Gibran mengusap bahu Adista yang kini sudah mulai bisa tenang, tapi bukan berarti Dio melupakan semua kejadian itu.
Adista hanya tidak ingin membuat Gibran cemas.
"Kamu datang ke sini tau dari mana." tanya Adista.
"Tentu saja dari si Gege yang comel ini yang memberitahukan kepada ku! begitu Jeny black pink yang cantik dan baik hati."ucap Gibran sambil tersenyum manis.
"Heumm... sudah kuduga."ucap Adista yang kini mengusap Gege.
"Maafkan aku ya Gege, aku tidak tau jika dia pembohong kamu pasti syok bukan?."ujar Adista.
"Dista sebaiknya kamu kembali ke rumah, sehancur apapun keluarga mu saat ini.... percayalah mereka tetap mencintai dirimu. mereka pun tidak mau ini terjadi jika saja mereka memiliki pilihan atau jalan keluar yang terbaik dan menghargai keputusan mereka adalah jalan terbaik bagimu cepat atau lambat kamu pasti akan mengerti dengan apa? yang mereka lakukan saat ini."ucap Gibran.
"Terimakasih sobat atas nasehatnya tapi rasanya percuma pulang ke rumah juga aku akan tetap sendiri seperti saat ini hanya ada Gege yang selalu ada buat aku."ucap Adista.
"Ya ada karena kamu kurung terus."ucap Derby yang baru saja datang.
"Mas, maafkan saya atas kejadian tadi mas boleh usir saya dari sini jika mas mau."ucap Adista.
"Sudah jangan dibahas lagi, semua sudah berakhir lagi pula kamu tidak salah... dan aku percaya itu."ucap Derby yang kini ikut duduk di sofa singgel yang ada di sana.
"Neng Dista tidak perlu khawatir, saya juga percaya pada neng Dista."ucap Bu Ning.
"Terimakasih Bu."ucap Adista.
"Owh iya neng bajunya sudah selesai di jemur saya hanya mau mengantar keranjang cucian kotornya saja."ucap Bu Ning yang membuat Adista kaget.
"Ibu mencuci baju saya?."ucap gadis itu yang kini terlihat kaget.
Adista pun langsung bergegas bangkit dan hendak mengambil dompet tapi tidak ketemu mungkin karena dia tengah bingung.
"Dista kamu cari apa? heumm."ucap Derby.
"Cari dompet mas, tapi lupa."ucap Adista.
"Itu bukan."ucap Derby yang menunjukan sebuah dompet yang tergeletak di atas nakas.
"Masih ingat dompet disaat seperti ini... ah lihat itu Gege."ucap Gibran.
"Aku mau bayar Bu Ning Gibran."ucap Adista yang membuat Bu Ning berkata.
"Tidak usah nak ibu ikhlas lagipula ibu bukan buruh kuli nyuci ibu hanya kasihan melihat neng kebingungan saat akan mencuci lain kali neng bisa minta bantuan ibu."ucap Bu Ning.
"Tapi Bu saya sudah merepotkan ibu."ucap Adista.
"Tidak masalah neng ibu sedang santai ko jadi tidak akan ada masalah jika neng mau nyuruh apapun."ucap Bu Ning.
"Adista sudah tidak apa-apa Bu Ning nyuci di tempat ku ko."ucap Derby.
"Iya mas terimakasih untuk kalian berdua."ucap Adista.
"Aku tidak di berikan ucapan makasih gitu?."ujar Gibran yang langsung dipeluk oleh Adista.
"Untuk mu yang paling baik terimakasih."ucap Adista.
"Tidak masalah lain kali jika butuh bantuan silahkan katakan saja."ucap Gibran.
"Jadi kita bisa kembali satu kampus."ucap Adista.
"Heumm... tapi sepertinya aku juga akan pindah kesini dokter Dista."ucap Gibran.
"Sudah tidak ada lowongan tempat tinggal."ucap Derby.
"Mas diatas masih banyak yang kosong."ucap Adista.
"Tidak disewakan."ucap Derby cuek.
"Tidak baik menolak rejeki mas dia itu orang kaya loh."ucap Adista.
"Kaya selebriti iya kan Jeny."ucap Gibran.
Pria itu juga merahasiakan jati dirinya sendiri.
"Baiklah saya terima kamu disini tapi bawa mesin cuci sendiri."ucap Derby.
"Kenapa? harus susah-susah mencuci selama masih ada laundry."ucap Gibran.
"Sudah jangan ngeyel disini tidak ada laundry, beli saja mesin cuci nanti aku yang cuci pakaian mu. tapi ingat bayarannya yang gede."ucap Adista sambil terkekeh.
"Owh ya ampun ni anak mau memeras kolor melarat hahaha."ucap Gibran yang kini tertawa terbahak-bahak.
"Ya sudah kalau tidak setuju batalkan saja mas kontraknya."ucap Adista.
"Heumm.... kamu benar baiklah."ucap Derby.
"Wah ngajak saingan nih, oke mulai besok aku bangun kost tujuh lantai di depan jalan sana."ucap Gibran.
Sontak semua orang tertawa.
"Terserah karena menurut ku percuma saja kontrak rumah disini juga kalau kampus kalian di luar kota."ucap Derby.
"Heumm,,, aku akan pindah ke kampus lama ku tidak jauh dari sini hanya butuh waktu satu jam perjalanan."ucap Adista.
"Jadi kamu kuliah di sana?."tanya Adista.
"Ya, rumah ku tak jauh dari sini, tapi aku memutuskan untuk kost selamanya disini."ucap Adista."heumm kalau dekat kampus itu ibu juga masih punya tempat kost yang kosong."ucap Derby.
"Nah kita pindah Dista biar gak terlalu jauh."ucap Gibran.
"Tapi yang disana tidak murah seperti disini disana mulai dari tiga juta perbulan."ucap Gibran.
"Ya sudah aku disini saja."ucap Adista.
"Heumm... sejak kapan jiwa kere itu tumbuh Adista kamu sewa apartemen bodong saja satu M sekarang hanya tiga juta loh."ucap Gibran.
Sontak Derby membulatkan matanya."Satu M Owh ya ampun bagaimana? bisa di tipu seperti itu."ucap Derby.
"Ya, iyalah dia kena tipu, orang disana harga apartemen nya nyampai puluhan M."ucap Gibran.
"Itu apartemen atau Mension."ucap Derby.
"Ah sudahlah jangan dengarkan Gibran dia hanya berbohong."ucap. Adista.
Adista menyembunyikan kenyataan karena tidak ingin dianggap terlalu bodoh oleh mereka.
Obrolan mereka pun berlanjut hingga akhirnya Gibran memutuskan untuk kembali pulang sebelum benar-benar memutuskan untuk tinggal di mana.
Sementara Adista masih melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda siang itu.
Saat Adista selesai beres-beres punggungnya terasa semakin sakit, Adista tidak tahu jika belakang punggungnya itu memar, dia baru tau setelah mencoba memeriksa itu di cermin yang cukup besar yang tersedia di sana.
Adista pun kembali menitikkan air mata, saat mengingat kejadian tadi, kini rasa benci itu kembali hadir di benak Adista dia tidak ingin lagi mengenal pria itu.
Adista pun merapihkan pakaiannya kembali, dia berjalan perlahan menuju kamar kontrakan milik Bu Ning.
Dia hanya ingin bertanya apa? yang harus dilakukan untuk mengobati memar yang memanjang itu.
Sepanjang perjalanan orang-orang menatap aneh terhadap dirinya, bahkan gadis yang tadi direbut handphone nya oleh Derby pun menatap sinis padanya.
"Plakor lewat."ucap nya.
Namun Adista tidak menghiraukan ucapan wanita itu, dirinya tidak peduli selama dirinya tidak melakukan hal itu.
Sesampainya di belakang pun tatapan aneh itu dia dapatkan hanya beberapa orang saja yang bersikap ramah seperti Bu Ning.
"Bu Ning, boleh saya bicara sebentar."ucap Adista sopan.
"Tentu saja ndok ."ucap wanita itu ramah.
...*************...
"Owh ya ampun, masa Allah jahat sekali wanita itu, ini sih harus kedokter neng pasti sakit sekali bukan."ucap ibu Ning.
"Ya Bu makanya saya ingin minta saran karena ini sudah terlalu sakit."ucap gadis itu sambil menatap sendu.
"Ayo ibu antar ke rumah sakit ya neng biar langsung diperiksa."ucap ibu Ning yang khawatir.
"Dista pergi sendiri saja... tapi titip Gege takutnya lama di rumah sakit."ucap Adista.
"Neng tenang saja ada di bapak yang jaga Gege sekarang kita ke rumah sakit dulu diantar bapak neng jangan nyetir takut memperparah kondisi neng."ucap Bu Ning.
Akhirnya Adista diantar ke rumah sakit oleh pasangan suami istri itu.
Derby yang tidak tahu pun bertanya kepada salah satu penghuni kontrakan karena mobil Adista tidak ada di garasinya.
"Saya tidak tahu kemana? pelakor itu pergi bersama Bu Ning dan suaminya."ucap wanita itu.
"Kamu hati-hati ya kalau bicara karena salah-salah kamu bisa di tuntut karena semua itu terbukti tidak benar."ucap Derby.
Wanita itu langsung terdiam, karena Derby terlihat sangat marah saat ini.
Derby langsung menghubungi Bu Ning, dan dia sangat kaget saat mendengar bahwa saat ini dia tengah mengantar Dista ke rumah sakit.
Derby tidak tahu apa yang dialami Adista saat ini karena tadi Adista masih baik-baik saja.
"Adista sakit apa?."tanya Derby di telpon.
"Apahhh! baiklah saya kesana sekarang."ucap Derby yang langsung bergegas pergi kedalam rumah dia ingin mengambil tas dan juga kunci mobilnya.
"Kenapa ? tidak bilang padaku Adista."ucap pria itu yang langsung bergegas menuju rumah sakit.
Sementara Adista sendiri setelah melakukan radiologi diagnostik dia langsung dibawa ke ruang rawat inap, beruntung tidak ada tulang yang retak atau patah karena saat itu benturan itu sangat keras.
Namun keadaannya juga tidak baik-baik saja karena memar di bagian punggung itu cukup serius dan Adista harus dirawat untuk pengobatan selanjutnya.
Saat Derby tiba di rumah sakit dia melihat Adista sudah terbaring menyamping dengan jarum infus yang tertacap di tangannya.
"Bagaimana? ini bisa terjadi, kenapa? kamu tidak bilang kalau kamu terluka."ucap Derby.
"Kejadiannya sangat cepat aku tidak bisa menghindar saat itu karena aku juga sedang sangat syok saat itu." ucap Adista yang kini berderai air mata.
Dia sedih bahkan dikeadaan seperti ini hanya ada orang lain yang peduli padanya.
"Sudah jangan menangis... ibu ada di sini, anggap saja ibu sebagai ibu neng Dista meskipun mungkin terlalu jauh berbeda."ucap Bu Ning yang mengerti dengan kesedihan Adista.
"Mama bahkan tidak seperhatian ini dia sibuk bekerja begitu juga dengan papah mereka hanya akan bertanya kabar saat sempat saja selebihnya aku diperhatikan oleh asisten rumah tangga."ucap Adista.
Adista pun tersenyum kecut saat ini dia tidak bisa mencurahkan kepahitan hidup yang dia alami saat itu.
Derby pun ikut duduk sejenak sambil melihat hasil pemeriksaan.
"Berapa? lama kira-kira kamu disini."ucap Derby.
"Mungkin besok pagi juga pulang."jawab Adista.
"Heumm... baik'lah Bu Ning bisa jaga Adista disini kan."ucap Derby.
"Tidak perlu repot-repot mas Bu, saya masih bisa sendiri tidak masalah hanya saya titip Gege kunci pintu ada di samping pot bunga. dirumah mas Derby."ucap Adista.
Derby pun kaget saat mendengar hal itu, lalu dia kembali bertanya.
"Apa?.... kenapa bisa ditinggal sembarangan begitu bagaimana jika ada sesuatu yang hilang barang pribadi mu misalnya."ucap Derby.
"Justru itu aku titip di rumah mas."ucap Adista.
"Baiklah aku pulang dulu dengan Bu Ning besok pagi aku kesini lagi."kata Derby.
"Tidak usah mas tolong bawa Bu Ning dan suaminya saja mas tidak perlu repot-repot untuk menjenguk ku aku akan pulang sendiri dengan mobil ku."ucap Adista.
"Jangan bandel kamu sedang sakit."ucap Derby yang kini nyelonong pergi, sementara Bu Ning panmit pada Adista.
Kini tinggal kesunyian malam yang baru datang yang dirasakan oleh Adista.
Adista mencoba mejamkan matanya.
Sementara itu di tempat lain, kekacauan tengah terjadi pada keluarga kecil Elang.
Wanita yang dia jamin kebebasannya itu ternyata ketahuan memiliki selingkuhan, Elang yang merasa benar-benar marah pun langsung menjatuhkan talak.
Awalnya Elang akan berusaha untuk mempertahankan rumah tangga itu, tapi nyata fakta itu sangat mengejutkan dirinya.
Kasus yang menyandung istrinya adalah berawal dari kasus perselingkuhan dan benar apa? yang Gibran katakan padanya saat itu kemarin siang.
Elang pun teringat pada Adista yang telah diperlakukan tidak adil oleh istrinya semeantara Astrid pun sudah berkhianat terhadap dirinya.
Saat Elang tiba di apartemen dia mendapatkan laporan dari asisten pribadinya yang mengatakan bahwa Adista masuk rumah sakit karena terluka di bagian punggung akibat kejadian tersebut.
Elang yang tadinya ingin menenangkan pikirannya dia pun meminta asisten pribadinya untuk menyiapkan segala keperluannya dan dia langsung bergegas pergi menuju kota dimana? Adista kini berada bersama dengan orang kepercayaannya.
Elang pergi diantar oleh asisten pribadi dan beberapa orang pengawal.
Sementara itu di kediaman Astrid, Megan tengah menyesali perbuatannya yang sudah memaki sahabatnya sendiri.
Kini dia sadar kenapa? Elang memilih untuk bersama dengan Adista, mungkin pria manapun akan melakukan hal itu jika keadaan rumah tangganya kacau balau seperti itu.
Astrid sudah berhubungan sangat lama dengan pria yang merupakan ayah kandungnya itu.
Ternyata dia dan Gibran memiliki ayah yang sama, dan pantas saja jika Gibran membenci ibunya karena pelakor yang sebenarnya adalah ibunya sendiri.
Di rumah Gibran pun kekacauan itu terjadi, saat ini ibu Gibran mengamuk saat tahu jika selama ini suaminya telah menduakan dirinya.
Gibran meminta keduanya untuk berpisah dan saat itu juga dia memutuskan untuk pergi dari rumah yang sudah seperti neraka tersebut.
Lain halnya dengan kakak Gibran yang memang sudah tahu itu sejak dulu pria itu meminta kedua orang tuanya tetap bersama.
Gibran pergi menuju tempat dimana? Adista kini berada dia tidak peduli dengan tubuh dan otaknya yang lelah Gibran bertekad untuk hidup mandiri seperti Adista lagipula dia sudah lulus S1 jadi sudah bisa melamar pekerjaan meskipun jadi karyawan biasa dan dengan itu dia bisa sambil kuliah secara online.
Adista adalah contoh yang membuat Gibran termotivasi saat ini, sementara dirinya tidak sadar karena baru kemarin dia meminta Adista untuk kembali pada keluarganya tapi nyatanya dia pun melakukan hal yang sama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 200 Episodes
Comments