EPS-20

"Tere!" Tere menoleh, dia menautkan kedua alisnya melihat orang didepannya ini, terlihat wanita itu berjalan cepat menghampiri dirinya.

"Siapa ya?" Bukannya sombong, namun Tere benar-benar lupa siapa wanita didepannya ini, apa mungkin dia, tapi kok kayaknya tidak sih, pikir Tere.

Wanita itu membuka kacamatanya, tidak lama Tere tersenyum, namun senyum itu sangat ketara jika dibuat-buat, entah kenapa Tere merasa tidak suka bertemu Riska, bukan tidak suka, lebih tepatnya malu, sebab dia adalah teman masa SMPnya dulu, dan wanita inilah yang selalu Tere kerjain bersama gengnya.

"Kamu bekerja disini?" Tere yang mendapat pertanyaan langsung tersadar dari lamunanya, dia hanya mengangguk tanpa mau menjelaskan, dia bingung ingin bicara apa dan menjelaskan apa, Riska tahu betuk siapa keluarga Tere.

"Apa kamu ingin membuat minum? Jika iya biar kubuatkan, aku OB disini, dan hari ini aku bagian lantai 8 sini," ceria Riska yang begitu menyayangi pekerjaannya, Riska tentu bersyukur mengingat dirinya bisa bekerja diprusahaan yang cukup besar, dan gajinyapun sangat lumayan, bisa buat dia membantu keuangan keluarga yang saat ini sangat membutuhkan bahunya.

"Kenapa kamu diam saja, tunjukkan saja padaku dimana ruanganmu, apa kamu sekertaris kedua tuan Jay?" Ulangnya lagi, namun lagi-lagi Tere tidak menjawabnya, dia hanya terus menatap Riska dengan mata berembun.

"Hey kenapa!" Panik Riska yang melihat kesedihan diwajah teman masa SMPnya ini, apa dia salah bicara, atau Tere masih tidak suka padanya, pikiran Riska jadi was was sendiri.

"Aku minta maaf," lirih Tere, "maafkan segala perbuatanku dimasalalu," ulangnya lagi, tidak terasa air mata itu mengalir juga dikedua pipi Tere, dia menyesali perbuatannya dimasalalu pada Riska, dimana dia sering sekali mengerjai Riska habis habisan, bahkan tak ayal wanita itu sampai tidak berani masuk sekolah karena ulahnya

"Tidak-tidak, kamu tidak punya salah padaku, lagian itu sudah berlalu, dan bukannya kita teman, maka lupakanlah kejadian dimasalalu, sudah jangan menangis lagi, nanti dikira aku yang jahat!" panik Riska.

Tere sedikit tertawa mendengar perkataan Riska, meskipun disertai suara seraknya, dia merasa lucu, melihat wajah ketakutan dari temannya itu, ya, kali ini Tere menganggap Riska sebagai temannya, dan mungkin bahkan teman terbaiknya.

"Sini kubuatkan minumnya, kamu tunggu saja diruanganmu," Riska mengambil alih gula yang berada ditangan Tere, mana mungkin Riska membiarkan sekertaris bos bekerja dipantry, pikirnya.

"Sebenarnya ak-"

"Nona Tere!" Tere tidak meneruskan perkataannya, dia menatap kedepan setelah tadi Fokus menatap Teh yang dibuat Riska,disana dia melibat Dio, Dio sedikit melirik pada Riska, namun tidak lama, pandangannya kembali lagi pada Tere.

"Iya tuan?"

"Tuan Jay memanggil anda," Dio meninggalkan Tere begitu saja, setelah dia menyampaikan apa yang perlu dia sampaikan.

"Aku kesana dulu ya Riska," Tere segera berlalu dari sana, dia sedikit berjalan cepat, niat hati ingin menghindari Jay, ini malah dipanggil.

Ya, Tere berangkat pagi-pagi dan segera membuatkan Teh dikantor, agar dia tidak perlu bertatap wajah dengan suami sementaranya itu, namun tetap saja, pada akhirnya mereka harus bertemu dikantor ini juga.

"Nanti kita makan siang bersama!" Teriak Riska, Tere yang masih sedikit mendengarnya pun hanya mengacungkan jempolnya, tanda dia setuju.

"dia sepertinya tidak seperti dulu lagi, dan apa mungkin dia sengaja memakai baju seperti itu, apa dia tidak salah" gumam Riska yang masih menerka-nerka apa yang terjadi pada temannya itu.