga akhirnya ia merasa perutnya lapar. Ia berusaha menahan rasa lapar itu dan berjalan-jalan di sekitar kamarnya. Ia perlahan mendekati meja kerja di seberang ranjang, ada laptop yang tertutup dan sebuah komputer yang dalam mode sleep.
Kamar itu begitu luas, tak seperti kamarnya di rumah. Sebuah lemari besar ada di sana. Aisha penasaran dengan isinya. Ia membuka salahsatu pintunya, tampak banyak pakaian wanita tergantung disana. Aisha dapat mencium aroma pakaian baru dari semua baju itu.
Ia lalu berjingkat ke pintu kaca besar yang menuju balkon. Ia membukanya dan merasakan semilir angin sore menyibak helaian rambutnya. Dari balkon ini ia dapat melihat matahari yang hampir tenggelam. Ia menurunkan pandangannya, tampak pagar tinggi mengelilingi rumah ini dan beberapa bodyguard di hampir tiap penjuru yang terlihat.
"Siapa sebenarnya Tuan Paul?" Aisha bertanya sendiri. Harapannya untuk bisa kabur semakin menciut, juga harapan untuk bisa hidup bebas dan bahagia. Aisha menarik nafas perlahan, air matanya turun kembali.
Kruuukkkk...
Suara perut Aisha kembali terdengar, kali ini ia merasa perutnya tak lagi bisa menahan lapar yang kian melilit.
Ia berjalan menuju pintu keluar dan menemukan sebuah tangga melingkar dengan ukiran sepanjang pegangan pagarnya. Ia menuruni tangga itu dan menemukan sebuah ruang keluarga yang menyatu dengan ruang tamu.
Rumah sebesar itu terasa begitu sepi dan Aisha berusaha mencari letak dapur seorang diri. Akhirnya ia menemukannya, sebuah dapur yang biasanya ia lihat dalam drama. Terdapat sebuah meja makan minimalis tanpa sedikitpun makanan diatasnya. Ada pantry dengan mini bar di seberangnya yang tersambung dengan bagian dapur masak.
Di dekat meja makan terdapat sebuah kulkas besar, begitu juga di bagian dapur untuk memasak. Aisha mengernyit, apa isi semua kulkas itu sedangkan rumah ini seolah tanpa penghuni.
Aisha memilih membuka kulkas yang dekat tempat masak. Ia terkekeh melihat isi kulkas sebesar itu. Ada sebungkus sosis, sebungkus nugget, beberapa potong ayam dan sedikit sayuran. Ternyata isi kulkas di rumahnya masih lebih baik.
Di kitchen set bagian atas, Aisha menemukan harta karun, banyak mie instan aneka merek dan rasa. Senyumnya mengembang. Ia segera mengambil sebungkus mie dan memasaknya, tak lupa menambahkan potongan sosis dan sawi. Ia segera membawa makanannya ke meja makan dan mulai menikmatinya.
"Hanya membuat satu mie untuk sendiri? Egois sekali!" sebuah suara membuat Aisha hampir tersedak. Tuan Paul, lelaki itu tampak sudah duduk di seberangnya. Entah kapan lelaki itu duduk disana, sepertinya Aisha begitu lapar sehingga sibuk dengan mie-nya tanpa menghiraukan keadaan sekitar.
"Belajarlah untuk menjadi istri yang baik. Bukankah kamu bisa sekalian memasak mie untuk suamimu?" Ucapnya lagi dengan tatapan dingin yang terasa menusuk hati Aisha.
Aisha segera bangkit dan menuju kompor untuk membuatkan mie. Tapi lelaki itu segera bangkit dan menarik tangan Aisha. "Aku sudah tak ingin makan mie, aku ingin makan di luar!" ucapnya sambil menarik Aisha keluar dari rumah dan memaksanya masuk ke dalam mobil.
Lelaki itu segera mengemudikan mobil tanpa melihat ke arah Aisha sedikitpun. Aisha merasakan jantungnya berdebar kencang, rasa takut, khawatir dan sedih bercampur di hatinya. Tapi ia tak berani bertanya kemana lelaki itu akan membawanya.
Sebuah restoran fine dining, disinilah kini Aisha dan lelaki itu. Aisha merasa sangat risih karena ia merasa memakai pakaian yang tak sesuai. Bayangkan, kebaya pengantin dan kainnya masih melekat di badannya dengan dandanan yang sudah tak beraturan. Tapi lelaki itu seolah tak peduli.
Ia sibuk memilih menu dan kemudian menyerahkannya pada pramusaji. Sejenak ia menyalakan cerutu, tapi kemudian segera mematikannya. "Kenapa kamu alergi dengan tembakau," desisnya sambil menatap Aisha tajam. Aisha hanya menunduk takut.
Untungnya makanan pembuka sudah datang. Ia menatap makanan itu dengan ragu. "Aku tak meminta mereka meracunimu!" ucap lelaki itu. Lebih tepatnya berbisik sehingga Aisha merasa telinganya memerah. Akhirnya ia memakan itu dengan pelan.
Hidangan utama dan penutup datang berturut-turut kemudian. Aisha merasa perutnya begitu sesak, apalagi sebelumnya ia sudah makan mie instan. Tapi ia tak berani untuk tidak memakan semua hidangan, karena pandangan Tuan Paul seolah akan membunuhnya ketika ia tak segera menyentuh makanan yang dihadirkan.
Sepulangnya dari restoran, Aisha sudah tak mampu menahan rasa mual dan sesak di perutnya sehingga ia segera berlari ke wastafel dan mengeluarkan kembali isi perutnya.
"Apa Juno sudah menghamilimu?" Tanya Tuan Paul ketus. Aisha merasa ribuan sembilu kembali menyayat hatinya. Kenapa tak ada yang percaya bahwa tak ada apapun yang terjadi antara dia dan Juno?
"Semua tak seperti apa yang anda pikirkan, Tuan," ucap Aisha dengan segenap amarah lalu berlari menuju kamar. Ia membanting pintu kamar dan menguncinya. Entah kenapa ia merasa muak dengan Tuan Paul dan bahkan seisi dunia ini. Ia hanya bisa melemparkan bantal-bantal dan memukuli kasurnya, menumpahkan semua amarah dan kekecewaan yang sekian lama menumpuk di hati. Tangis dan teriakannya tak mampu ia sembunyikan. Semuanya ia tumpahkan hingga lelah dan kantuk menghampirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
Hmmm awal. yg sulit, sha!
ttp semangat ya!!!
2023-10-16
0
Erna Fadhilah
juno minggat keman
2023-09-30
2