Setelah mencari syarat-syarat pengajuan gugatan cerai melalui internet, Ratih menuju ke pengadilan agama setempat. Ia sungguh yakin untuk berpisah dengan Hari. Tak lagi Ratih ragu karena dirinya tengah mengandung. Ia tentu memilih membesarkan anaknya seorang diri dari pada membesarkan bersama pria yang tega menyakiti fisik dan hatinya.
Ratih memarkirkan motornya di depan gedung pengadilan agama. Ia mengambil nafasnya dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Dengan langkah pasti Ratih memasuki gedung tersebut. Sesuai prosedur yang sudah ia ketahui, Ratih mulai mendaftarkan ke bagian pendaftaran. Setelah itu Ratih masuk untuk proses selanjutnya.
Pada bagian ini ia mendapat pertanyaan yang membuat pengadilan kembali menanyakan keyakinannya untuk berpisah.
" Mbak sedang hamil. Lebih baik ini dibicarakan lagi. Coba lakukan mediasi terlebih dulu bersama sang suami. Jangan terburu mengambil keputusan untuk berpisah apalagi di saat emosi."
" Tapi suami saya berselingkuh bu, dia juga melakukan kdrt terhadap saya."
" Jika benar begitu, mbak harus membawa bukti dan saksi untuk menguatkan hal tersebut. Dengan begitu proses perceraian akan lebih midah dilakukan. Jika tidka ada bukti, mbak nya akan tersandung di proses dan tentu membutuhkan waktu lama."
Ratih menyandarkan tubuhnya di kursi yang ia duduki. Ia lupa jika itu semua harus ada bukti. Ratih kemudian mengangguk dan kembali melenggang keluar. Tampaknya proses pengajuan cerai yang ia lakukan tidak akan berjalan dengan mulus. Kondisi kehamilan yang ia alami juga merupakan salah satu penyebabnya.
" Tidak, aku tetap harus bisa mengajukan pisah. Aku harus dapat bukti-bukti tersebut. Aku yakin aku bisa. Semangat ya sayang, mari kita berjuang bersama."
Ratih menuju ke tempat parkir dan kembali menaiki motornya. Bukan untuk kembali pulang tapi dia harus ke toko. Ratih juga baru ingat mengenai kasus kakak iparnya. Pasti ibu mertuanya akan bertanya mengapa dia tidak jadi datang kemarin.
" Haah, apa dia tidak tahu kelakuan anaknya. Apa sebaiknya aku mengadukan ini. Aku harus tahu reaksi ibu dan Mbak Watik seperti apa."
Brummm
Ckiiit
Bruuuk
" Maaf mbak, apakah mbak nggak pa-pa?"
Saat keluar dari gerbang pengadilan, motor Ratih bersenggolan dengan motor orang lain yang akan masuk ke dalam. Ratih sedikit terhuyung tapi beruntung tidak jatuh karena memang dia masih pelan saat mengemudikan motornya.
" Tidak apa-apa mas. Maaf saya yang tidak lihat dan tidak hati-hati."
Pria tersebut mengangguk. Ratih melempar senyum lalu melanjutkan perjalanannya menuju ke toko. Sedangkan pria tersebut masuk ke dalam gedung pengadilan. Ia kembali melihat ke arah belakang lagi saat memarkirkan motor miliknya. Namun rupanya wanita yang bersenggolan motor dengannya sudah tidak terlihat lagi.
" Lihatin apa Pak Raka?"
" Itu tadi nggak sengaja nyenggol motor mbak-mbak yang baru saja keluar dari sini."
" Mbak nya pake jilbab hitam bukan?"
Pria yang bernama Raka itu mengangguk. Ia tadi memang sepintas melihat jilbab wanita itu berwarna hitam.
" Dia mau ngajuin cerai, tapi posisinya lagi hamil. Kasian, katanya suaminya selingkuh plus kdrt."
" Innalillahi. Kasian amat."
Raka rupanya seorang pengacara. Ia memang sering keluar masuk gedung pengadilan agama tersebut untuk menangani kasus para kliennya yang memang rata-rata kasus perceraian. Dan, jelas ia tahu bahwa kasus yang dialami oleh wanita tadi pasti tidak akan mudah jika dia mengajukan jalur mandiri.
🍀🍀🍀
Sesampainya di toko, Ratih langsung mendapat laporan dari Nia kalau Watik tadi hanya muncul sebentar lalu pergi kembali. Wanita tersebut hanya menanyakan keberadaan Ratih dan saat Nia menjawab bahwa Ratih belum datang Watik pun berlalu pergi tanpa mengatakan apapun.
" Kok jadi seenaknya sendiri ya Mbak Watik."
Ratih meletakkan beberapa bawaannya ke dalam ruangan miliknya. Ia kemudian pergi keluar. Ratih hanya berpesan kepada Nia kaan menyelesaikan sesuatu hal. Nia, gadis itu jelas tidak banyak bertanya.
Rupanya Ratih mengendarai motornya menuju ke rumah ibu mertuanya. Bagaimanapun Watik adalah karyawan di toko miliknya. Tentu Watik tidak boleh seenaknya sendiri.
30 menit berkendara, Ratih sampai juga di rumah Sarti, sang ibu mertua. Terlihat Sarti dan Watik yang tengah asik bercengkrama di dalam rumah. Tawa renyah keduanya sungguh terdengar ditelinga Ratih.
" Assalamualaikum."
Ratih mengucapkan salam, tapi baik Sarti maupun Watik tidak ada yang menjawab. Mereka terlihat acuh. Ratih tetap masuk kemudian duduk di salah satu kursi.
" Mbak, aku mau bicara. Kok mbak ndak pernah masuk toko?" tanya Ratih to the point.
" Halah, kamu itu lho sama mbak ipar kok kayak sama pegawaimu saja. Yo mbok biarin toh mbak mu itu libur. Lagian itu kan toko adik iparnya. Repot amat sih Tih."
Ratih mengambil nafasnya dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Tampaknya mereka ini benar-benar berubah sikapnya adna menunjukkan sifat yang sebelumnya.
" Yon ndak bisa begitu buk. Mbak Watik ya tetep harus bekerja sesuai tugasnya. Kalau mbak terus-terusan ndak masuk gaji ya harus Ratih potong sesuai hari nggak masuknya."
" Kamu ini lho Tih, perhitungan banget. Ya udah aku bakalan keluar sekalian dari toko kalau begitu."
" Oh ya ndak apa kalau itu keputusan Mbak Watik. Nanti aku akan urus sisa gaji Mbak Watik. Oh iya buk, mbak aku mau tanya. Apa benar Ibuk dan Mbak Watik sebenarnya tahu kalau Mas Hari itu punya pacar. Lalu mengapa Mbak Watik ngenalin aku sama Mas Hari, kenapa Ibuk mengijinkan Mas Hari nikah sama aku saat dia udah punya pacar. Apa semua gara-gara 50 juta itu? Apa Mas Hari, Mbak Watik jadikan sebagai pelunas hutang yang dipinjam dariku?"
Deg
Sarti dan Watik saling pandang. Mereka berdua tentu tidak menyangka Ratih akan berani bicara begitu dan tahu secepat ini juga. Sarti hanya bisa diam sambil pura-pura sibuk memainkan ponselnya dan Watik jelas tidak bisa bicara apapun.
" Kalian benar-benar keterlaluan. Aku yakin kalian berdua juga tahu kalau Mas Hari sampai sekarang masih berhubungan dengan wanita itu, tapi aku yakin kalian acuh dan tidak peduli. Haaah, baiklah percuma juga ternyata mengadu kepada ibu dan mbak. Selama ini aku menganggap kalian keluarga tapi ternyata bukan. Oh iya, aku akan menggugat mas Hari. Dan aku akan menagih utang yang 50 juta itu. Aku harap Mbak Watik menyiapkannya. Selamat siang. Assalamualaikum."
Ratih melenggang pergi dari rumah ibu mertuanya. Ia tidak peduli tatapan marah dan benci dari kakak iparnya tersebut.
" Asuuu, celeeeeng. Ratih bener-bener wani saiki (berani sekarang)."
Watik mengeram marah, ia sungguh benci kepada Ratih sekarang. Sedangkan Sarti ia seperti mendapatkan ide untuk membujuk anak gadisnya itu.
" Terima lamaran Tuan Danu, ibu yakin kamu bisa berbuat sesukamu kepada Ratih setelah menikahi Tuan Danu yang kaya itu."
" Haruskah?"
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Tuxepos Jasmine
penasaran sm rencana nya danu sebenrnya....apa watik bakal di jadiin mesin pembuat anak doang🤭🤭🤭🤭
2023-09-05
1
Ria Nasution
belum tau aja rencana pak Danu lebih licik
2023-09-04
1