Di dalam ruang tamu minimalis berukuran 3x3 meter persegi yang didominasi warna krem dan coffee itu, Firdaus duduk di sofa panjang setelah dipersilakan. Ketika Shella beranjak ke dapur untuk membuat minuman, pria itu memindai ke sekeliling ruangan yang masih tampak sama seperti terakhir kali ia melihatnya. Tidak ada yang berubah dari rumah itu kecuali penghuninya yang berkurang.
Dulu, Shella tinggal bersama ibunya. Ayahnya bekerja sebagai sopir pribadi di Singapura dan hanya pulang sesekali dalam setahun. Namun, beliau selalu rutin memberikan uang bulanan kepada keluarganya. Firdaus tidak tahu apa penyebab beliau meninggal di Singapura. Sampai-sampai ibunya juga turut meninggal dan sama-sama dimakamkan di negara itu.
"Maaf, ya, kalau lama." Perempuan dengan rambut lurus sepunggung dan berwarna cokelat itu mengulum senyum ketika telah kembali ke ruang tamu. Dia membawa sebuah nampan lalu meletakkannya di atas meja.
"Tidak apa-apa," jawab Firdaus sambil merenung perempuan yang sedang menyajikan dua cangkir teh dan sepiring kue brownies di meja itu.
"Silakan diminum. Cicipi juga kue brownies-nya. Aku baru beli kemarin. Kamu masih suka brownies, 'kan?" tanya Shella lalu melabuhkan pinggulnya di single sofa dengan kedua kaki yang disilangkan.
"Masih. Terima kasih." Firdaus pun mengambil sepotong kue brownies yang disajikan dalam piring saji berbentuk oval tersebut, lalu mulai mencicipinya.
"Gimana? Enak, nggak?" tanya Shella dengan senyum yang tidak lepas dari bibir merahnya.
"Enak," sahut Firdaus apa adanya. "Kamu nggak makan?"
Shella menggeleng lemah.
"Dulu, saat di kampus, kamu selalu menyuapiku setiap kali aku membawakanmu brownies. Apa kamu masih ingat?"
Firdaus hening seketika. Memori saat mereka masih kuliah di UI terbayang kembali di ruang mata. Dulu, di kampus, mereka adalah pasangan paling romantis sefakultas teknik arsitektur. Di mana ada Firdaus, di situ pasti ada Shella. Begitu pun sebaliknya. Sampai-sampai, banyak mahasiswa yang mendoakan agar mereka segera menikah setelah menyelesaikan S2 mereka.
"Aku masih ingat semuanya. Bahkan, aku juga ingat kalau kita pernah berjanji akan menikah setelah kita lulus kuliah dan aku mendapatkan pekerjaan."
Kali ini, Shella yang membisu. Perempuan yang mengenakan dress selutut berwarna biru itu seperti merasa bersalah karena telah mengkhianati janji mereka.
"Shella, kenapa kau mengingkari janji kita? Kenapa kau pergi begitu saja meninggalkanku? Apa benar kau pernah pindah ke luar negeri karena mau menikah dengan pria kaya?" Saking penasarannya, Firdaus langsung memberondong Shella dengan berbagai pertanyaan. Akan tetapi, perempuan di hadapannya itu hanya menunduk. Bibir merahnya masih terkunci rapat.
"Jawab aku, Shella? Kenapa kau diam saja? Kenapa kau tidak berani menatapku? Apa benar, kau lebih memilih pria lain yang lebih kaya daripada aku yang belum mapan?
Shella menegakkan kepalanya. Wajah Firdaus direnungnya dalam-dalam. "Enggak, Fir. Itu semua nggak bener. Aku memang menikah dengan orang lain. Tapi itu semua bukan kamauanku. Ayahku yang memaksaku untuk menikah dengan bosnya. Aku dijadikan barang pelunasan hutang karena ternyata ayahku berhutang banyak pada bosnya. Aku terpaksa, Fir. Kalau aku tidak mau, ayahku akan dibunuh. Ibu juga ikut memaksaku karena dia tidak mau kehilangan suaminya. Aku tidak berdaya, Fir."
Firdaus terkejut mendengar cerita Shella. Tidak disangka perempuan itu dijadikan barang pelunasan hutang oleh ayahnya sendiri. Mengapa ayahnya begitu tega menjual darah dagingnya sendiri?
"Kenapa ayahmu bisa sampai berhutang banyak pada bosnya? Bukankah selama ini, gajinya cukup besar untuk memenuhi kebutuhan hidup dan untuk biaya kuliahmu?"
"Enggak, Fir." Shella menggeleng. "Ternyata gaji ayah tidak sebesar itu. Dia banyak berhutang pada bosnya untuk mencukupi kebutuhan kami, terutama ibu yang dulu selalu berpenampilan sosialita. Karena ayahku tidak mampu melunasi hutang-hutangnya, maka aku yang dijadikan barang pelunas hutang. Awalnya, aku sempat menolak. Aku tidak mau menikah dengan duda tua yang umurnya hampir sama dengan ayahku. Tapi karena pria itu mengancam akan membunuh ayah, aku tidak punya pilihan lain. Apalagi ibu terus-menerus mendesakku."
Firdaus semakin kaget. Ternyata kisah masa lalu Shella begitu kelam dan selama ini, dia tidak tahu apa-apa.
"Kenapa dulu kau tidak pernah cerita tentang semua ini padaku? Kenapa kau pergi begitu saja meninggalkanku tanpa penjelasan?"
"Maafkan aku, Fir. Dulu, ibu memintaku untuk merahasiakan semua ini darimu. Selain itu, aku juga takut kau akan marah dan kecewa. Aku takut kau akan mencegahku untuk pergi."
"Tentu aku akan marah dan kecewa! Tentu aku akan mencegahmmu agar tidak pergi meninggalkanku jika kau memberi tahuku sejak awal. Aku juga tidak akan membiarkanmu menikah dengan pria tua itu hanya demi melunasi hutang-hutang ayahmu. Kau bukanlah barang yang bisa diperjualbelikan!" Firdaus tampak murka. Emosinya telah naik hingga ke ubun-ubun.
"Tapi ayahku akan dibunuh, Fir. Aku tidak mau kehilangan ayah. Ibuku juga tidak mau kehilangan sosok suami yang dicintainya."
"Lalu sekarang, di mana pria tua sialan itu? Kenapa kau hanya sendirian di rumah ini?" tanya Firdaus penasaran sambil memindai ke sekeliling. Tidak ada siapa pun di sana selain mereka berdua.
"Dia sudah meninggal dalam kecelakaan lalulintas. Ayahku juga meninggal dalam kecelakaan yang sama karena mereka berada dalam satu mobil. Lalu ibuku meninggal setahun kemudian karena penyakit kanker rahim yang menggerogoti tubuhnya. Sekarang, aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi, Fir. Harta peninggalan suamiku sudah habis kupakai untuk pengobatan ibu di Singapura. Setelah ibuku meninggal, aku pun memutuskan untuk kembali ke sini. Sekarang, aku cuma sendirian, Fir. Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini." Shella lagi-lagi menunduk. Wajahnya memancarkan begitu banyak kedukaan.
Firdaus hanya diam merenungnya. Dia tidak menyangka kalau selama dua tahun ini, begitu banyak kesedihan dan kepahitan yang Shella alami dalam hidupnya. Selain terpaksa harus menikah dengan duda tua demi melunasi hutang-hutang ayahnya, dia juga kehilangan kedua orang tua yang sangat disayanginya.
"Shella ... apa kau tidak punya anak dari suamimu itu?" Firdaus tiba-tiba bertanya setelah keheningan menyapa ruangan itu untuk beberapa saat.
Shella kembali menegakkan kepala lantas menjawab, "Enggak, Fir. Aku memang tidak ingin punya anak dari pria itu karena aku tidak pernah mencintainya. Satu-satunya orang yang kucintai cuma kamu, Fir. Bahkan, sampai sekarang, perasaan itu tidak pernah padam."
Ruangan minimalis itu kembali hening. Firdaus hanya diam menatap Shella. Begitu pun sebaliknya.
"Apa kau juga masih mencintaiku, Fir? Apa aku masih menjadi satu-satunya di hatimu?"
Firdaus tidak menjawab pertanyaan itu. Dia tiba-tiba ragu karena dalam hidupnya sekarang ada sosok wanita lain bernama Alenna yang mengaku sebagai istrinya. Atau mungkin wanita itu memanglah istri sahnya. Bahkan sekarang, mereka juga tinggal dalam satu atap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Chu Shoyanie
waduh kalo BNR ceritaShella demikian,ya ingatan Firdaus bkln mentok di sputar Shella Krn tdk nyangka&tdk tega...
coba gmn pndpt ortunya Firdaus...🤔
2023-09-19
1
Nar Sih
jgn sampai firdaus clbk lgi dgn shela ya kak,kasihan alenna😭
2023-09-16
1
Siswanti Elie
ya ampun firr...ga ngaku2 kali emang istri kamu🤬🤬🤨gregetan bgt aq thorrr
2023-09-16
1