"Lo masih ingat ciri-cirinya tuh cewe, ga?" tanya Albara meminta kejelasan.
"Ada lesung pipinya, karna pas gua ketemu tuh cewe, dia lagi posisi senyum ke temennya, terus ada tahi lalat di dekat bibirnya, dia juga punya tahi lalat pipi sebelah kanan, mata dia tuh sayu, badannya ramping banget, kulitnya gak putih dan gak hitam juga, pokoknya dia manis deh."
"Bisa ga, lo gambarkan ke gua? Terus besok kita berpencar cari tuh cewe." perintah Albara, kemudian beranjak dari tempat duduknya untuk pulang ke kediamannya.
"Akhirnya lo ngasih solusi juga, lo kebiasaan main-main dulu kalo orang lagi serius, kan tinggal lo kasih tau gua solusinya."
"Yailah, bro, kan gua emang gitu." balas Albara sambil menepuk pundak Antama kemudian melangkah keluar untuk pulang ke rumahnya.
"Besok jam 08.00 pagi, kita gas."
"Oke, jangan lupa gambarkan mukanya." ujar Albara memberi peringatan kepada sahabatnya itu. Kemudian hanya dibalas deheman oleh Antama seakan mengiyakan peringatan Albara.
Malam pun tiba, setelah melakukan tugas yang disuruh Albara tadi, dia merasa hampa, tak ada yang Antama lakukan setiap malam selain duduk di ruang keluarga sambil menonton acara televisi kesukaannya, terkadang malah berbalik menjadi televisi yang menonton Antama. Di setiap malam, Antama selalu saja memikirkan bagaimana nasibnya ke depan, seakan tak ada tujuan, mau ke sini salah, mau ke sana pun juga salah.
terlebih lagi dengan keluarganya, orang-orang yang Antama harap bisa menjadi support system seratus persen justru malah menjadi penghancur mental Antama, dia selalu membayangkan betapa indahnya jika kedua orangtuanya berada di dekatnya, memakan cemilan sambil bersenda gurau menyaksikan acara televisi favorit mereka hingga lupa waktu, hingga lupa bahwa kehidupan itu tidak sepenuhnya menyedihkan, kehidupan itu tak selamanya menyebalkan, hingga mereka lupa dengan masalah yang sedang mereka hadapi, dan merasa bahwasanya dunia walaupun sedang tidak baik-baik saja, masih selalu ada orang yang menguatkan.
......................
Matahari mulai menampakkan cahayanya, sepertinya hari ini akan cerah. Walaupun tak secerah hari antama yang belum bertemu dengan sang pujaan hatinya.
Perlahan-lahan cahaya matahari menyeruak masuk ke dalam kamar Antama, matanya seakan dipaksa untuk bangun secepatnya.
Terbangunlah dirinya, masih setengah sadar kemudian dia baru ingat dan terkaget ketika baru sadar ternyata pagi ini dia akan mencari sosok wanita yang sepertinya tidak sabar untuk dia temui.
setelah membersihkan dirinya, dia pun memakai baju terbaik yang dia miliki. Setelah baju yang terlihat bermerk ia kenakan, juga memakai kemeja panjang di bagian luarnya, dan tidak lupa pula, topi selalu melekat di kepalanya. Antama ini adalah potongan pria bertubuh ideal, jangan tanya lagi seperti apa bentuk tubuhnya, sudah jelas dia seorang yang jago bela diri. Bagaimana mungkin memiliki badan yang pas-pasan. Setelah semua selesai, tidak lupa antama menarik topinya ke bawah agar menutup matanya, mungkin sebagian orang bingung mengapa antama sering sekali melakukan hal itu, jawabannya adalah karena dia merasa tidak percaya diri karena matanya sipit, terlebih lagi ketika kena matahari, entah apakah masih terlihat bahwa dia punya mata atau tidak.
Kamar Antama berada tepat di lantai dua bagian tengah, baru saja menuruni tangga, Antama melihat sosok di lantai bawah, merasa bingung, Antama langsung saja mendatanginya.
Tanpa basa basi, Antama langsung saja bergumam, "Enak ya, pulang ke rumah cuma pas lagi butuh ibu doang." bisa dibayangkan sedatar apa wajah Antama ketika berujar seperti itu.
"Papa pulang bukan karna lagi butuh mama, papa kangen sama kalian berdua." sanggah papanya dengan tenang.
"Kangen? Baru kali ini Tama denger kata kangen yang keluar dari mulut papa, ngomong-ngomong diajarin, ya, Ngomong sok manis gitu sama mama?" sindir Antama sambil berjalan menuju ruang tamu, hendak berpamitan kepada sang ibu.
"Bu, aku pamit dulu, ya, mau keluar agak lama, ada urusan."
"iya, Nak, pulangnya jangan larut mala-" Belum selesai ibunya berbicara, sang papa langsung saja memotong pembicaraan, "Alah paling mau ngajak orang tawuran itu, Mah."
"Aku gak se bajingan Papa, ya! Bilang aja iri kan karena aku Sayang sama ibu sedangkan ke papa nggak. Ngaca dong, papa tuh nanya aku udah makan atau belum aja gak pernah!" ucap Antama segera keluar dengan amarah yang membludak.
sementara itu sang ayah masih saja berbicara menurut pendapatnya, "Itu anak belum tau kalo hidup jahat kali ya, Mah?" ujarnya meminta persetujuan kepada sang istri dan hanya di balas deheman kemudian mereka saling bercerita satu sama lain layaknya suami istri pada umumnya.
Setelah mengeluarkan mobil dari bagasi, antama sempat teringat, bahwa semalam dirinya tertidur di depan televisi, tetapi kenapa kemudian saat bangun dia sudah di atas kamar? Siapa yang telah memindahkannya? Kalau jin tentu tidak mungkin.
Saat masih setia memikirkan siapa yang membawanya ke kasur tadi malam, Albara langsung saja mengagetkan sahabatnya itu.
"Woi!!!" teriaknya dengan keras tepat di telinga Antama.
"As, tagfirullah halazim." Kagetnya sambil menoleh ke arah suara.
"Alah bilang aja Lo mau bilang asu, kan?" Kekeh Albara yang masih saja menertawai hal tadi.
Sok tau, lu! Udah cepet naik." perintah Antama segera menyalakan mesin mobilnya kemudian berjalan keluar gerbang rumahnya.
Di tengah perjalanan, Antama sibuk dengan pikirannya sendiri, masih saja memikirkan siapa yang memindahkan dirinya. Kecurigaannya tertuju pada satu orang, yakni ayahnya.
"Emang bisa, ya, kita ngelindur jalan ke kamar sendirian?" tanya Antama penuh selidik.
"Bisa aja, tapi jarang kejadian, soalnya biasanya pasti ada aja yang bawa." jawab Albara seadanya, kemudian melanjutkan kembali ucapnya, "Emang kenapa?"
"Semalem gua ketiduran di depan televisi, terus pas gua bangun kok udah ada di kamar aja, itu yang gua herankan, ibu gua ga mungkin, mana kuat dia bawa gua ke kamar." ucapnya dengan penuh penjelasan.
"Emang nggak ada orang lain di dalam rumah?" tanya Albara yang sepertinya juga ikut bingung dengan yang Antama pikirkan.
"Ada, sih, tapi gak mungkin sama sekali dia ngelakuin itu dan nggak masuk akal kalau dia ngelakuin itu. Ya kali Ayah bawa gua ke kamar, seumur-umur aja gua nggak pernah ditanyain Udah makan apa belum, ga masuk akal, kan, kalau dia pelakunya?" ujar Antama menyanggah duluan ucapan Albara yang pasti ujung-ujungnya akan menduga bahwa sang ayah lah yang telah memindahkan dirinya. Sepertinya Antama sudah terlanjur trust issue kepada sang ayah, hingga dia tak percaya bahwa ayahnya akan begitu sayang padanya, yang Antama tau adalah ayahnya hanya memberikan uang dan uang, tak pernah kasih sayang.
"Tapi bisa aja dia, kan? Lagian lo kenapa se anti gitu sih sama bapak sendiri?"
"Lu ga ngerasain jdi gua, jadi Lo gabakal ngerti." sinis Antama dengan mata datar khas yang ia miliki.
TO BE CONTINUE
Selamat membaca, terima kasih
Salam biru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments