"Aliza. Udah siap belum, Sayang?" Ketukan dipintu itu membuat gadis dengan kemeja army itu menoleh kearah pintu kamarnya.
"Iya, Bun. Bentar lagi Aliza turun," jawab Aliza yang sedang berada didepan cermin seraya memoles tipis wajahnya dengan make up.
"Ya udah cepet turun ya. Ditunggu Arsen di bawah." Nita langsung beranjak dari depan kamar putrinya.
Deg!
Arsen?
"Ngapain dia datang pagi-pagi?" batinnya.
Polesan dibibir Aliza terhenti. Dia menatap jam dinding yang menunjukan pukul 07.55. Aliza segera turun memastikan apakah benar apa yang dikatakan Nita? Seorang ibu tidak mungkin membohongi anaknya bulan? Apalagi menyangkut hal yang sangat penting.
Ya, benar saja di ruang tamu sudah ada Arsen yang memakai kemeja army.
Langkah Aliza semakin melambat.
Entahlah, rasanya ingin berbalik saja dan pergi lewat pintu belakang.
Namun, hal itu tidak akan bisa dirinya lakukan.
"Eh, udah siap ya," ucap Nita memandang putrinya yang baru saja datang.
"Kok baju kalian bisa samaan?" tanya Nita dengan binar.
Aliza memandang kemaja yang dirinya pakai lalu memandang Arsen yang memakai kemeja dengan warna sama.
"Wah. Ini pertanda baik. Biasanya kalo ada kesamaan tanpa disengaja bisa jadi itu pertanda jodoh," ucap wanita paruh baya itu dengan senyum yang merekah.
"Apa sih, Bun?" Aliza memandang Nita dengan sorot mata yang tidak bisa dijelaskan.
Sebenarnya ada rasa senang dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Namun, rasa gengsi dalam dirinya harus dipertahankan.
Rasa itu harus dirinya pendam sendirian tanpa orang itu tau.
Arsen hanya tersenyum kecil mendengar ucapan Nita. "Udah siap?"
Aliza mengangguk.
"Nanti kalian setelah selesai di toko, langsung fitting baju ya," ucap Nita tiba-tiba.
Aliza terkejut bukan main. "Maksudnya gimana, Bun?"
"Masa nggak paham. Kalian kan bentar lagi mau menikah," jelas Nita seraya mendekat kearah putrinya.
Aliza menghembuskan napas lelah. "Kan masih lama, Bun."
"Ya nggak papa. Seenggaknya cari model bajunya dulu mau yang kaya gimana."
"Nanti sebelum hari H kalian juga harus fitting baju lagi. Takut ada perubahan dibadan kalian," tutur Nita yang diangguki oleh Arsen.
Aliza? Tidak. Gadis itu hanya diam tanpa bersuara. Sebenernya ada kata yang ingin dia ucapkan, tapi akan lebih baik jika disimpan saja.
Toh, ucapannya nanti pasti tidak akan diterima. Bukan berpikir negatif tapi Aliza sudah terbiasa seperti itu.
Apalagi hal yang mau dirinya bicarakan ini bertentangan dengan pendapat Nita.
"Kami pamit ya, Tan," ucap Arsen lalu mencium tangan calon mertuanya itu dan disusul Aliza yang melakukan hal yang sama.
***
Matahari sudah mulai tenggelam. Waktunya bulan yang menggantikan.
Namun, Aliza masih saja didalam toko baju. Setelah selesai pekerjaan di toko. Aliza dan Arsen akhirnya ke toko baju dimana nantinya mereka akan melakukan fitting baju pernikahan.
Aliza yang sudah cantik dan anggun menggunakan gaun berwarna putih dengan model dibagian dada terbuka dan bagian lengan panjang sampai ke pergelangan tangan.
Gaun itu merupakan pilihan dari Aliza sendiri. Arsen sudah mengatakan jika dirinya boleh memilih gaun seperti apa yang nantinya akan Aliza gunakan.
Arsen mulai tau jika Aliza itu memang anaknya penurut dan membuat gadis itu sering enggan untuk mengungkapan emosinya terutama pada keluarga.
Seperti terlalu banyak beban yang dirinya simpan sendirian.
Disisi lain Arsen sudah keluar dari fitting room dengan jas dan kemeja putih khas layaknya seorang laki-laki yang akan menikah.
Aliza yang baru keluar dan membuat Arsen memandang tanpa berkedip.
Ditambah dengan gaya rambut updo dengan mahkota kecil lalu dipadukan dengan veil menjuntai panjang membuat kesan pengantin itu sangat melekat pada Aliza.
"Cantik banget. Kalo menurut saya ini perpaduan yang sangat sempurna," ungkap pegawai perempuan yang sedari tadi membantunya melakukan fitting.
Pegawai itu menatap takjub pada Aliza.
Memang benar gadis itu sangat cantik sore ini.
"Pak. Maaf, bagaimana dengan bajunya?" tanya pegawai lainnya pada Arsen yang masih menatap kagum pada Aliza.
"Cantik sekali," batin Arsen.
"Oh. Iya. Saya pilih yang ini." Arsen menatap pegawai itu sekilas lalu kembali menatap Aliza.
Gadis bergaun putih itu nampak canggung dan malu ditatap seperti itu oleh Arsen.
"Udah ngelamunnya. Calon istri kamu emang cantik banget," ucap wanita dengan sebagian rambut putih bercampur hitan yang mulai mendekat kearah Arsen karena melihat pelanggannya itu menatap Aliza terlalu lama.
"Sabar ya. Sebulan itu nggak lama kok. Nanti setelah menikah kamu akan menjadi suami. Kamu akan memandangnya Setipa saat. Jadi, tenang saja," ucap wanita pemilik toko lalu mulai membuka kancing jas Arsen dan dibantu pegawainya.
***
Di perjalanan pulang Aliza melihat seorang pedagang es krim yang sedang meneduh didepan toko yang tutup.
Mereka memutuskan untuk pulang setelah lelah dengan jadwal hari ini.
Dilanjut besok mereka akan melakukan foto pre wedding dan mencetak undangan.
"Berhenti, Kak," ucap Aliza tiba-tiba tepat didepan penjual es krim yang melamun dengan kotak yang berisi es krim disampingnya.
"Gue mau beli es krim, Kak." Aliza membuka dompetnya. "Lo mau?" lanjutnya.
"Ujan-ujan gini lo mau beli es krim?" tanya Arsen tidak percaya.
Aliza mengangguk. "Emang kenapa?"
"Nggak. Nggak papa. Gue aja yang beli. Lo tunggu dimobil!"
"Nggak usah gue aja yang beli, Kak. Lo mau rasa apa?" Aliza mulai turun tanpa menggunakan apapun diatas kepalanya.
"Gue … vanila aja," jawab Arsen asal.
Sebenarnya dia tidak ingin memakan es krim karena cuacanya kurang mendukung.
"Tunggu!"
Arsen segera mengambil payung yang sudah dirinya siapakan dimobil sebagai antisipasi jika keadaan seperti ini.
"Pake ini," ucap Arsen menyodorkan payung kecil berwarna hitam.
Beberapa menit berlalu Aliza kembali dengan dua es krim dengan warna pink dan putih.
"Nih!" Aliza menyodorkan as krim rasa vanila pada Arsen.
"Berapaan?"
"Dua ribu?"
"Murah banget," ucap Arsen sedikit heran.
"Makanya gue beli biar Abang penjualnya yakin. Kalo rejeki itu sudah ada yang ngatur. Gue cuma pengen bangkitin semangat Abangnya buat jualan."
"Gue kasian liatnya." Aliza menatap penjual itu yang masih memegang uang darinya dengan wajah bahagia.
"Gue juga senang liat senyumnya. Betapa bersyukurnya walau hanya dengan rejeki yang tak seberapa. Kadang gue suka malu. Mereka selalu bersyukur, tapi gue lupa dengan syukur padahal banyak hal yang harusnya gue syukuri."
"Iya bener." Arsen mengangguk. Terkadang dirinya juga lupa untuk bersyukur padahal banyak nikmat yang sudah Tuhan beri.
"Lo tadi ngobrol apa sama Abangnya?" tanya Arsen penasaran.
Sebelum menjawab air mata Aliza sudah meluncur bebas dipipi mulus dan putih miliknya. Kali ini gadis itu benar-benar tidak bisa membendung air matanya.
"Loh? Kok nangis?" Arsen bingung melihat Aliza tiba-tiba seperti ini.
Tangan Arsen terulur mengusap punggung Aliza agar sedikit menangkan tangisnya.
"Nangis aja sampai lo ngerasa cukup. Nggak usah takut gue ada disini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Bipana Telaija Gurung
Aku udah ngebayangin situasi karakter-karakter disini ke kehidupan nyata, bisa ngeri ngeri sedap gitu loh!
2023-09-11
2