Liana masih ingat betul, pertama kali dia diboyong oleh suaminya. Semua anggota keluarga Mahendra tampak biasa biasa saja, tapi tidak ada satu bulan belang mereka satu persatu telah keliatan dan tampak.
Liana harus beradaptasi dengan kondisi yang seperti itu, sebenarnya Liana sudah mengeluh pada Mahendra tidak mau pulang ke desa suaminya. Karena Liana takut tidak bisa beradaptasi dengan orang sekitar maupun lingkungannya. Liana harus beradaptasi selama setengah tahun di desa itu. Setiap malam pasti dia menangis karena perlakuan orang rumah.
Dan belum lagi, kalau diomongin orang sedesa yang versi ceritanya sudah dikasih bumbu biar tambah sedap ketika dibicarakan.
Jangan salah kaprah yang enak itu bukan makanan doang, buktinya di desa tempat Liana tinggal saat ini. Ngomongin aib orang itu juga sedap kalau ditambahin sama bumbu.
Liana tidak habis pikir, padahal kalau kita hidup tidak mengurusi orang Lain itu malah bikin hidup kita lebih nyaman. Dan jauh dari penyakit hati, tapi tidak didesa Mahendra mengkonsumsi aib seseorang itu adalah kenikmatan lidah tak bertulang yang sangat membuat candu untuk membicarakannya terus menerus.
Liana sampai rumah tampak Dion dan Mahendra sudah mandi, Liana beli bakso lima bungkus. Termasuk untuk ayah dan ibu mertua Liana. Dan bakso diberikan pada ibu Hindun sang mertua.
"Ngapaim aku dibelikan bakso"
"Aku itu gak suka makan bakso"
"Aku itu makanya yang mahal dan enak"
Ketus ibu Hindun.
Tiba tiba ayah mertua datang, bapak Suparman itu nama ayah mertuaku. Dia membawa mangkok hendak memakan bakso yang dibelikan liana. Ibu Hindun meraih bakso itu dan membawanya keluar, ayah mertua pun belum sempat membuka bungkusan bakso itu.
Ibu Hindun keluar dan melempar bakso yang masih bagus dan tidak basi ke belakang rumah. Lian melihatnya dari jendela kamar dan hanya bisa mengelus dada dan menghela nafas.
"Ya Allah Bu, sebegitu kah kamu ke aku istri dari anakmu" batin Liana.
Malam hari Liana benar benar tidak bisa tidur, mungkin karena batin dan jiwanya terlalu sakit atas perlakuan ibu Hindun kepada dirinya.
Mahendra pun bangun dari tidurnya dan memeluk Liana dari belakang.
"Sayang kok belum tidur"
"Jangan mikirin toko kita bakal kolaps"
"Mulai hari Senin aku sudah dapat kerjaan"
"Ikut paman Anshori"
"Kerja di pengepul gabah milik bapak haji Rahmad"
Kata Mahendra.
Lian memeluk suaminya dengan erat dan berterima kasih karena sudah meringankan bebanya. Memang toko tempat usaha pertanian itu milik Mahendra, dan Mahendra yang membangunnya diawal menikah dengan Liana. Tapi dengan kelihaian Liana mengelola uang pinjaman dari beberapa instansi bank bisa berkembang seperti saat ini.
Karena tanpa mertuanya tahu, semua kebutuhan rumah tangga, suami dan anak sampai kebutuhan mertuanya Liana yang menopangnya. Tapi karena Liana hanya diam di toko ibu Hindun menganggap Liana seperti benalu pada anaknya.
Dulunya tanah yang dibangun toko itu hendak dibangun rumah oleh Mahendra, tapi karena tempatnya strategis Liana punya ide agar di bangun toko pertanian saja.
Usaha Lian pun membuahkan hasil, bahkan laba dari toko bisa Liana gunakan untuk bayar hutang sampai untuk sekolah Dion.
Tapi Liana ikhlas demi keutuhan keluarganya, dan dianggap sebagai sedekah ke keluarga suami. Karena selama ini Mahendra tidak pernah bekerja seperti kebanyakan kaum pria yang lain dengan alasan ibu Hindun sudah punya tanah untuk makan jadi tidak usah bekerja mencari uang.
Tapi tetap saja, kebutuhan lain tetap harus dibayar pakai uang seperti listrik bensin sekolah Dion, dan masih banyak lagi.
Liana sampai jam tiga subuh tidak bisa tidur, matanya memang terpejam tapi hati dan pikirannya tetap memikirkan sesuatu yang nantinya akan membuat ibu Hindun menyesalinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments