Pagi hari telah tiba, Kayana audah bangung sejak tadi. Dia duduk menghadap jendela seorang diri, memandangi dedaunan yang basah terguyur hujan yang turun rintik-rintik. Angin yang berhembus masuk ke dalam kamarnya diikuti bias air hujan menyapu wajahnya.
*Ibu. . .Ayah. . .Aku merindukan kalian, ingin rasanya aku ikut dengan kalian. Tapi takdir tak menghendakinya. . Anakmu sekarang sedang mengandung, doakan semoga aku bisa menjadi orangtua yang baik seperti kalian, menjadi Ibu yang sabar seperti Ibu. . . .
Jika suatu saat aku harus pergi dari rumah ini, aku mohon kalian jangan marah kepadaku, aku sudah menuruti kemauan kalian untuk menikah dengannya. Tapi dia sudah ada wanita lain di hatinya Yah, Bu*.
Aku tidak apa, aku hanya ingin melanjutkan hidupku berdua bersama anakku kelak jika saat itu telah tiba. . .
Air matanya menetes tak mau kalah dengan air hujan yang turun semakin deras. Kayana segera menutup jendelanya sebelum tampias hujan membasahi kamarnya. Kayana memilih untuk kembali ke atas kasur dan duduk dengan setengah badan masuk ke dalam karena udara semakin dingin.
Kayana mengambil buku tabungan peninggalan ibunya di nakas dekat ranjang. Tertera angka 24 juta disana, meski kehidupan mereka terbilang sederhana tapi Ibu selalu menyisihkan sedikit uang yang di berikan Ayah untuk kuliah Kayana. Tapi Kayana memilih untuk bekerja saja, karena dia tidak ingin menambah beban kedua orangtuanya yang sudah merawatnya dengan sangat baik.
Maaf jika suatu saat dengan terpaksa aku memakai uang ini, aku ingin membuka usaha kecil-kecilan untuk menopang kehidupanku bersama anakku. . .Tabunganku juga sudah bertambah dari gaji kerjaku dan juga tambahan dari Tuan Gavin. Aku tinggal menunggu usia kandunganku sudah banyak dan kuat supaya aku tidak membayakan si kecil yang masih lemah ini. . . .
Tokk. .. tokk. ..tokk.. ..
"Nona. . .sarapan sudah datang. . ." Ujar Bu Ti masuk ke dalam kamar dan langsung menuju meja kecil di kamar Kayana.
"Iya Bu. ." Ucap Kayana turun dari atas kasur.
"Nona kenapa menangis?" Tanya Bu Ti yang melihat wajah Kayana masih sembab dan hidungnya yang merah.
"Tidak, hanya sedang rindu dengan Ayah dan Ibu. . ." Ucap Kayana.
"Nona yang sabar ya. . ." Ujar Bu Ti merasa iba.
"Terimakasih Bu. . " Ucap Kayana memaksakan untuk tersenyum.
Gadis yang malang, seharusnya dia hidup dengan bahagia bersama Tuan Gavin, tapi entah apa yang membuat mereka seperti dua orang asing yang tidak mengenal satu sama lain.
"Kalau begitu saya permisi Nona." Ucap Bu Ti.
"Terimakasih Bu Ti. . ." Ucap Kayana.
Kayana duduk menghadap meja kecil yang sudah di penuhi dengan mangkuk, piring dan gelas. Tanpa menunggu lama Kayana langsung menyendok semangkuk sup hangat yang lezat buatan Bu Ti.
Hmm. . .lezat sekali sup ini. . .Pantas saja Bu Ti di pekerjakan disini. Rupanya tangan dia begitu lincah dan sangat berbakat membuat perutku semakin hangat...
Kayana melanjutkan menyendok beberapa makanan di piringnya dan dibarengi dengan memakan buah untuk mengurangi sedikit rasa mualnya. Satu persatu piring dan mangkuk dai hadapannya tersapu bersih tanpa sisa sedikitpun.
Aku sebaiknya pergi mandi, sebelum rasa malam ini menjalar ke seluruh badan dan membuatku malas untuk bergerak lagi. Nak. . .mandi yuk. . .
Kayana melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, dan segera menyalakan air hangat di dalam bathup tak lupa dia menambahkan beberapa sabun dan campuran lainnya serta lilin kecil yang sudah bertengger di samping bathup.
Sementara itu. . . .
Hujan ini seketika mengingatkanku padanya. Dulu kita berlarian di tengah hujan lebat. . . .Apakah kau masih ingat? Dulu kau sangat suka dengan hujan. . .Apakah disana juga sedang hujan?
Jarum jam telah menujukkan pukul 6.50, Gavin segera menjauhi jendela kamar yang sudah ditutup kembali. Sudah waktunya dia turun untuk sarapan dan bergegas pergi ke Perusahaan. Lagi-lagi Gavin menatap ke pintu kamar Kayana yang selalu tertutup.
Sampai kapan dia akan seperti ini. . Semoga dia baik-baik saja. . .
Gavin menuruni anak tangga dan segera menuju meja makan. Melihat Agil yang baru masuk, ia segera meminta Agil untuk menemaninya sarapan.
"Agil. . temani aku sarapan. . . " Ujar Gavin.
"Tapi Tuan. . ." Ucap Agil.
"Temani aku atau aku tidak akan sarapan pagi ini." Ujarnya lagi memaksa.
"Baik Tuan. . ." Ujar Agil.
Cihh. . kenapa Tuan Gavin jadi sensitive sekali. ..
Agil duduk dan menemani Tuan Gavin unruk sarapan, mereka menyuap makanan tanpa bersuara seperti sedang ada perang dingin. Sesekali Agil melirik wajah Tuan Gavin yang tidak dapat diartikan pagi itu.
Selesai sarapan, Gavin segera berjalan ke halaman rumah diikuti oleh Agil di belakangnya. Mobil melaju dengan kecepatan sedang, saat di tengah jalan tiba-tiba Gavin meminta Agil untuk menghentikan mobilnya dan meminta Agil turun untuk membeli dagangan yang ia tunjuk.
"Agil berhenti. . ." Ujar Gavin menepuk pundak Agil secara tiba-tiba.
settt....
Agil mengerem mobil secara mendadak membuat Gavin hampir terlempar ke kursi depan.
"Ada apa Tuan? Apakah ada yang tertinggal?" Tanya Agil.
"Tidak. . " Ujarnya kembali duduk di kurai belakang.
"Lalu ada apa Tuan menyuruh saya berhenti?" Tanya Agil.
"Aku ingin meminta tolong padamu. . . kau mau kan?" Tanyanya memohon seperti anak kecil.
Lahh?? Tuan Gavin kenapa jadi seperti anak kecil? Biasanya juga dia memintaku tanpa memohon seperti ini. . .dasar aneh...
"Memang Tuan ingin meminta tolong apa pada saya?" Tanya Agil.
"hmm itu. . . " Ujar Gavin menunjuk.
Apa aku tidak salah lihat? Astaga. . . Atau saat mandi kepalanya sedikit terbentur?
"Baik Tuan, kalau begitu saya turun dulu untuk membelinya." Ujar Agil melepas sabuk pengamannya.
"Beli yang banyak, mulai sekarang kau harus membeli itu sampai aku bosan." Ujar Gavin.
"Tapi besok saya ke Belanda Tuan. . ." Ucap Agil.
"Ah benar juga. .. " Gumamnya sedikit kecewa.
"Biar besok staff saya yang membelikannya untuk Tuan." Ujar Agil.
"Terimakasih Agil" Ujar Gavin tersenyum dengan manis.
Aiihhh. . . Sepertinya kepala Tuan Gavin benar-benar terbentur. . .baiklah nanti aku akan menghubungi Bayu untuk memeriksanya di Perusahaan. . .Aku tidak ingin Tuan Gavin yang seperti ini, ini lebih mengerikan. . lebih baik aku melihat wajah dingin dan tatapan yang membunuh, itu lebih cocok untunknya.
Agil turun dari mobil dan mendekati gerobak yang Tuan Gavin tunjuk tadi. Sesuai permintaannya Agil membeli dalam jumlah banyak membuat penjualnya kegirangan karena masih pagi dagangannya sudah ludes.
"Mulai hari ini, setiap hari siapkan dalam jumlah banyak. Besok orang suruhanku yang akan mengambilnya." Ujar Agil.
Apakah dia juga berjualan? Waahhh. . . tidaa apa kalau dia juga berjualan, setidaknya dia membelinya dariku. . . Anggap saja aku sudah menkadi juragannya. Dan dia pelangganku. . . .
"Baik . . baik Tuan. . .terimakasih banyak." Ujar penjual.
"Pastikan kualitas terbaik, jangan kecewakan atasanku atau kau akan masuk penjara karena membongiku " Ujar Agil membuat senyuman di wajah sang penjual hilang berubah menjadi pucat pasi.
"Ba. . baik Tuan. . ." Ucapnya.
"Ini uang untuk satu minggu. . . .Untuk minggu depannya akan saya berikan lagi." Ujar Agil mengeluarkan puluhan lembar uang seratus ribuan. "Lihat kesini. . . ." Ucap Agil memotret wajah penjual dengan tiba-tiba. Ini akan aku jadikan barang bukti jika kau berbohong." Ujar Agil lagi.
"Ba. . .baik Tuan. . saya tidak akan berbohong. . ." Ucapnya.
Agil segera kembali ke dalam mobil dimana Tuan Gavin sudah menunggu dan melihatnya sejak ia keluar dari dalam mobil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
re
Dan kembali Agil kena menuntaskan ngidam suami istri
2021-06-24
0
αƳƳ℧࿐
gavin jdi ikutan ngidam it 😂😁
2020-12-24
0
Ika Khan Dewy
gavin ngidam tu...🤣🤣🤣
2020-10-04
1