Mobil melaju pelan meninggalkan Rumah karaoke itu. Dhani menyandarkan kepalanya. Lelah namun puas. Seakan beban yang menindih dadanya selama ini pergi bersama teriakan'-teriakannya saat bernyanyi tadi.
"Kau puas Dhani...?" Bram melirik Dhani yang sedang tersenyum.
"Ya bram..., aku senang malam ini,"
"Kau senang tapi teman-temanmu besok harus ke dokter THT semua..haha..," Bram tertawa mengejek. Dhani memukul bahu Bram kesal.
" Hei suaraku tidak seburuk itu kan?"
" Memang seburuk itu tuan putri..." tawa puas Bram membuat Dhani mencubit lengan Bram. Mereka tertawa bersama.
"Terserah..tertawalah sepuas hatimu. Aku tidak akan marah hari ini karena aku juga sedang bahagia." setengah berbisik. Tak lama kemudian terdengar dengkur halus Dhani. Dia tertidur.
Bram meletakkan bantal kecil disandaran kepala Dhani. Lalu kembali mengemudi sedikit cepat. Karena jalanan malam sudah mulai lengang.
Sampai di rumah sudah hampir jam1 dini hari.
Bram membangunkan Dhani yang tertidur pulas. "Dhan..ayo bangun. Sudah sampai rumah .." Bram menggoyang-goyangkan tangan Dhani pelan. Lalu menepuk-nepuk pelan pipi Dhani. Tapi Dhani tetap enggan bangun.
" Bram aku mau tidur disini saja. Pergilah.. Aku malas bangun." Dhani setengah terpejam. Dia benar-benar enggan membuka mata dan bangun dari duduknya.
" Mana boleh kau tidur di mobil? Apa kau mau kugendong?" ragu-ragu Bram.
" Ya, terserah..aku malas bangun" gumamnya setengah sadar.
Dhani segera mengalungkan tangan ke leher Bram yang membungkuk di depannya. Kepalanya rebah di bahu bidang Bram. Dia melanjutkan tidurnya.
Bram mendorong dan menutup pintu mobil dengan kakinya. Bergegas membawa Dhani dipunggungnya. Pelayan sudah membukakan pintu rumah. Bram segera membawa Dhani ke kamarnya. Membaringkan tubuh Dhani yang lelap di ranjang lalu menyelimutinya.
"Selamat tidur tuan putri...mimpi indah" bisiknya pelan lalu menutup pintu kamar dan beranjak ke kamarnya di lantai bawah.
Sampai di kamar Bram tidak langsung tidur. Diambilnya laptopnya dari atas meja. Tak lupa memasang kaca mata anti radiasi. Menghidupkan laptopnya dan mulai menatap data dan angka-angka di layar. Sesekali mengetik sesuatu. Jam 02.30 dini hari baru Bram beranjak memejamkan matanya.
Pagi harinya, Bram sudah bersiap di kamarnya ketika pelayan memanggilnya untuk sarapan.
"Selamat pagi tuan, nona.." sapanya pada Baron dan Dhani yang sudah duduk di meja makan.
"Pagi Bram" Dhani menjawab sementara Baron cuma menganggukkan kepalanya. Mereka kemudian makan dengan tenang.
Dhani mencuri pandang pada Bram di seberang mejanya. Dia menggendongku tadi malam. Ah..kenapa aku bisa sengantuk itu hingga mau saja dia menggendongku. Dia bahkan menyelimutiku. Aaa..serasa tuan putri yang digendong pangeran. Huft. Dhani menghembuskan nafas pelan .
"Ada apa sayang? Apa kau senang bisa pulang pagi ha? " suara berat Baron mengejutkannya.
Dhani tercekat. " Papa tahu? Maaf pa, aku cuma nyanyi-nyanyi sampai lupa waktu, apa papa marah?" Mata Dhani takut-takut menatap papanya. Tangannya menggenggam erat dibawah meja.
" Hahaha...ternyata kau nakal juga sayang. Jadi apa kau begitu menahannya selama ini? Maafkan papa yang selalu mengurungmu. Pasti kau begitu menderita selama ini."
Dhani tertawa senang. Dia sudah takut kalau papa akan marah dan membatalkan semua kebebasannya. Tapi ternyata Baron malah minta maaf. Papa memang the best.
"Tidak pa. Aku bahagia jadi putrimu selama ini. Aku tidak pernah merasa menderita karena papa selalu ada buatku. Memang aku tak sebebas anak-anak yang lain. Tapi aku sadar semua yang papa lakukan adalah untuk kebaikanku. Jadi papa jangan merasa bersalah. Bahkan jika papa tak pernah memberiku kebebasan, aku akan tetap menuruti semua kata-kata papa, mencintai papa dan berbahagia untuk papa."
Dhani berjalan ke arah papanya. Memeluk papanya dengan erat. Dibalas Baron dengan pelukan erat dan ciuman berulang ulang di kepala Dhani.
Bram cuma tertunduk sambil tersenyum menyaksikan adegan ayah dan anak manjanya itu. Hatinya ikut merasa hangat.
"Jadi apa lagi rencanamu hari ini sayang?" Baron memeluk pundak putrinya yang mengantarkannya ke pintu.
"Emh..rahasia. Nanti papa pengen ikut lagi. Nggak seru..haha" Dhani memeluk pinggang papanya manja.
"Anak nakal. Jangan terlalu menyusahkan Bram ya. Atau kusuruh pak Sukir yang jadi supirmu." Baron mencubit gemas pipi Dhani.
" Aaa...tidak mau. apa-apaan masa Bram yang ganteng begitu mau diganti dengan pak Sukir yang sudah keriput. Aku tidak pernah menyusahkan Bram pa..."
" Hei apa kau bilang Bram ganteng? Jangan-jangan kau mulai menyukai Bram. Ingat! Jangan lupakan janjimu saat usiamu 23 tahun nona..?" Baron menatap wajah cantik putrinya.
"Ish...papa.. siapa bilang aku suka Bram. Akutidak akan melupakan janjiku papa sayang...itu sudah jadi keputusanku. Apapun yang terjadi aku akan tetap menikah dengan pilihan papa itu." Dhani menjawab yakin.
Baron tersenyum puas. " Kau memang putriku tersayang"
"Bye Dhani...papa ke kantor ya" sambil mengecup kening Dhani.
" Selamat bekerja papaku yang tampan. I love you"
Dhani melambaikan tangan sampai mobil papanya hilang dari pandangannya.
" Ehm...jadi apakah aku setampan itu tuan putri?" tiba-tiba saja Bram sudah berdiri dibelakang Dhani.
" Hahh..sejak kapan kau ada di situ Bram?"
" Sejak tadi, apalagi saat ada yang bilang aku tampan." Bram mengedipkan sebelah matanya.
"Ish..jangan ge er dulu. Tentu saja kau jauh lebih ganteng kalau dibandingkan dengan pak Sukir. Kau tahu pak Sukir kan? Itu..." Dhani menunjuk pak Sukir yang sedang mencuci mobil sambil tertawa-tawa. Orangnya lucu. Kulit wajah dan tubuhnya memang sudah mulai keriput. Dia tetap dipekerjakan karena Pak Sukir tidak mau pensiun. Dan Baron menghargainya karena pengabdiannya pada keluarganya selama berpuluh tahun.
" Ngeles terus..." Bram berjalan meninggalkan Dhani sambil bergumam.
Dhani tersenyum kecil mendengar gumaman Bram. " Bodoh banget sih aku. Lihat Bram jadi makin narsis. Bisa-bisanya bibirku kelepasan ngomong dia ganteng."
Dhani bergegas ke kamar mengambil tasnya. Hari ini dia ingin menghabiskan waktu dengan berbelanja di mall. Dan ada seseorang yang akan ditemuinya nanti.
Apa kau akan pergi sekarang Dhan? " suara Bram menyambutnya saat Kakinya sampai di teras rumah.
"Huumm, yuk berangkat. Kita ke mall Z ya,"
Saat sudah di mobil, tiba-tiba Dhani ingat sesuatu yang sudah sejak lama ingin ditanyakannya kepada Bram.
"Bram, kata papa kau lulusan universitas H yang terkenal di Amerika itu. Kenapa kau tidak cari pekerjaan lain?"
"Itu karena kamu" Bram tampak kaget sendiri dengan jawabannya. Tapi kemudian dia bisa menguasai keadaan lagi.
"Hahh...??" Dhani mengerutkan keningnya.
" Maksudku karena papamu memberiku gaji lebih besar. Aku membutuhkannya untuk menyelesaikan S3 ku.
"Ohh..." Dhani mengangguk. Pantas saja dia selalu membawa laptop kemana- mana. Rupanya dia sedang kuliah juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Maryani
fix ini mah si Bram jodohnya Dhani 🙃
2021-07-14
2