Alma membuka matanya perlahan - lahan. Saat matanya terbuka, Alma mendapati dirinya berada di ruangan yang serba putih dan disebelahnya duduk seorang gadis manis dengan pandangan tertuju kearah ponsel yang ada di tangannya.
"Kak Alma? Sudah sadar ya?" tanya gadis tersebut setelah mengetahui Alma sadar.
"Nia? Kakak ada dimana ya?" tanya Alma seraya memegang kepalanya yang masih terasa nyut - nyutan.
"Kak Alma sekarang ada dirumah sakit." jawab Nia sembari mengelus lengan kakak iparnya itu.
Alma terdiam sejenak, ia mencoba mengingat kejadian disaat sebelum ia jatuh pingsan. Dan ingatannya tertuju kepada Rifan, suaminya yang beberapa hari belakangan ini selalu menyakitinya. Rifan dengan tega mengurung Alma didalam kamar berjam - jam, sebelum itu ia sempat memaksa dan menyeret Alma dari kampus menuju keparkiran karena ia salah paham dengan apa yang ia lihat saat itu. Alma mencoba untuk menjelaskan, tapi tidak diberi kesempatan sama sekali. Rifan tetap menyalahkannya dan malahan mengeluarkan perkataan yang menyakiti hati Alma. bahkan ia berniat menyuruh Alma untuk berhenti kuliah. Jika mengingat hal itu, benar - benar membuat Alma merasa tidak rela. Ia masih ingin kuliah, masih banyak cita - cita yang ingin diwujudkannya.
Setelah itu, Rifan dengan seenak hatinya kembali mengurung Alma didalam kamar. Alma tidak menyangka Rifan akan tega menyakitinya seperti ini, Alma merasa Rifan tidak lagi peduli terhadapnya bahkan terhadap janin yang ia kandung saat ini. Sampai saat sekarang pun, Alma sama sekali tidak melihat keberadaan suaminya itu. Bukankah seharusnya dia yang ada di samping Alma? Menemani Alma sampai sadar dari pingsannya? Tapi, kenyataannya tidak lah begitu. Entah kemana keberadaan suaminya itu saat ini.
"Nia ya yang bawa kakak kerumah sakit?" tanya Alma ke adik iparnya itu.
"Bukan kak, Bang Rifan yang bawa kak kesini. Tadi itu, bang Rifan panik sekali melihat kak Alma pingsan. Terus dia minta tolong Nia untuk siapkan mobil biar bisa bawa kakak kerumah sakit. Wajah kakak tadi pucat sekali, badan kak pun terasa dingin. Bang Rifan takut kak Alma kenapa - napa." jelas Nia menceritakan kronologisnya.
"Bang Rifan panik lihat kak pingsan?" tanya Alma dengan nada tak percaya. Padahal Alma merasa Rifan tidak mempedulikannya lagi, tapi mendengar cerita Nia barusan membuat hati Alma yang tadinya sempat kecewa, kini mulai melembut lagi.
"Iya kak, Pastilah panik kak. Kak Alma kan istrinya, apalagi kakak lagi hamil anaknya bang Rifan, meskipun.." Nia menggantungkan kalimatnya sejenak dengan mata bulatnya itu menatap Alma agak ragu - ragu.
"Meskipun apa, Nia?" tanya Alma penasaran, Karena Alma menangkap sesuatu yang lain dari ekspresi wajahnya Nia.
"Ngak kak, ngak jadi." jawab Nia lalu mengalihkan wajahnya dari memandang Alma.
"Kok gak jadi? Tadi kamu sepertinya mau bilang sesuatu kan?." Alma kembali bertanya dengan nada seperti mengintrogasi. Sedangkan Nia tampak menggaruk - garuk kepalanya dengan sebuah cengiran diwajahnya.
"Kak.. Maaf ya, kalau Nia sudah lancang mengintip dan menguping pembicaraan kakak sama bang Rifan beberapa hari belakangan ini." ujar Nia yang akhirnya menjawab rasa penasaran Alma. Tapi, Alma hanya diam saja karena ia yakin Nia masih ingin melanjutkan ucapannya.
"Nia tau bang Rifan mulai memperlakukan kakak dengan kasar kan? Bang Rifan mulai menampakkan sikap posesif nya ke Kakak, sampai - sampai dia tidak mengizinkan kakak untuk keluar rumah dan juga menyuruh kakak berhenti kuliah." jelas Nia dengan merendahkan nada suaranya agar tidak ada yang mendengar perkataannya selain Alma.
Alma sedikit terkejut mendengar ucapan dari adik iparnya itu, karena Alma tak menduga saja bahwa Nia tau tentang ini semua.
"Bang Rifan sebenarnya gak pernah ingin menyakiti kakak kak, cuman ada sesuatu yang membuat sifat kasar itu kembali muncul. Suatu gangguan kepribadian yang sudah lama pergi menjauh, tapi seakan dipaksa untuk hadir karena ada faktor yang mendukungnya kak.." jelas Nia dengan antusias. Sedangkan Alma menatap Nia dengan penuh kebingungan. Ia sungguh tidak paham maksud dari penjelasan adik iparnya tersebut.
"Nia, kak gak paham apa yang kamu katakan ini, Gangguan kepribadian seperti apa maksud kamu?" tanya Alma dengan kening berkerut. Namun, belum sempat Nia mengeluarkan suara untuk menjelaskan semuanya panjang lebar, tiba - tiba saja dari arah pintu masuk datang seorang laki - laki dengan langkah buru - buru dan juga wajah yang panik. Ia langsung saja mendekati Alma yang masih berbaring lemah di tempat tidurnya.
"Alma, kamu sudah sadar? Bagaimana keadaan kamu? Kamu gak apa - apa kan?" tanya laki - laki itu yang ternyata adalah Rifan dengan nada khawatir. Alma hanya menggelengkan kepalanya dengan pandangan tak lepas melihat gurat kerisauan yang ditampakkan oleh suaminya itu.
"Syukurlah kalau kamu tidak apa - apa sayang, padahal aku khawatir sekali. Takut terjadi hal yang buruk terhadap kamu dan juga janin kamu." lanjut Rifan lagi dan kali ini menyentuh tangan Alma dengan lembut dan kemudian sentuhannya beralih ke bagian perut Alma. Sedangkan Alma hanya diam saja, ia seakan menikmati rasa perhatian dan kepedulian yang diberikan oleh suaminya itu. Perhatian dan kasih sayang dari Rifan yang ia rindui beberapa hari belakangan ini.
"Nia, kamu pergi panggil dokter ya.." perintah Rifan seraya menoleh kearah Nia yang masih berdiri disana.
"Baik bang," jawab Nia dan kemudian bergegas keluar dari kamar rawatan tersebut.
Setelah Nia pergi, Rifan duduk disebelah Alma dan kemudian membelai - belai lembut dahinya. Namun, Lagi - lagi Alma hanya diam saja, ia seakan menikmati perlakuan lembut yang diberikan oleh suaminya tersebut.
"Alma, Bang Rifan mintak maaf ya karena sudah mengurung kamu semalam, sampai - sampai kamu pingsan karena kelaparan. Bang Rifan benar - benar minta maaf." ucap Rifan dan kemudian memegang tangan Alma lalu menciumnya berkali - kali.
"Ya bang..!" akhirnya Alma mengeluarkan suara juga, meskipun agak berat dan terdengar parau.
"Maaf ya..sayang Papa, karena sudah buat kamu kelaparan." lalu kini pandangan Rifan beralih kebagian perut Alma yang sudah mulai membuncit. Ia elus - elus perut Alma dengan penuh kasih sayang. Melihat tingkah Rifan tersebut, membuat sebuah senyuman langsung merekah dibibir Alma. Rasa bahagia mulai menyelimutinya saat hatinya berbisik bahwa Rifan sudah kembali seperti Rifan yang Alma kenal sebelumnya.
"Papa janji akan menjaga kamu dan Mama kamu dengan lebih baik lagi, tidak akan Papa biarkan Mama kamu jauh - jauh dari jaungkauan Papa.." lanjut Rifan lagi dan diakhirinya dengan menyunggingkan sebuah senyuman yang agak lain tertangkap oleh mata Alma.
"Papa akan lebih ekstra menjaga Mama kamu," gumam Rifan dan kali ini mengarahkan pandangannya ke Alma. Ia memandang Alma dengan sorot mata yang tajam. Alma hanya bisa terpana dengan apa yang ia lihat.
"Karena itulah.. Papa dengan cepat mengurus ini semua.. Hahaha.." Rifan masih teruss mengeluarkan suara, dan kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam tas ranselnya. Lalu sejurus kemudian malah melemparkan sebuah kertas kearah wajah istrinya. Alma yang tak siap dengan itu semua, hanya bisa melongo dengan menelan ludahnya..
.
.
.
BERSAMBUNG..
...💕💕💕💕...
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan beri Like dan Komentarnya ya,
Terimakasih sudah membaca😊🥰
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Siti Zuriah
hay... thor aku udh mampir nih kasian jg cerita dr alma sedih aku baca nya jngn" rifan ngeluarin kertas perceraian dan alma pasti d srh tanda tangan ada sebab apa rifan bs berubah sifat nya jd kasar ya apa ada yg ngomporin rifan hingga rifan berbuat kasar k alma istri nya
2023-08-30
2