Seorang petugas keamanan menelepon Elvaro karena kekacauan yang terjadi di lobby apartemen.
Stella sementara dipukul oleh seorang lelaki.
"Lepaskan dia!" Elvaro yang baru saja keluar dari lift segera menarik tangan Stella dari genggaman laki-laki bertato yang sementara memukulnya.
"Siapa kamu? Mengapa kamu masuk campur urusan ku bersama dengan istriku?" Lelaki itu yang tak lain adalah Robby suaminya Stella nampak marah. Ia memperhatikan wajah Elvaro. 'Oh....kamu mantan pacar Stella kan? Istriku itu masih menyimpan foto-foto kalian di ponselnya. Hebat ya?"
Elvaro menarik tangan Stella dan meminta wanita itu berdiri di belakangnya.
"Aku nggak ada hubungan apa-apa lagi dengan Stella. Aku di sini hanya ingin menolongnya karena kamu sungguh psikopat."
Robby tertawa. "Jangan termakan dengan omongan manis dan paras cantiknya, bodoh! Apakah kamu tak tahu kalau perempuan itu sudah merugikan aku dengan sangat banyak? Enak saja kau akan lari dari padaku. Ke sini kamu, Stella! Dasar pel**cur!"
Stella menggelengkan kepalanya. Ia memeluk lengan Elvaro dengan sangat kencang. "El, tolong selamatkan aku."
Polisi datang setelah ditelepon pihak keamanan apartemen. Mereka segera menangkap Robby dan anak buahnya.
"Kok dia bisa tahu kalau kamu di sini?" tanya Elvaro saat kekacauan itu sudah selesai.
"Aku tadi hanya ingin menghirup udara segar di taman. Nggak tahunya aku sudah diincar. Kalung yang aku pakai ini ternyata ada GPS nya." kata Stella sambil menarik paksa kalung yang masih melingkar di lehernya.
Ardy yang baru tiba pun membuat isyarat dengan gerakan matanya. Elvaro langsung membalikan badannya. Nampak Eilani sedang berdiri di dekat lift. Ia bersandar di dinding sambil memasukan tangannya di saku celananya.
Elvaro perlahan melepaskan tangan Stella yang melingkar di lengannya.
"Ei....!" Ada rasa ketakutan dalam hatinya karena tak ingin istrinya salah sangka. Namun diluar dugaan, Eilani justru tersenyum.
"Lukanya harus segera diobati, El. Ajak saja ke unit kita agar aku akan mengobati lukanya." ujar Eilani lalu segera menekan tombol lift. Pintu lift terbuka dan Eilani langsung pergi tanpa menunggu mereka masuk.
10 menit kemudian, Elvaro, Ardy dan Stella akhirnya datang. Stella awalnya tak mau datang, namun karena ia merasa lukanya cukup parah sehingga akhirnya ia pun mengikuti ajakan Elvaro.
Begitu melihat mereka datang, Eilani segera mengambil sebuah mangkuk dan memasukan air hangat di dalamnya, ia juga menyiapkan handuk kecil bersih.
"Mari, silahkan duduk." kata Eilani dengan sikap ramah sebagai seorang perawat.
Stella duduk di samping Eilani. Ia justru yang terlihat gugup sedangkan Eilani biasa saja. "Agak perih ya kak." ujar Eilani saat ia mulai membersihkan luka cakaran di tangan Stella dan bekas tamparan yang menyebabkan pipinya agak membengkak dan sudut bibirnya berdarah.
Eilani mengerjakan semuanya tanpa bersuara. "El, ini aku tuliskan obat dan salep yang harus Kak Stella gunakan. Semuanya bisa dibeli secara bebas." Eilani menyerahkan kertas resep itu pada Elvaro namun El menyerahkannya pada Ardy untuk segera ditebus.
Eilani segera menyimpan peralatannya lalu mencuci handuk kecil yang digunakan.
"Sebaiknya kak Stella di sini saja. Jika kepalanya sakit maka sebaiknya di bawa ke rumah sakit. Karena jambakan dirambut nya tadi cukup kuat, biasanya akan menimbulkan rasa sakit." kata Eilani yang sudah kembali ke ruang tengah sambil membawakan segelas teh herbal. "Minumlah teh ini. Apakah kakak sudah makan?"
Stella mengangguk. "Aku hanya merasa agak pusing."
"Itu hal yang wajar."
Tak lama kemudian Ardy datang dengan obat ditangannya. Eilani segera mengolesi salep itu dibeberapa bagian tubuh Stella. Setelah itu ia memberikan obat anti nyeri. "Mari beristirahat di kamar tamu." Eilani mengantarkan Stella ke kamar tamu dan setelah itu ia keluar lagi.
"Mana Ardy?" tanya Eilani saat melihat Elvaro yang hanya duduk sendiri di ruang tamu.
"Ardy ke kantor polisi untuk membuat pengaduan agar suami Stella segera ditahan."
"Kalau begitu, aku mau masak dulu." Eilani akan melangkah ke dapur namun Elvaro menahan tangannya.
"Ei, terima kasih ya?"
Eilani menatap Elvaro dengan tatapan yang sedikit menyelidik. "Akan lebih mudah bagiku mengawasi kalian jika Stella tinggal di sini." ujar Eilani tegas lalu menarik tanahnya dari genggaman Elvaro dan segera ke dapur.
Elvaro terkejut. Eilani ternyata tak mempercayai dia sepenuhnya. Lelaki itu pun berharap agar Stella dapat berangkat ke Australia agar semuanya dapat kembali seperti dulu.
**********
Sudah 3 hari Stella ada di apartemen ini. Ia sebenarnya ingin pindah ke bawa namun karena ia masih sering merasa pusing jadi Eilani mengatakan bahwa sebaiknya ia masih ada di unit milik mereka.
Stella belum dapat pergi ke Australia karena pasport nya masih di tangan sang suami dan polisi juga masih membutuhkan kesaksiannya.
Jika Eilani dan Elvaro bekerja maka ada seorang perawat yang datang menemani Stella.
Elvaro berusaha menciptakan jarak diantara dirinya dan Stella karena ia tahu kalau Eilani mengawasinya. Buktinya, Eilani tak lagi mengambil jam kerja malam.
Dan malam ini, Elvaro merasa haus. Beberapa jam yang lalu ia dan Eilani baru saja selesai bercinta walaupun sebenarnya Elvaro dapat merasakan kalau Eilani agak terpaksa melakukannya. Eilani tak seaktif biasanya. Berciuman bahkan hanya sekedar saja. Pada hal, mereka sudah seminggu lebih tak melakukan itu.
Persediaan air di kamar mereka sudah habis dan Elvaro terpaksa harus turun ke bawa.
Saat Elvaro sudah mengisi penuh gelasnya dan siap untuk minum, ia mendengar ada suara seseorang yang menangis. Suara tangisan itu dari arah kamar tamu yang memang pintunya tak tertutup seluruhnya.
"Stella.....!" panggil Elvaro dari luar.
Tak ada sahutan hanya saja suara tangisnya menjadi semakin kuat.
"Stella, kamu kenapa?" Kali ini Elvaro mengetuk pintu.
"Aku mau bunuh diri saja, El."
Elvaro dengan cepat mendorong pintu kamar. Di lihatnya Stella sedang duduk di tepi ranjang dengan penampilan yang sangat kacau. Rambutnya berantakan, gaun tidurnya pun nampak berantakan dan matanya sembab.
"Minumlah!" Elvaro langsung menyerahkan gelas yang dipegangnya.
Stella menggeleng. Elvaro meletakan gelas itu di atas nakas. "Jangan menangis. Bukankah suamimu sudah tertangkap? Ardy juga sudah mengurus proses perceraian kalian. Kamu akan bebas dari dia dan tinggal dengan damai di Australia."
"Aku yakin dengan uangnya, dia pasti tak akan mendapatkan hukuman yang lama. Dia bahkan sudah dibebaskan tadi dengan jaminan."
"Siapa yang bilang?" Elvaro terkejut.
"Dia baru saja menelepon aku, El."
Elvaro semakin terkejut. "Kok dia bisa tahu nomor hp kamu?" Hp itu dibelikan oleh Elvaro kemarin dengan nomor yang baru karena Stella harus menghubungi kakaknya.
"Sudah ku katakan padamu, kan? Robby bisa tahu apa saja. Mungkin dia menyadap nomor telepon salah satu temanku yang ku hubungi. Entahlah. Aku juga bingung, El." Stella terlihat ketakutan. "Bagaimana aku bisa tenang jika sudah begini?"
"Kamu harus bisa menenangkan dirimu sendiri agar bisa menyelesaikan semuanya."
"Aku sendiri, El. Aku sendiri.....!" Stella tiba-tiba memeluk Elvaro. "Aku butuh kamu, El."
"Aku kan bilang akan bantu kamu, Stella. Kamu tenang saja. Kakakku punya team pengacara yang baik." Elvaro berusaha menenangkan Stella dengan mengusap punggung perempuan itu.
"Maafkan aku, El. Mungkin ini hukuman Tuhan bagiku karena pernah menyakiti kamu. Andaikan waktu bisa ku putar kembali, aku pasti tak akan pernah meninggalkan kamu, El. Karena sesungguhnya sampai hari ini, aku masih sangat mencintaimu." Stella mengeratkan pelukannya.
"Maaf aku mengganggu!"
Elvaro dengan cepat melepaskan tangan Stella yang melingkar di punggungnya. Ia berbalik ke arah pintu dan menemukan Eilani yang sedang berdiri di sana. Tatapan matanya terlihat tenang walaupun sebenarnya tanpa Elvaro ketahui, hatinya merasa hancur.
"Mengapa kak Stella belum tidur? Sekarang sudah jam 2 tengah malam. Ini nggak baik untuk proses pemulihan kakak. Untuk bisa kuat, kakak harus bisa memotivasi diri sendiri. El kan sudah berjanji akan menolong kakak. Namun El nggak bisa hadir selalu untuk kakak karena El sudah memiliki keluarga sendiri. Kakak juga harus belajar menghormati pernikahan kami. El nggak mungkin akan menjadi sandaran hati kan Stella lagi. Jadi kalau kakak nggak bisa menghormati aku sebagai istri, El, aku juga nggak akan mengijinkan suamiku membantu kakak." Eilani mendekat dan menarik tangan Elvaro. "Ayo kembali ke kamar. Sudah cukup rasanya kamu menghibur kak Stella. Nggak etis jika tengah malam begini kalian berduaan di kamar walaupun tujuannya memang hanya ingin menghibur."
Elvaro mengikuti langkah Eilani. Namun setelah berada di kamar mereka di lantai dua, Eilani secara tak terduga menampar pipi Elvaro.
"Hargai aku sebagai nyonya di rumah ini."
"Sayang, dengar dulu. Tadi itu aku mau mengambil air minum dan....."
"Cukup! Aku tadi mendengar ungkapan perasaannya padamu. Bahwa dia masih mencintaimu? Brengsek! Seharusnya aku tak membawanya masuk ke sini!" Eilani segera naik ke atas ranjang. "Kalau aku tak terbangun tadi, mungkin kalian berdua sudah bernostalgia di atas ranjang tadi."
"Ei....., aku nggak mungkin melakukan itu!" Elvaro nampak tak suka dengan ucapan Eilani.
"Aku mau tidur. Besok ada operasi dua pasien. Aku nggak mau nampak mengantuk di depan dokter Peter!" kata Eilani lalu segera menarik selimut dan menutupi tubuhnya.
Elvaro akan bicara lagi namun akhirnya ia diam karena tak ingin menganggu istrinya.
*************
Terima kasih sudah baca....
Bagaimana kisah ini akan berlanjut?
Dukung emak ya guys
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Sandisalbiah
puas dgn sikap tegas Eilani tp sayang El memang naif dan labil.. laki² sama dgn kucing garong... suka disodorin yg gratisan gak peduli itu barang kualitas bagu atau eceran...
2024-09-19
0
sherly
nthlah pusing Ama el
2024-04-30
1
Diana Oktavia
rasainn km el, gemes akutuh sm km hihhh
2023-09-28
0