Aldric duduk di Coffee lounge, tepat diatas resto tempat Alena duduk bersama Evi. Aldric memperhatikan Alena yang menyantap Patbingsu, es serut dengan bubur kacang merah, sementara Evi memilih Andong jjimdak. Kondisinya yang sedang hamil muda tidak menghalangi nya untuk mencoba menu yang lumayan pedas.
Kini saatnya, fikir Aldric, sudah lama kesempatan ini di nantinya. saat untuk menemui Alena secara langsung tanpa seseorang yang menghalangi mereka.Aldric tidak pernah merasa berkhianat pada Hanum, toh ia tidak ada niat untuk meninggalkan Hanum, tidak juga merasa bersalah pada Dewa. Karena Dewa hadir beberapa saat ini, sementara perasaannya telah ada, jauh sebelum mereka saling kenal. Entah mengapa takdir tidak berpihak, hingga hari ini, Aldric dan Alena tidak bersama sebagai pasangan. Aldric tidak ingin terganggu oleh Dewa ataupun Hanum, istrinya.Tidak juga orang-orang terdekat yang mengenal mereka, yang mungkin saja tidak akan terima, bagaimana mungkin seorang Aldric menyukai seorang Alena? darimana awalnya? haruskah Aldric bercerita, kalau dirinya telah mengikuti Alena begitu lama? bahwa ia telah memantau keberadaan Alena sejak dulu? orang-orang tidak akan percaya karena Aldric, manusia yang sangat sibuk kemana-mana. Tugasnya sebagai Brigjen di Skuadronnya ketika itu sangat padat dan terjadwal, bahkan beberapa tahun ia bertugas di luar negeri, ditambah kesibukan nya sebagai Ceo beberapa perusahaan milik papanya yang bergerak di bidang jasa maupun manufacturing. juga puluhan hektar lahan persawahan dan perkebunan miliknya sendiri. Nyaris membuat Aldric tidak dapat diam di satu tempat untuk waktu yang lama. lantas darimana Aldric bisa bertemu Alena yang berbeda kota dengannya?Aldric di ibukota sementara Alena nun jauh di kaki bukit, di kota kabupaten. Hanya Bayu dan Evi yang tahu awal perjumpaan mereka 15 tahun lalu. perjumpaan sesaat ketika Aldric pertama kali datang melihat perkebunan yang sudah diwariskan dari kakeknya sebagai cucu laki-laki satunya, termasuk yang dibelinya kemudian. Kakek Alena adalah kepala Dusun tempat lokasi perkebunan itu berada dan untuk serah terima lahan itu, kakek Alena hadir sebagai saksi juga sahabat dari keluarga kakek Aldric. Ketika itu Alena ikut karena dirinya berteman dengan Evi, dimana papa Evi sudah lama menjabat sebagai pengelola semua lahan persawahan dan perkebunan keluarga Aldric. Ketika itulah pertemuan singkat mereka. Pertemuan yang seharusnya tidak berarti apa-apa. Bayu dan Evi tidak akan percaya, karena Bayu dan Evi maupun keluarga mereka tidak pernah tahu pertemuan mereka kembali di lain waktu.
Siapa yang akan menduga, beberapa minggu kemudian Alena mengalami kondisi dimana mobil pick up yang dibawanya membawa sayur-sayuran ke kota mogok di tengah subuh buta di tengah jalan sepi.
Aldric masih ingat wajah polos itu, sorot mata bening dengan bulu mata lentik alis teratur, ternyata begitu menarik dilihat dari dekat. gadis culun yang ditemuinya di waktu lalu adalah gadis yang sama yang sedang berbaring di bawah mobil memeriksa ban mobilnya. Aldric menghampiri hendak menawarkan bantuan dan yang muncul dari balik ban adalah wajah kekanakan dengan sinar mata menghipnotis pria itu. seolah tak percaya, Alena memandang Aldric dari ujung kaki hingga ujung kepala. Bagaimana dia bisa muncul di tempat itu? sementara menurut Evi, sepupunya sudah pulang karena harus bertugas di kesatuan nya.
"Kok... Mas Aldric disini? katanya sudah pulang" Jujur Alena mengakui sudah mencari tahu tentang Aldric. Aldric geleng-geleng kepala. Si culun ini malah memikirkan dirinya, kenapa tidak mengkhawatirkan diri sendiri yang terjebak di kabut pagi ini sendirian?nampak bibir mungilnya bergetar.
"hmmh... kaget yah? atau takut? Aldric nyaris berbisik.
" Siapa yang takut? sudah biasa juga disuruh ke kota" masih mengelak. Padahal Aldric jelas melihat gelagat takut di kilatan matanya. Aldric sudah terbiasa membaca gerak tubuh seseorang ketika berada pada kondisi sendiri begini.
"bagaimana ban mobilnya? Aldric mengalihkan pembicaraan. Ia masih tidak habis fikir, bisa-bisanya gadis ini menyetir sendiri.
" ini barusan diganti ban serep".Jadi dari tadi gadis ini sibuk sendiri?
"kamu sendirian? " Aldric masih tidak percaya.
"hmmh... " Alena mengangguk pelan
"Sebenarnya tadi sama-sama mang Didin, ada langganan yang harus diantarkan sayuran segera, barusan kok Mang Didin pergi, menumpang di mobil yang lewat, karena Mang Didin yang tahu alamat " Alena menjelaskan. Tidak ingin Aldric berfikir buruk tentangnya.
Sejak hari itu Aldric menjadi penasaran dengan keberadaan gadis ini. Dia bukan gadis yang cantik. Namun sorot matanya tak bisa Aldric lupakan setiap kali mata mereka bertemu. Mata itu berbeda dengan mata ceria yang dilihatnya kemarin. Mata itu ternyata punya rasa takut juga. Apa karena mereka hanya berdua? Apa yang ditakutkan nya? Apa dia fikir dirinya akan berbuat jahat? Aldric ingin tertawa keras. Apa menariknya gadis ini yang bisa menggairahkan seorang pria?tubuhnya sekitar 160 centi namun kurus dengan kulit coklat. Aldric mengenal banyak gadis cantik dan seksi. Gadis yang dengan sengaja memakai busana seksi memperlihatkan belahan dada kepadanya. Gadis yang sering menggodanya dengan bibir merah merekah atau dengan rok pendek nyaris dipertengahan paha. Gadis yang siap melemparkan diri mereka untuk menghangatkan ranjangnya. Hanya Aldric yang tahu bagaimana ia menahan semua godaan itu. Bukan ia tidak normal. Aldric hanya tidak sanggup melihat airmata mamanya. Entah mengapa selalu saja wanita anggun dan cantik di usianya yang tidak muda itu, bisa mengetahui kehadiran gadis-gadis di apartemen nya, dan sang mama dengan suara pilunya akan mengingat kan untuk pandai-pandai menjaga diri.
"Jadi... kau berani menunggu disini sendiri? Aldric hendak meyakinkan
" Beranilah..." Alena meyakinkan
"Heeeh.... sudahlah, ayo ku antar, tidak baik anak gadis sendirian di tengah jalan".Aldric membuka pintu mobilnya menyuruh Alena ikut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments