bab 14

Hari pertama di Wonosobo rumah mas Rendy. aku dan Lena udah siap mau pergi jalan-jalan, tadi aku Sampek nggak mau bangun karena udara pagi disini tuh dingin banget.

Aku merapatkan jaket yang di pinjamkan mas Rendy. Kalau tahu udara disini dingin banget aku juga udah pasti bawa jaket super tebal.

Setelah sarapan bareng keluarga mas Rendy aku dan Lena udah di mobil. Hari ini yang menemani kamu jalan-jalan bukan mas Rendy tapi salah satu santri Abahnya mas Rendy. katanya sih dia yang selalu nyetir kalau Abah pergi kemana-mana.

selain kang Muklis yang nyetir mobil, tadi ummik juga minta dua santri putri untuk menemani kami. jadi kita berangkat berlima tanpa mas Rendy.

Bukannya mas Rendy nggak mau ikut jalan-jalan, tapi pagi ini mas Rendy di suruh Abah ngaos kitab kuning yang biasanya setiap pagi di isi sama Abah. Katanya Abah nggak enak badan. Padahal tadi kata mas Rendy kalau Abah sakit yang gantiin mas Fikri.

Aku kembali merapatkan jaket mas Rendy saat turun dari mobil. Pagi ini tujuan pertama kami jatuh pada bukit sekunir.

Aku tadi sempat tanya sama mbak Nely yang ikut mendampingi aku dan Lena mendaki bukit sekunir, sedangkan kang Muklis hanya di bawah tidak ikut naik keatas.

Katanya bukit sekunir ini juga di kenal sebagai golden sunrise, karena kita akan melihat keindahan sunrise atau matahari terbit akan terlihat cantik kalau kita sampai ke puncaknya.

kamu berempat mulai mendaki bukit sekunir. Cukup melelahkan memang tapi saat melihat keindahan alam dari atas rasanya senang banget. Ya walaupun kita udah nggak bisa melihat sunrise karena kita datangnya agak siangan.

” Len fotoin dong ” aku menyerahkan hp ke lena.

” gantian gue juga mau foto” ucap Lena mengembalikan hp ku.

” bagus Len, cantik banget loh” kataku memperlihatkan foto Lena.

” mbak, ayok foto bareng” ajak ku pada mbak Nely dan mba Putri.

” mas tolong fotoin ya” kataku pada mas-mas yang lewat.

” terimakasih” ucapku melihat hasilnya.

Setelah mendapat beberapa foto kami kembali ke bawah. Kulihat kang Muklis masih di tempat yang sama seperti sejak kami naik ke atas.

” mau kemana lagi mbak?” tanya kang Muklis sambil menundukkan kepalanya.

” kemana lagi mbak?” tanyaku pada mbak nely dan mbak putri. Mereka Hanya menggelengkan kepala.

” kami ngikut aja mbak” kata mbak putri juga menundukkan kepalanya.

” kan yang tahu wisata disini mbak Nely sama mbak putri” jawabku sedangkan Lena asik dengan hpnya. Dia masih melihat-lihat hasil foto tadi.

” kami datang kesini juga dadakan,nggak ada persiapan mau kemana aja, kita ngiranya mas Rendy yang bakalan jadi penunjuk wisatanya” kataku tersenyum kearah mereka.

” gimana kalau ke Dieng pleteau mbak, habis dari sana sorenya ke batu angkruk dieng” saran kang Muklis.

” okeh” ucapku.

Kami langsung tancap gas ke Dieng pleteau. sampai disana kami berjalan mengelilingi keindahan Dieng pleteau.

” Dieng pleteau ini Merupakan salah satu situs bersejarah paling terkenal di Jawa Tengah mbak, khususnya di Wonosobo. Selain bangunan-bangunan yang mirip candi ini Dieng pleteau juga dikelilingi pegunungan hijau dan hamparan awan yang memunculkan udara dingin yang segar” kata kang Muklis menjelaskan panjang lebar. Aku dan Lena hanya menganggukkan kepala kami.

”Selain keindahan alamnya yang tak tertandingi, Dieng juga menyimpan banyak objek wisata dan sejarah yang menarik untuk dikunjungi, salah satunya ya ini Dieng pleteau” lanjut kang Muklis menjelaskan.

” ada juga beberapa tempat wisata di Dieng seperti kawah, telaga, dan kompleks kawasan Candi Hindu yang sangat menarik, bahkan banyak juga turis asing yang mampir ke sini hanya untuk menikmati keindahannya” kang Muklis masih menjelaskan tentang sejarah Dieng ini. aku dan Lena sudah tidak terlalu mendengarkan.

aku meminta mbak Nely untuk memotret aku dan Lena buat kenang-kenangan.

” mbak minta tolong sama orang mbak buta fotoin, ayok foto bareng” kata Lena.

kami berempat foto dengan bebagai pose. bahkan kami menjadi pusat perhatian orang-orang yang lewat.

” Lang ikut sekalian” kataku melihat kang Muklis hanya melihat kami.

” nggak usah mbak, sungkan saya” kata kang Muklis.

” nggak papa, ayok cepetan, udah jam setengah tiga, biar nanti bisa lihat sunset” kataku sedikit memaksa.

Kang Muklis berdiri di samping kiriku karena Lena tidak mau disampingnya kang Muklis, katanya nggak enak aja di samping santri.

Selesai dengan perfotoan kami langsung pergi ke batu angkruk Dieng agar bisa melihat sunset, kata kang Muklis pemandangannya bagus banget kalau sore hari, apalagi pas bisa melihat sunset bangus banget katanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!