CLB(t)K 6

"Ibu, bisakah ibu kesini? Aku sakit dan kak Damar tidak bisa di hubungi," ucap Annisa saat menelfon ibunya.

"..........."

"Baiklah, aku tunggu bu." Annisa kemudian mematikan sambungan telfonnya.

Sudah seminggu berlalu semenjak pembicaraan mereka berdua tempo hari. Sejak pembicaraan malam itu hubungan mereka semakin renggang dan seperti tidak bisa di perbaiki kembali.

Annisa pun mulai membebani dirinya dengan pemikiran-pemikiran negatifnya, semua hal yang terjadi membuat daya tahan tubuhnya melemah, di tambah lagi ia sering melewatkan jam makan, sepanjang hari ia hanya melamun memikirkan nasib rumah tangganya.

Hingga akhirnya tubuhnya sudah tidak dapat menanggung tingkah Annisa lagi, ia sakit saat hubungannya dengan Damar sudah di ujung tanduk. Ingin rasanya meminta tolong pada suaminya, tapi egonya membuat Annisa lebih memilih untuk menghubungi ibunya daripada suaminya.

Dan disinilah dia sekarang, berbaring di atas ranjang rumah sakit dengan jarum infus yang tertancap di tangannya. Annisa sakit, asam lambungnya tinggi dan typus juga menghinggapinya.

"Kenapa bisa sampai begini?" Lisa mendekat ke arah anaknya. Ia yang awalnya sedang bersiap-siap untuk menemani Hendra suaminya pergi keluar kota dan tiba-tiba anak perempuannya menelfon dan berkata bahwa ia sedang sakit.

Lisa kemudian secepatnya menyuruh Andi adik Annisa untuk mengantarnya ke apartemen Annisa, dan saat ia sampai anaknya sudah lemas tak berdaya di atas sofa ruang tamu apartemennya.

"Bisakah ibu jangan marah-marah dulu? Aku sedang sakit ini!" Annisa masih sempat protes kepada ibunya. Annisa tau pasti ia akan kena omel ibunya, tapi Annisa harap ibunya tidak mengomel sekarang.

"Bagaimana ibu tidak marah? Kau itu jarang menelfon ibumu sendiri selama menikah, kau juga tidak pernah menanyakan kabar ayah dan ibumu lalu sekarang tiba-tiba kau menelfon dan bilang sedang sakit ibu sampai tergopoh-gopoh kesini demi anak yang tidak pernah menanyakan kabar orang tuanya!" Lisa mulai mengomeli anaknya.

"Iisshhhh..... ibu ayolah jangan memarahiku dulu," pinta Annisa memelas tapi terlihat lengkungan senyum menghiasi wajah cantiknya saat bertemu dengan sang ibu.

"Istirahat saja dulu, ibu mau membeli makanan!"

Sesaat setelah ibunya keluar dari kamarnya Annisa kembali merenung dengan hal yang terjadi di dalam pernikahannya.

Annisa sengaja tidak memberitahu Damar bahwa ia sedang sakit hingga di rawat di rumah sakit.

Annisa tidak ingin Damar berpikir bahwa ia hanya perempuan yang bisanya hanya merengek dan menangis.

"Kenapa melamun?" Tanya bu Lisa saat melihat anaknya melamun sedih.

"Tidak. Siapa yang melamun?" Sangkal Annisa.

"Aku ibumu, kau itu tidak bisa membohongiku!" Bu Lisa menatap anaknya tajam sambil bersedekap dada.

"Apa sih bu, siapa yang berbohong?" Annisa tetap tidak mau mengaku.

"Telfon suamimu, suruh dia membawakan baju untukmu!" Perintah Bu Lisa pada anaknya. Annisa hanya diam tidak menyahut perkataan ibunya.

Annisa berbohong dengan mengatakan suaminya tidak nisa di hubungi, karena pada kenyataannya Annisa enggan menghubungi suaminya itu.

"Kenapa hanya diam?" Tanya bu Lisa penasaran, suaranya mulai melunak karena sadar bahwa sesuatu sedang putrinya sembunyikan.

"Aku tidak bisa menghubungi kak Damar bu," Annisa berkilah.

"Benar? Kau tidak berbohong?" Tanya bu Lisa kembali. Annisa memalingkan wajahnya, menahan desakan air mata yang bisa menetes jika ia membuka suaranya.

Terlalu berat rasanya untuk berkata pada ibunya, tapi ia juga tidak bisa membohongi ibunya.

"Annisa?" Panggil bu Lisa lirih,

"Bu........" dan Annisa sudah tidak bisa membendung air matanya, Annisa akhirnya menceritakan segalanya tentang rumah tangganya selama ini, hanya masa lalu Damar yang tidak ia ceritakan.

Bu Lisa menyimak perkataan anaknya tanpa menyela sama sekali, ia mendengarkan seluruh keluh kesah anaknya sambil menahan tangis agar anaknya tidak melihat bahwa ibunya bersedih saat anak perempuannya sedang terluka.

"Tidak apa-apa, jangan menangis, anak ibu pasti kuat kan? Ada ibu, ayah dan juga Andi kan?" Bu Lisa memeluk anaknya yang sedang menangisi nasibnya.

"Ibu maafkan aku," ucap Annisa di sela tangisnya.

"Tidak apa-apa! Tidak apa-apa nak, ada ibu disini, jangan menangis!" Bu Lisa mengelus rambut anaknya agar Annisa lebih tenang.

"Ibu yang akan mengambil bajumu, kamu tidak apa-apa ibu tinggal sendiri?" Tanya bu Lisa memastikan. Annisa menganggukkan kepalanya.

...****************...

Tok....tok....tok.....

Damar membuka pintu apartemennya, ia terkejut saat melihat ibu mertuanya di balik pintu apartemennya.

"Ibu?" Damar mempersilahkan ibu mertuanya untuk masuk ke dalam apartemennya. Setelah mencium tangan mertuanya ia mempersilahkan mertuanya untuk duduk.

"Sebentar aku panggilkan Annisa bu," ucap Damar.

"Tidak usah repot-repot, bisa tunjukan kamar Annisa?" Bu Lisa berkata to the point.

Damar terkejut, tapi ia tetap menunjukan dimana kamar istrinya.

Bu Lisa segera masuk dan mengambil koper yang berada di pojok lemari milik Annisa, selanjutnya ia menata beberapa baju Annisa ke dalam koper.

"Ada apa bu? Kenapa ibu membawa baju-baju Annisa?" Tanya Damar yang tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.

"Tunggu saja di ruang tamu, setelah ini selesai ibu ingin berbicara padamu!" Ucap bu Lisa.

Damar menuruti perkataan mertuanya, ia berbelok dulu ke arah dapur membuat minuman untuk mertuanya.

Setelah selesai mengemas baju Annisa, bu Lisa beranjak ke ruang tamu untuk berbicara dengan menantunya.

"Aku tau apa yang terjadi di antara kalian berdua," ucap bu Lisa membuka percakapan.

"Aku tidak menyalahkan mu aku juga tidak menyalahkan Annisa, jika ada yang harus disalahkan itu pasti kami para orang tua yang sudah memaksakan ego dan kehendak kami pada kalian," lanjutnya.

"Maafkan aku bu," ucap Damar menunduk.

"Tidak apa-apa, walaupun tidak di pungkiri aku sangat marah dan sedih karena hal ini, tapi sebagai orang tua aku juga harus bisa melihat dari berbagai sudut pandang." Bu Lisa mengambil cangkir teh di depannya dan meminumnya sedikit.

Damar terus saja menunduk mendengar kalimat-kalimat ibu mertuanya itu.

"Aku menyerahkan segala keputusan pada kalian, tapi jika kalian ingin berpisah tolong kembalikan Annisa baik-baik, kau memintanya baik-baik jadi kembalikan dengan baik juga pada kami!" Bu Lisa berkata seraya bangkit dari duduknya.

"Bu, apa boleh aku mengantar ibu?" Tanya Damar saat melihat mertuanya bangkit dari duduknya.

Bu Lisa sedikit berfikir sebelum akhirnya mengangguk memperbolehkan Damar mengantarnya.

Jika di pikirkan lagi tidak ada salahnya Damar ikut ke rumah sakit tempat Annisa di rawat, mungkin saja setelah ini ada harapan baik untuk rumah tangga mereka berdua kedepannya.

"Ayo bu!" Ajak Damar saat ia sudah siap untuk berangkat.

Koper milik Annisa juga akhirnya Damar yang membawanya, walau bagaimanapun ia tidak ingin ibu mertuanya kerepotan, bisa-bisa ia di cap menantu durhaka nantinya.

Episodes
1 CLB(t)K 1
2 CLB(t)K 2
3 CLB(t)K 3
4 CLB(t)K 4
5 CLB(t)K 5
6 CLB(t)K 6
7 CLB(t)K 7
8 CLB(t)K 8
9 CLB(t)K 9
10 CLB(t)K 10
11 CLB(t)K 11
12 CLB(t)K 12
13 CLB(t)K 13
14 CLB(t)K 14
15 CLB(t)K 15
16 CLB(t)K 16
17 CLB(t)K 17
18 CLB(t)K 18
19 CLB(t)K 19
20 CLB(t)K 20
21 CLB(t)K 21
22 CLB(t)K 22
23 CLB(t)K 23
24 CLB(t)K 24
25 CLB(t)K 25
26 CLB(t)K 26
27 CLB(t)K 27
28 CLB(t)K 28
29 CLB(t)K 29
30 CLB(t)K 30
31 CLB(t)K 31
32 CLB(t)K 32
33 CLB(t)K 33
34 CLB(t)K 34
35 CLB(t)K 35
36 CLB(t)K 36
37 CLB(t)K 37
38 CLB(t)K 38
39 CLB(t)K 39
40 CLB(t)K 40
41 CLB(t)K 41
42 CLB(t)K 42
43 CLB(t)K 43
44 CLB(t)K 44
45 CLB(t)K 45
46 CLB(t)K 46
47 CLB(t)K 47
48 CLB(t)K 48
49 CLB(t)K 49
50 CLB(t)K 50
51 CLB(t)K 51
52 CLB(t)K 52
53 CLB(t)K 53
54 CLB(t)K 54
55 CLB(t)K 55
56 CLB(t)K 56
57 CLB(t)K 57
58 CLB(t)K 58
59 CLB(t)K 59
60 CLB(t)K 60
61 CLB(t)K 61
62 CLB(t)K 62
63 CLB(t)K 63
64 CLB(t)K 64
65 CLB(t)K 65
66 CLB(t)K 66
67 CLB(t)K 67
68 CLB(t)K 68
69 CLB(t)K 69
70 CLB(t)K 70
71 CLB(t)K 71
72 CLB(t)K 72
73 CLB(t)K 73
74 CLB(t)K 74
75 CLB(t)K 75
76 CLB(t)K 76
77 CLB(t)K 77
78 CLB(t)K 78
79 CLB(t)K 79
80 CLB(t)K 80
81 CLB(t)K 81
82 CLB(t)K 82
83 CLB(t)K 83
84 Pengumuman
85 CLB(t)K 84 (Epilog)
Episodes

Updated 85 Episodes

1
CLB(t)K 1
2
CLB(t)K 2
3
CLB(t)K 3
4
CLB(t)K 4
5
CLB(t)K 5
6
CLB(t)K 6
7
CLB(t)K 7
8
CLB(t)K 8
9
CLB(t)K 9
10
CLB(t)K 10
11
CLB(t)K 11
12
CLB(t)K 12
13
CLB(t)K 13
14
CLB(t)K 14
15
CLB(t)K 15
16
CLB(t)K 16
17
CLB(t)K 17
18
CLB(t)K 18
19
CLB(t)K 19
20
CLB(t)K 20
21
CLB(t)K 21
22
CLB(t)K 22
23
CLB(t)K 23
24
CLB(t)K 24
25
CLB(t)K 25
26
CLB(t)K 26
27
CLB(t)K 27
28
CLB(t)K 28
29
CLB(t)K 29
30
CLB(t)K 30
31
CLB(t)K 31
32
CLB(t)K 32
33
CLB(t)K 33
34
CLB(t)K 34
35
CLB(t)K 35
36
CLB(t)K 36
37
CLB(t)K 37
38
CLB(t)K 38
39
CLB(t)K 39
40
CLB(t)K 40
41
CLB(t)K 41
42
CLB(t)K 42
43
CLB(t)K 43
44
CLB(t)K 44
45
CLB(t)K 45
46
CLB(t)K 46
47
CLB(t)K 47
48
CLB(t)K 48
49
CLB(t)K 49
50
CLB(t)K 50
51
CLB(t)K 51
52
CLB(t)K 52
53
CLB(t)K 53
54
CLB(t)K 54
55
CLB(t)K 55
56
CLB(t)K 56
57
CLB(t)K 57
58
CLB(t)K 58
59
CLB(t)K 59
60
CLB(t)K 60
61
CLB(t)K 61
62
CLB(t)K 62
63
CLB(t)K 63
64
CLB(t)K 64
65
CLB(t)K 65
66
CLB(t)K 66
67
CLB(t)K 67
68
CLB(t)K 68
69
CLB(t)K 69
70
CLB(t)K 70
71
CLB(t)K 71
72
CLB(t)K 72
73
CLB(t)K 73
74
CLB(t)K 74
75
CLB(t)K 75
76
CLB(t)K 76
77
CLB(t)K 77
78
CLB(t)K 78
79
CLB(t)K 79
80
CLB(t)K 80
81
CLB(t)K 81
82
CLB(t)K 82
83
CLB(t)K 83
84
Pengumuman
85
CLB(t)K 84 (Epilog)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!