"Kau benar putus dengannya, Wi?" tanya Sri yang merasa penasaran.
"Iya mbak," jawab Dewi sambil tersenyum.
"Kenapa?" tanya Sri kembali.
"Hmm.. itu-----"
Sebelum Dewi menyelesaikan kalimatnya, terdengar suara David yang memanggil Ivan. Dan benar saja, tiba-tiba David ada di dekat dapur belakang.
"Wihh... kalian membuat rujak tapi tidak mau menawariku ya! Mana ini sudah tinggal sedikit," protes David, tangannya langsung ikut mencomot rujak mangga itu dan ia langsung memakannya.
Hahaha... mereka berempat pun langusng tertawa.
"Itu mbak Sri tadi yang mengajak rujakan, Tuan," ucap Nani.
"Sri .. nanti bikin kan lagi untukku!" perintah David memandang ke arah Sri.
Sri pun mengangguk mengiyakan perintah bosnya itu.
"Ayo ikut aku ke Jimbaran, Van. Ketempat Jimmy ambil barang," ajak David sambil menyerahkan kunci motornya kepada Ivan.
Ivan pun mengangguk dan langsung menerima kuncinya. Saat itu juga mereka langsung bergegas ke arah motor David terparkir.
"Wi ... jangan lupa nanti nyalain lampu depan konter ya!" perintah David sambil berjalan menuju motor.
"Iya, Ko," jawab Dewi.
David dan Ivan pun langsung berangkat, hingga motornya sudah tak terlihat lagi.
Sementara Nani...
"Yahh, habis rujaknya." Nani mencebikkan bibirnya.
"Ya habis, kan memang dimakan sejak tadi. Jika tak ingin habis, simpan saja di bawah bantalmu, Nan," canda Sri sambil tertawa.
Dewi pun ikut tertawa melihat mukanya mbak Nani yang bertambah masam.
"Lahh... Mbak Sri ini sepertinya kurang belaian, jadi tidak pas otaknya," balas Nani mengejek.
"Rujak kok disuruh taruh di bawah bantal," sahut Nani lagi kini memasang muka cemberut.
"Hmmm.." Sri hanya berdehem. Sementara Dewi ia balik menertawakan Sri.
"Ya sudah aku mau masuk dulu, siapa tau dapat yang enak - enak nanti," ucap Nani seraya berjalan meninggalkan mereka berdua.
"Dasar Nani, otaknya enak - enak terus yang dipikirkan," decit Sri lirih namun masih bisa di dengar oleh Dewi.
"Enak - enak apa yang ada di dalam sana mbak Sri?" Dengan polosnya Dewi bertanya pada Sri.
"Nanti kau tanya sama Nani sendiri saja ya," sahut Sri.
"Eh tadi kau belum jawab kenapa bisa putus dengan Ricko?" Sri kembali membahas masalah Ricko.
"Karena dia selingkuh mbak," jawab Dewi sedih.
"Kasihan yang habis di selingkuhin," ledek Sri. Namun ia hanya bercanda saja. Dewi pun langsung mengerucutkan bibirnya.
"Huhhhh, iya nih, sakit banget tau mbak jika di ingat - ingat," ujar Dewi sambil memasang ekspresi sedihnya.
"Sabar Wi, lagipula juga kau masih muda. Mudah - mudahan nanti kau mendapat ganti yang lebih baik daripada Ricko," tutur Sri menasehati.
"Iya mbak."
"Tuan David sama Nyonya Fely apa mereka tau kau pacaran dengan Ricko?" tanya Sri.
"Tau mbak. Malah Koko sering meledek ku. Tapi kalau Cece, cuek aja dia," jawab Dewi santai.
"Lagipula ya mbak, dulu Ricko sering mengajak ku duduk - duduk di depan gerbang saat malam minggu. Malah sering kepergok sama Koko. Tapi untungnya sih tidak dimarahi," ungkap Dewi, menceritakan cerita masa lalunya saat bersama Ricko.
"Konyol." Sri pun langsung tertawa. Dewi pun ikut tertawa.
"Hmm, sejak tadi mengobrol terus sampai lupa waktu ya kita," celetuk Sri.
"Astaga aku belum menghidupkan lampu depan konter mbak." Dewi berucap sambil tangannya menepuk jidatnya sendiri.
"Ya sudah sana. Pergilah ke depan. Hidupin lampunya."
Dewi mengangkat 1 jempolnya. Lalu ia pun segera berjalan ke depan. Di ambilnya kunci konter di ruang tengah, lalu setelah mendatkan kuncinya, ia langsung bergegas ke konter. Sesampainya di konter, ia pun langsung membuka gerbang besi di pintu belakang konter, lalu setelah gerbang terbuka, ia beralih membuka pintu konter bagian belakang.
Ceklek ...
"Huhu untung saja belum terlalu gelap," gumamnya pelan. Ia pun langsung masuk dan segera menyalakan lampunya. Setelah itu, ia pun kembali keluar dan tak lupa ia kembali menutup pintu dan menguncinya.
Setelah lampu konter beres, ia pun bergegas mengembalikan kuncinya ke tempat semula. Lalu ia kembali ke kamarnya.
Sesampainya di kamarnya, ia sejenak merebahkan tubuhnya di kasur. Saat ia sedang merebahkan tubuhnya, pandangannya tak sengaja terarah ke jam yang tertempel di dinding kamarnya.
"Astags, ini sudah hampir jam enam sore. Aku bahkan belum mandi," gumamnya.
"Ah tapi nanti saja lah mandinya. Lagi 5 menit." Ia pun memilih tetap rebahan di kasurnya. Karena saat ini ia masih merasa malah untuk mandi. Nanti saja mandinya, pikirnya.
***
Di tempat lain...
Bagus baru saja sampai di rumahnya. Ia pun langsung memanngil anak - anaknya.
"Anak - anak... Papa pulang," ucapnya sembari memanggil kedua anaknya. Namun tak ada sahutan dari kedua anaknya.
"Hmm.. Mungkin mereka main di kamar," gumamnya. Ia pun bergegas menuju kamar anak - anaknya. Sesampainya di kamar anak - anaknya, ia langsung membuka pintunya.
Ceklek ...
"Sayang, Papa pulang."
"Papa," sapa anak perempuannya.
Bagus pun langsung menghampiri anaknya yang sedang dudik di ranjang. Ia langsung memeluk dan mendaratkan ciuman di dahi anak perempuannya itu. Shierin pun balas memeluk papanya.
"Kak Aska ke mana, Rin?" tanya Bagus pada Shierin.
"Lagi bantu niang ( Panggilan nenek ) sebentar, Pa." Shierin menjawab.
Tak lama kemudian, Aska pun mucul dari balik pintu, ia pun langsung berjalan ke arah papa dan adiknya.
"Baru pulang, Pa?" tanya Aska.
"Iya Nak. Kau habis bantuin niang ya?"
"Iya, Pa."
"Aska sama Shierin sudah makan apa belum?"
"Sudah, Pa," jawab mereka bersama.
Aska (usia 10 tahun)
Shierin (usia 8 tahun)
"Baiklah. Kemarilah, Nak." Bagus meminta Aska ikut naik ke ranjang. Dan Aska pun langsung menurutinya.
Mereka bertiga kemudian saling bercengkrama satu sama lain. Hal ini lah yang selalu Bagus lakukan jika ia berada di rumah. Ia selalu menyempatkan waktu untuk bersama kedua anaknya.
***
Di tempat lain...
Setelah sempat malas - malasan tadi, akhirnya Dewi pun mandi juga. Kini ia baru saja selesai mandi dan berganti pakaian. Karena tak ada kegiatan apapun, ia pun memilih bersantai di kamarnya sambil bermain ponsel. Di sela - sela ia memainkan ponselnya, tiba - tiba saja ingatannya kembali tertuju pada kejadian siang tadi.
Ia kembali merasa aneh ketika mengingat Bagus yang tiba - tiba menyatakan perasaannya. Namun di dalam lubuk hatinya, sebenarnya ia juga merasa senang di sukai oleh Bagus. Karena memang selama ini Bagus sangat perhatian padanya. Terkadang ia merindukan Bagus ketika Bagus tidak datang ke konter. Entah ia rindu pada Bagus ataukah mungkin saja ia hanya rindu dengan perhatian yang selalu diberikan oleh Bagus.
"Apa aku juga menyukai Bli Gus ya? Ehh tidak - tidak. Itu tidak boleh terjadi. Bli Gus itu sudah punya keluarga," gumamnya.
"Isshh kenapa juga aku memikirkannya," gumamnya lagi. Ia memrotes dirinya sendiri karena memikirkan Bagus. Tapi tanda sadar, ia masih saja melamunkan kejadian siang tadi.
Ting...
Dewi terjingkat akibat terkejut ponselnya berdering. Padahal hanya berdering sekali saja. Dan itu pun hanya sebentar. Ia bisa langsung terkejut.
"Ada pesan?"
Ia pun segera membuka dan menbaca pesan tersebut.
{ Dewi.. tolong angkat telponnya ya. 15 menit lagi saya telpon. ~ Bagus }
"Mau apa lagi dia menelponku?" pikirnya. Ia pun memilih membiarkan pesan itu. Ia juga tak memberi pesan balasan untuk Bagus.
Namun meski begitu, ia tetap saja menatap layar ponselnya terus. Rasanya ia seperti menanti waktu 15 menit yang telah dijanjikan oleh Bagus. Mungkin tanpa ia sadari, ia menunggu telpon dari Bagus.
13 menit kemudian...
Drrttt...
Drrttt...
Saat ponselnya berdering, tanpa sadar ia spontan langsung menjawab telponnya. Saat ia mendekatkan ponsel itu ke daun telinganya, ia langsung mendengar suara Bagus.
"Hallo Wi.. sudah menunggu sejak tadi ya? Cepat sekali jawab telponnya," goda Bagus sambil terkekeh. Dalam hatinya, ia merasa sangat senang karena telponnya langsung dijawab oleh Dewi.
"Emm tidak." Dewi langsung membantahnya.
"Kebetulan lagi main ponsel tadi," kilahnya.
"Aduhh jadi gugup begini ya," batinnya.
"Bilang saja kalau memang menunggu Wi," goda Bagus kembali. Sambil ia membayangkan wajah Dewi, mungkin saat ini wajahnya menjadi merah merona seperti udang rebus. "Ahh andai kau ada disini, Wi," batinnya sambil tersenyum sendiri.
"Ya sudah kalau tidak percaya. Aku matikan saja telponnya," sahut Dewi. Ia berusaha menyangkal kegugupannya.
"Tunggu dulu, Wi. Jangan dimatikan dulu. Iya - iya saya percaya." Bagus memilih mengiyakan ucapan Dewi saja.
"Besok saya kesana ya, Wi," ucapnya kemudian.
"Tidak usah kesini! Untuk apa anda mau ke sini?"
"Lho kenapa? Kau melarang saya? Saya ke sana karena ada urusan dengan David," sahut Bagus.
"Emm itu .. anu .. iya terserah saja kalau mau ke sini. Ya sudah saya matikan dulu telponnya." Dewi semakin merasa gugup. Saking gugupnya, ia langsung mengakhiri panggilan itu sebelum Bagus menjawabnya.
"Astaga.. kenapa aku jadi lupa ya kalau dia temannya Ko David," batinnya.
"Kenapa aku jadi gugup begini sih! Memalukan!" Dewi merutuki dirinya sendiri karena ia tiba - tiba menjadi gugup saat bicara dengan Bagus.
***
Sementara di tempat lain. Bagus langsung tertawa sendiri sambil membayangka wajah Dewi yang malau - malu. Ia bisa merasakan kalau tadi Dewi merasa gugup saat bicara dengannya. Entah kenapa, ia merasa sebenarnya Dewi juga punya perasaan yang sama. Hanya saja mungkin dia belum sadar akan perasaannya itu.
"Aku jadi tak sabar menunggu hari esok. Aku ingin segera datang ke konter dan melihat wajah manismu lagi, Wi," batinnya senang. Ia pun kemudian keluar dari kamarnya, lalu menuju kamar anak - anaknya yang ada di sebelahnya. Ia ingin segera tidur agar hari esok bisa segera tiba.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Maura
visualnya thor penasaran
2023-01-31
0
OcTa Via CaMosir
nama anaknya bli bagus kaya anakku Aska😍😍
2021-04-29
0
BELVA
kaka aku kembali 3 jempol mendarat
2021-01-21
0