Karena merasa terganggu akan suara dering ponselnya, Dewi pun langsung mengambil ponselnya kembali. Ia melihat nama si penelpon itu, lalu dengan malas ia tetap menjawabnya.
"Hallo ..." Sambil meletakkan ponselnya ke dekat daun telinganya.
"Hallo, Wi. Kau sudah mau tidur ya?" tanya seseorang di sebrang telpon.
"Iya,Bli. Ngantuk sekali aku. Ada apa Bli, nelpon malam-malam begini?" sahut Dewi malas.
"Ya sudah, Wi. Kau tidur saja, kasihan. Tidak apa-apa kok, hanya ingin dengar suaramu saja."
"Aneh sekali orang ini," gumam Dewi.
"Ya sudah, Bli. saya tidur dulu ya, selamat malam."
"Selamat tidur ya, jangan lupa mimpikan saya, hehe,, selamat malam."
Belum mendapat jawaban dari Dewi, panggilan itu sudah lebih dulu di akhiri oleh Dewi.
"Ngapain sih Bli Bagus nelpon malam - malam," gumam Dewi sedikit kesal. Pasalnya ia tadi sudah hendak tidur. Tapi karena ada yang menelponnya, ia jadi menunda tidurnya.
Ya, yang menelpon barusan ialah Bagus. 2 bulan yang lalu dia meminta nomor ponselnya Dewi dengan alasan ingin bertanya tentang ponsel. Sejak saat itulah dia jadi sering menelpon Dewi. Entah ada maksud apa? Dewi masih tak mengetahuinya.
Setelah mengakhiri panggilan telponnya, Dewi kembali meletakkan ponselnya ke sembarang arah, karena rasa kantuknya sudah tak tertahankan. Ia pun kembali memejamkan kedua matanya, hingga tanpa menunggu lama ia akhirnya terlelap ke dalam mimpinya.
***
Keesokan paginya. Dewi terbangun pukul 06.00. Ia mengerjapkan kedua bola matanya perlahan, sampai akhirnya ia bisa membuka kedua matanya secara sempurna.
Kemudian ia meliukkan badannya ke kanan dan ke kiri untuk melenturkan otot-ototnya yang kaku sehabis bangun tidur. Saat merasa ototnya sudsh lentur dan nyawanya sudah kumpul sepenuhnya, ia pun beranjak bangun dari kasurnya.
Ia kemudian berdiri, lalu ia berjalan keluar dari kamarnya. Kemudian ia langsung pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Lalu setelah itu, ia segera ke depan untuk membersihkan konter sebelum tiba saatnya buka, nanti.
Setiap pagi Dewi memang selalu membersihkan konter. Sedangkan Ivan, setiap pagi ia harus mencuci mobil David setiap paginya. Jadi kedua pegawai ini, masing - masing sudah mendapat pekerjaan yang memang harus mereka lakukan setiap paginya.
°°°
Waktu sudah menunjukkan pukul 07.00. Setelah selesai membersihkan konter, Dewi pun segera bergegas ke belakang. Ia harus segera mandi dan bersiap untuk membuka konter pada jam 8 nanti.
Buka konter jam 8 pagi dan tutupnya jam 9 malam, terkadang juga bisa lebih dari jam 9 malam.
Saat konter sudah buka, Dewi dan Ivan selalu di sibukkan oleh pelanggan yang datang. Terkadang ada pelanggang yang ramah, terkadang ada juga pelanggan yang judes. Hal seperti itu sudah biasa kan? Setiap orang memang memiliki sifat yang berbeda. Jadi mau bagaimanapun pelanggannya, penjaga konter harus tetap ramah melayaninya.
Begitulah rutinitas yang selalu di jalankan oleh Dewi dan Ivan setiap harinya.
***
Hari demi berganti minggu, minggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Tanpa rerasa waktu sangat cepat berlalu. Waktu terus berlalu hingga tak terasa kini sudah 1 tahun Dewi bekerja di konter Leondy Phone. Selama setahun ia bekerja di sini, ia sudah 2 kali pulang ke kampungnya untuk melepas rindu pada ayahnya.
Jika saat libur di hari minggu ia tak pulang kampung, biasanya ia memanfaatkan waktu libur minggu ini untuk jalan - jalan, agar melepas penat dan beban pikiran akan tuntutan pekerjaan yang setiap hari ia jalani.
Seperti hari ini. Hari ini ia libur bekerja karena ini adalah hari minggu. Ia tadi sudah meminta izin pada David, untuk pergi keluar sebentar ke minimarket yang tak jauh dari rumah David.
Sesampainya di mini market, ia langsung duduk di kursi yang sudah disediakan di depan minimarket itu. Di sana ia tak sendirian. Bagus, tampak duduk di depannya. Ya, rupanya Bagus sudah lebih dulu datang sebelum ia datang.
Sebenarnya agak aneh sih kalau di fikir - fikir. Seorang Bagus, meminta Dewi untuk datang ke sini dengan alasan dia ingin mengatakan sesuatu hal yang penting. Dan dengan polosnya, Dewi pun setuju datang. Dan di sinilah mereka saat ini.
Saat Dewi baru duduk, ya kurang lebih sekitar semenitan. Bagus tiba - tiba langsung memegang tangan Dewi dengan sangat erat. Tak hanya itu saja, dia bahkan langsung mengutarakan perasaannya pada Dewi.
"Saya tidak bisa, Bli." Dewi langsung menolak. Wajahnya tampak sedikit aneh dan bingung. Bagaimana ia tidak bingung? Baru saja Bagus menyatakan perasaannya. Dan dengan percaua dirinya, Bagus meminta ia mau menjalin hubungan dengannya.
"Kenapa? Bukankah kau baru putus dengan sales motor itu? Atau kau menolak saya karena saya yang sudah tua? Jadi kau tidak mau menjadi kekasihku?" tanya Bagus sedikit kecewa.
"Bagaimana dia bisa tau kalau aku pernah punya kekasih seorang sales? Dia bahkan tau kalau sekarang aku sudah putus," batin Dewi heran.
"Bukan begitu, Bli. Lagipula bagaimana bisa anda menyukai saya, sedangkan anda sudah mempunyai istri dan anak," sahut Dewi kemudian.
"Saya tidak mau merusak rumah tangga orang lain, karena saya tau bagaimana rasanya disakiti oleh laki-laki," ujar Dewi kembali. Sungguh ia benar - benar tidak mengerti dengan jalan fikiran pria yang ada di depannya ini.
Ia pun seketika mengingat kejadian saat ia memutuskan hubunganya dengan mantannya. Ia memutuskan hubungan itu karena mantannya itu hanya memanfaatkannya saja. Dan mantannya juga sudah ketahuan selingkuh.
"Saya akan menjelaskan semuanya nanti, pada saat yang tepat," ucap Bagus.
"Maaf saya permisi dulu," balas Dewi pamit. Ia pun hendak melenggang pergi dari sana. Namun sebelum ia melangkah pergi, tanganya sudah lebih dulu di genggam oleh Bagus.
"Saya akan berusaha membuatmu menyukai saya," ucap Bagus dengan penuh percaya diri.
Dewi pun langsung menepis tangan pria itu. Ia pun segera pergi tanpa mengatakan apapun pada pria itu.
"Apakah semua pria memang seperti itu? Suka selingkuh. Apa dia tidak memikirkan perasaan wanitanya?" Dewi menggerutu.
"Bagaimana mungkin aku tidak menyadari maksud Bli Bagus selama ini," gumamnya kemudian.
"Sudahlah, untuk apa memikirkannya. Lebih baik aku pulang saja." Ia pun melenggang pergi kembali ke mesnya.
***
Di tempat lain...
Setelah mendapat penolakan dari Dewi, dan Dewi juga langsung pergi dari sana, Bagus pun ikut pergi melenggang dari tempat itu. Ia melenggang pergi mengenderai mobilnya.
Bagus tengah mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Suara dering ponsel yang mengganggu membuat dirinya terpaksa menginjak pedal rem hingga mobil itu berhenti dan menepi di jalan raya, untuk mengangkat ponsel milikknya yang masih berdering berulang kali. Kening Bagus langsung berkerut saat melihat ada satu panggilan masuk dari Yenny --- wanita yang sudah menjadi masa lalunya. Sebab, Yenny jarang sekali menelpon dirinya. Tapi hari ini, dia tiba - tiba menelpon.
"Yenny? Ada apa dia menelpon?" gumam Bagus heran.
Bagus menggeser ikon berwarna hijau pada layar ponsel, lalu meletakkan benda pipih itu mendekat ke daun telinganya.
"Ada apa menelponku, Yen?"
"Kau sekarang berada di mana?" Suara Yenny terdengar mendesak sebuah jawaban di sebrang sana.
"Di jalan. Aku mau pulang ke rumah. Ada apa memangnya?"
"Di jalan mana? Aku ingin mengajakmu bertemu sebentar. Ada hal yang harus ku bicarakan. Apakah bisa?"
Kening Bagus berkerut. "Tumben mengajak bertemu? Ada apa?" pikirnya dalam hati.
"Di Denpasar. Mau bicara soal apa?"
"Bicara penting. Temui aku sebentar ya. Di cafe Mentari."
"Ok, 30 menit lagi aku sampai."
"Baiklah." Keduanya pun sama - sama mengakhiri panggilannya setelah itu.
˚˚˚
30 menit kemudian...
Bagus yang baru sampai di cafe Mentari, ia pun segera masuk ke dalam cafe itu. Saat bari masuk, pandanganya langsung mencari Yenny. Ia pun melihat ada tangan yang melambai kearahnya, ia pun segera menghampirinya.
Saat Bagus sudah dekat dengan kursi Yenny, ia langsung di sambut hangat oleh Yenny.
"Duduk dulu, Pa." Yenny langsung bangun dari kursinya. Ia langsung memajukan wajahnya hendak cipika cipiki dengan Bagus, tetapi Bagus langsung menolaknya. Yenny pun seketika menjadi kesal.
"Ada apa kau mengajakku bertemu disini?" tanya Bagus dengan datar.
"Hmm... Tidak ada apa - apa. Aku hanya rindu dengan anak-anak, Pa." Yenny menjawab sembari tangannya bergelayut manja di lengan Bagus.
"Jika rindu, datanglah ke rumah, langsung temui mereka. Bukan malah memintaku datang kesini!" sahut Bagus masih dengan muka datarnya.
"Aku juga merindukanmu, Pa. Itu sebabnya aku memintamu datang kesini." Yenny memasang senyum indahnya.
"Apa kau tidak rindu denganku?" tanyanya kemudian, sambil ia memelaskan wajahnya.
"Cihh." Bagus langsung berdecih.
"Dimana priamu itu sampai-sampai kau kembali merindukanku?" tanya Bagus mengejek.
"Sudahlah aku minta maaf, aku akui dulu khilaf, Pa." Tanpa merasa berdosa ia dengan mudahnya minta maaf dan mengaku kalau dirinya telah khilaf.
"Bisakah kita kembali bersama demi anak-anak?" pinta Yenny penuh harap.
"Sudahlah, jangan ganggu aku lagi. Temuilah anak - anak di rumah jika kau benar - benar merindukan mereka!" tegas Bagus. Ia pun langsung pergi melenggang keluar dari cafe itu, meninggalkan Yenny. Bahkan ia belum sempat duduk dan memesan makan atau minuman. Namun mau bagaimana lagi? Ia malas berlama - lama berada di dekat Yenny.
"Kenapa menatapku? Urus saja urusan kalian masing - masing!" Yenny berseru kesal pada beberapa pengunjung cafe yang melihatnya sejak tadi. Yenny pun kemudian melangkah keluar dari cafe itu dengan perasaan sebal dan dongkol.
"Sok jual mahal ya kau sekarang. Lihat saja nanti, aku akan membuatmu kembali padaku," gumam Yenny sambil memasang senyum liciknya.
***
Di tempat lain...
Keluar dari cafe Mentari tadi, Bagus langsung pergi mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang lumayan tinggi.
"Cih! Bisa - bisanya dia meminta kembali padaku!" Sambil memukul setir kemudinya dengan keras, hingga ia tak sengaja memencet klakson mobilnya.
"Aku memang sangat mencintainya. Tapi itu dulu. Bahkan dulu aku sudah beberapa kali memberinya kesempatan, tetap saja dia mengulang kesalahannya lagi. Dan sekarang, dia ingin kembali padaku lagi. Ckc!" Bagus berdecak kesal.
"Bikin mood ku hilang saja," gerutunya kemudian.
"Lebih baik aku telpon Dewi saja. Biar moodku kembali happy," putusnya. Ia pun kembali menepikan mobilnya dan ia langsung menghentikannya. Tanpa menunggu lama, ia pun segera mengambil ponselnya dan ia langsung menekan nomor Dewi, untuk segera ia hubungi.
Tutt...
Tutt...
Tutt..
Panggilan tersambung. Namun sayangnya....
{ Maaf nomor yang anda tuju tidak bersedia menerima panggilan ini. Cobalah beberapa saat lagi }
"Siall!" umpatnya. Berulang kali ia mencoba menelpon Dewi tetapi tetap tidak dijawab oleh Dewi. Ia pun kembali meletakkan ponselnya, lalu ia kembali melajukan mobilnya menuju pulang ke rumahnya, di Tabanan.
°°°
Sementara di tempat lain, Dewi tengah berkumpul bersama Ivan, Sri, dan juga Nani di dapur. Mereka tengah berempat tengah membuat rujak mangga, dan kini mereka berempat sedang asyik menyantap rujaknya. Namun di sela keasyikan makan rujak itu, Dewi terlihat beberapa kali menggerutu sambil meriject panggilan masuk telponnya.
"Ishhh.. kenapa dia terus saja menelponku," gerutu Dewi kesal. Ia sudah beberapa kali meriject panggilan itu. Dan kini, tampaknya ponselnya sudah tak berdering lagi.
"Siapa yang menelponmu, Wi?" Ivan bertanya.
"Tidak kau jawab? Kasihan sekali itu penelpon," godanya kemudian.
"Kepo," jawab Dewi, datar.
"Cari kekasih, Van. Biar tidak kepo," goda Sri dan Nani.
"Aku sudah memiliki kekasih, Mbak. Dia di kampung sekarang. Pejuang LDR ini," jawab Ivan bangga.
"Benarkah?" goda Dewi, ia tampak tidak percaya.
"Pantas saja tidak pernah plong mukamu, Van. Kekasihnya jauh, jadi mana bisa lega," goda Nani kemudian ia langsung tertawa.
Sri pun ikut tertawa sambil menggeleng gelengkan kepalanya. Sedangkan Ivan sendiri langsung tersenyum penuh arti. Sementara Dewi, ia memilih diam karena ia tak begitu paham kemana arah obrolan mereka itu.
Nani dan Sri adalah asisten rumah tangga di rumah ini. Nani berusia 29 tahun, ia memang sedikit berani orangnya. Bahkan kata Sri, Nani juga menjalin hubungan dengan kakaknya Fely yang tinggal dirumah ini juga, bahkan Nani juga sering keluar masuk kamarnya Tuan Jerry (kakak Fely) pada malam hari.
Sedangkan Sri sudah berusia 37 tahun, ia sudah memiliki suami yang tinggal dikampung.
"Wi..." Ivan kembali beralih pada Dewi.
"Apa?"
"Pasti tadi Ricko yang menelponmu ya. Itu sebabnya kau tolak." Ivan masih penasaran dengan penelpon yang terus Dewi tolak sejak tadi.
"Kenapa kau jadi kepo sih?" sahut Dewi sambil tertawa.
Ivan pun hanya berdehem, "Hmmm."
Bicara soal Ricko...
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Dhina ♑
What?? Begitu ya, hubungan mereka?
Kox pada ngawur 🤦🤦
2021-08-03
0
BELVA
klo blh kpan2 mampir juga ka di karya
#gadis imut diantara dua raja rimba
mksh ya ka
2021-01-18
1
Mommy Rara
kasian juga ya sama bagus.. tapi cinta emang gak bisa dipaksakan....
2020-12-25
1