Revenge 3

KEBAKARAN…KEBAKARAN…

Suara hiruk pikuk mengganggu gendang telinga Indah. Dia membuka matanya dan dia terbatuk. Dia mencoba bangun tapi kepalanya terasa sangat sakit..

KEBAKARAN…

CEPAT TOLONG, AMBIL AIR…SIRAM…

“UHUK…UHUK…”

Indah mencoba berdiri tapi kepalanya terlalu sakit, dia menyentuh belakang kepalanya dan dia melihat darah di tangannya. Apa yang sudah terjadi kenapa… ah dia ingat, dia bahkan ingat saat suaminya pergi begitu saja setelah mendapatkan vitamin yang dia beli untuk anak dalam kandungannya beberapa saat lalu.

“To..tolong..” ucapnya “uhuk…”

Asap terus mengumpul di dalam rumah. Indah tidak bisa melihat depan karena rumahnya sudah di penuhi dengan asap.

Indah hanya bisa merangkak dan berdoa agar bisa keluar dari dalam rumahnya, mencoba menutup hidungnya agar tidak menghirup asap yang akan mempengaruhi kandungannya.

“To..tolong..mas…tolong….ak..aku disini…” katanya serak yang tentu saja tidak ada yang mendengar

CEPAT PANGGIL PEMADAM KEBAKARAN

CEPAT SIRAM..

Indah masih terus mendengar suara banyak orang dari luar rumahnya.

“Rumahku!!” Suara yang Indah kenal terdengar membuat Indah tersenyum lega

“Mas…tolong….ak…aku disini…”

“IISTRIKU DI DALAM…” jeritnya

Mendengar itu Indah menangis, suaminya mengkhawatirkannya dan kejadian suaminya yang meninggalkan diriny tadi hanya salah paham. Buktinya suaminya itu kembali dan terlihat panik sekarang.

Indah mendekati jendela, berharap akan ada yang melihat dirinya dari jendela itu atau mungkin suaminya itu akan melihatnya dan menyelamatkannya.

”AKU HARUS MASUK.. AKU HARUS MENYELAMATKAN ISTRI DAN ANAKKU!!” Jerit suaminya lagi

“Mas…aku disini…”

Dengan kepala yang masih sakit Indah merangkak mencoba menggapai pinggiran jendela, “uhuk..mas…tolong aku…”

Indah berhasil menggapai pinggiran jendela, menahan beban tubuhnya agar dia bisa berdiri dan saat dia berhasil berdiri dia bisa melihat banyak sekali orang yang sudah berkumpul di halaman rumahnya. Mereka sibuk mengambil air, ada beberapa yang sibuk memerintah untuk menyiram di sana sini tapi Indah hanya mencari satu orang, suaminya.

“Ma..mas aku..” Indah langsung diam saat melihat suaminya mundur beberapa langkah dan menyunggingkan senyuman melihat bara api yang semakin besar di atap rumahnya.

***

Dert…dert…dert…

Kiara akhirnya membalikkan ponselnya yang sudah bergetar terus-terusan sejak setengah jam yang lalu. Ingin sekali rasanya dia mematikan ponsel itu agar tidak mendapatkan panggilan dari pria bernama Kiano itu. Sejak Dimas memberikan nomor ponsel Kiara pada pria itu sehari setelah dia datang ke hotel ini, sejak itu pula pria itu menghubunginya setidaknya 3 kali satu hari dan ini sudah hari ketujuh dan dia terus melakukannya. Tidak ada hal yang penting saat dia menelpon Kiara, pertama kali dia menelpon dia bilang hanya memastikan kalau nomor yang di berikan Dimas memang nomor Kiara, panggilan kedua di hari yang sama beberapa jam setelah panggilan pertama pria itu menanyakan apa Kiara sudah selesai bekerja? Apa dia boleh menjemput? Apa dia tidak sadar kalau dia itu tunangan seseorang?

“Dia lagi..” Kiara hanya mengangguk mencoba kembali fokus dengan layar laptopnya yang menunjukkan laporan keuangan bulan ini “..kenapa tidak kau matikan saja?”

“Kalau aku melakukannya, dia akan menganggap aku menghindarinya..”

“Apa bedanya dengan tidak mengangkatnya Kiara?” Tanya Dimas mengambil ponsel Kiara yang kembali bergetar dan menunjukkan pada Kiara bahwa pria ini akan terus menelponnya jika tidak diangkat

Kiara tersenyum, “aku bisa bilang kalau aku sibuk walaupun sebenarnya aku memang menghindarinya.” Kiara mengambil ponselnya yang ada di tangan Dimas dan memasukkannya kedalam laci di mejanya “hotel ku lebih berharga dari pada pertanyaannya aku lagi apa? Atau udah makan? Apa menurutnya aku tidak bisa makan dengan sendiri kalau aku lapar?”

Dimas hanya bisa memaklumi sifat wanita di sampingnya ini. Kiara melewati hari ini dengan menghadiri semua rapat yang harusnya di jadwalkan untuk Dimas karena selama 5 tahun ini Dimaslah yang di kenal sebagai pemimpin hotel selama Kiara menyembunyikan dirinya di balik layar. Dimas juga mengajak Kiara melihat beberapa proposal hotel yang hampir bangkrut untuk di bangkitkan kembali oleh Kiara. Kiara sangat sibuk hari ini, bahkan dia tidak sempat memegang ponselnya yang Dimas yakin entah sudah berapa banyak panggilan tak terjawab dari pria itu.

Ini hari ketiga Kiara bekerja tapi Kiara sudah mengerjakan setengah dari pekerjaan yang harus di selesaikan sampai minggu ini, bekerja secara langsung dan di belakang layar ternyata berbeda. Kiara lebih cepat memahami sistem laporan yang di berikan padanya di bandingkan dia harus melihatnya melalui email yang menjadi sarana komunikasinya selama ini dengan kepala manajemen di hotelnya.

Kiara menguap membuat Dimas sadar kalau sepertinya dia terlalu keras mengajari wanita ini. Bahkan Dimas tidak sadar langit sudah gelap.

“Kita hentikan disini saja, ayo kita pulang Kiara.” Kiara setuju dia memang sudah lelah, dia tidak tahu kalau bekerja langsung ternyata sangat melelahkan

“Kenapa kau tidak pernah bilang kalau ini melelahkan?” Tanya Kiara saat mereka berada di depan lift

“Kau hanya belum terbiasa Kiara..” Dimas hanya bisa tersenyum mendengar keluhan Kiara

“Maksudku kenapa kau tidak pernah bilang kalau kau lelah Dimas, aku memintamu melakukan ini bukan untuk memaksa dirimu menjadi kelelahan.” Dimas bisa melihat Kiara dari pantulan pintu lift yang masih tertutup “kalau aku tahu selelah ini, harusnya dari awal aku yang turun tangan.”

Dimas berbalik sebentar dan melihat wanita yang sudah di temaninya selama 10 tahun ini.

“Aku seorang dokter Kiara, aku bisa menjaga diriku sendiri lagipula…” Kiara hanya diam melihat Dimas “…dari awal aku sudah berjanji untuk membantumu sebisa mungkin, anggap saja ini caraku menebus kesalahanku dimasa lalu.”

“Dimas..”

Belum sempat bicara, lift akhirnya tiba dan terbuka.

“Ayo kita pulang..” Dimas tersenyum memberikan tangannya.

“Kiara…”

Dimas dan Kiara melihat ke pintu lift yang terbuka di depan mereka dan pria tidak diundang ada di dalam sana. Pria itu melihat Kiara dan Dimas. Dimas dengan cepat menurunkan tangannya sebelum pria itu melihatnya.

“Kiano…” Kiara berusaha terdengar kaget melihat kemunculan pria yang sudah dia hindari sejak pagi panggilannya.

“Apa aku mengganggu sesuatu?” Kiano melihat Dimas dan Kiara bergantian

Kiara melirik Dimas yang berdiri di depannya tidak menjawab pertanyaan Kiano dan memilih masuk ke dalam lift. Kiara mengikuti Dimas masuk kedalam lift dan mau tidak mau berdiri di samping Kiano.

“Apa yang sedang kau lakukan disini?” Tanya Kiara menekan tombol lift

“Mencarimu, tentu saja.” Suara Kiano terdengar senang “aku pikir terjadi sesuatu denganmu, kau tidak mengangkat ponselmu sejak pagi.”

“Kiara cukup sibuk hari ini, apa kau tidak punya pekerjaan sampai menelponnya satu harian ini?” Dimas bersuara tanpa membalikkan badannya membuat Kiara hanya bisa tersenyum meminta pengertian Kiano dengan ucapan Dimas.

“Ah maaf aku tidak tahu, aku pikir kau menghindari ku..”

Ya aku memang menghindari mu, apa sulit sekali menyadari itu? Kiara hanya tersenyum sementara hatinya sedang bicara sendiri

“Aku sangat sibuk Kiano, lihat saja aku dan Dimas baru menyelesaikan pekerjaan dan baru bisa pulang sekarang.”

Kiano melirik Dimas tanpa bicara. Dimas yang bisa melihat dengan jelas wajah pria yang sedang menatapnya dari belakang ini memandangnya seperti Dimas adalah pengganggu.

“Kalau begitu, bagaimana kalau kita makan malam?” Kiano kembali melihat Kiara penuh harap.

“Makan malam?” Kiano mengangguk cepat an penuh harap

Kiara mulai memutar otaknya mencari alasan untuk menolak ajakan pria ini. Dia tidak mau mengiyakan ajakan pria ini secepat itu, bukan itu rencana yang dia pikirkan. Sialnya kenapa dia sempat bilang bahwa pekerjaannya sudah selesai tadi?

“Kiara tidak bisa makan selain masakan rumah.” Dimas mengambil alih setelah Kiara diam dan tidak bisa mendapatkan alasan apapun.

“Apa kau tidak bisa diam? Aku bertanya pada atasanmu bukan padamu..” Kiano beralih pada Dimas yang tidak peduli “kau mau kan Kiara?”

“Maafkan aku Kiano…” Kiara mengubah wajahnya meminta maaf “..yang Dimas katakan benar, aku tidak bisa makanan luar. Biasanya aku makan masakan yang dimasak orang rumahku atau Dimas.”

“Dimas?” Kiano melirik Dimas dan bisa melihat Dimas menyunggingkan senyumnya dari pantulan pintu lift

“Terima kasih ajakanmu, tapi aku akan pulang dan beristirahat.”

Lift sampai di lantai 1 dan Kiara bersama Dimas keluar meninggalkan Kiano yang masih bertanya-tanya. Kenapa Dimas memasak untuk Kiara? saat pintu lift akan kembali tertutup Kiano menahannya dan keluar menyusul Kiara yang ternyata menunggu di depan hotelnya sendirian.

“Kiara..” panggilnya membuat Kiara berbalik dan tersenyum “..apa tidak bisa aku yang mengantarkanmu pulang?”

Kiara tersenyum lembut, “maaf Kiano, apa yang sedang kau lakukan sebenarnya?” Tanya Kiara

“Apa Mak..”

“Apa yang kau lakukan disini? Kau tidak ingat kalau kau tunangan anak pak Brahmawijaya? Apa kau ingin membuat permusuhan antara aku dan pak Brahmawijaya?” Kiano bisa melihat senyum Kiara menghilang, wanita yang beberapa hari ini bicara dengannya dengan senyuman manis kini tidak lagi tersenyum.

“Aku…

“Maafkan aku, Dimas sudah datang.” Kata Kiara yang sudah ingin cepat pergi dari sini.

“Aku sepertinya menyukaimu Kiara..” Kiara berhenti tapi tidak berbalik “..sejak awal aku melihatmu, kau selalu mengganggu pikiranku. Aku tidak bisa berhenti memikirkanmu.”

“Lalu tunanganmu? Apa kau juga seperti ini saat ingin bersamanya dulu?” Kiara melihat Dimas melalui jendela mobil Dimas yang kini sudah berhenti di depannya ”aku tidak ingin di bilang sebagai perusak hubungan orang. Jadi pergilah berhenti datang ke sini lagi.” Kiara membuka pintu mobil Dimas dan siap untuk menaiki mobil itu.

“Kalau aku memilih untuk berpisah dengan Nadia, apa kau akan bersamaku?”

Kiara tersenyum melihat Dimas yang melihatnya, bahkan alis Kiara naik sebelah. Kiara lalu berbalik menghilangkan senyumnya dan melihat Kiano sebentar sebelum akhirnya naik ke mobil dan pergi meninggalkan Kiano tanpa jawaban.

“Lalu bagaimana selanjutnya?” Tanya Dimas

“Kita lanjutkan ke rencana selanjutnya.

***

Berita putusnya hubungan pertunangan antara Nadia Brahmawijaya dengan Kiano Atalarik menjadi topik hangat beberapa hari kemudian. Kiara dan Dimas yang sedang menikmati sarapan mereka hanya menikmati berita itu tanpa bicara apapun karena cepat atau lambat memang ini yang di harapkan mereka berdua. Selama beberapa hari ini Kiano tidak pernah muncul di hotel Kiara atau menghubungi Kiara, sepertinya ucapan terakhir Kiara sangat melekat di kepalanya.

“Entah kapan dia akan puas..” komentar Kiara saat berita hangat itu selesai.

Kiara mematikan televisi yang memberitakan berakhirnya hubungan pasangan yang sempat akan menggelar pernikahannya 3 bulan lagi.

“Kau tidak merasa bersalah? Nadia sepertinya sangat menyukai pria itu..”

Kiara hanya menggeleng cuek, dan mengambil cangkir kopinya, “aku menyelamatkan Nadia dari pria itu, kenapa aku harus merasa bersalah?”

“Tapi saat ini Nadia pasti sangat terpukul kehilangan pria yang dia cintai..”

“Nadia sangat cantik Dimas, dia bisa mendapatkan pria yang sangat jauh lebih baik dari pria breng” Kiara menarik nafasnya dalam, menenangkan dirinya agar tidak merusak pagi indahnya dengan mengumpat seseorang yang sudah tidak pantas di umpat “Nadia akan lebih baik tanpa pria itu, dia bisa mendapatkan pria seperti dirimu.” Ujar Kiara melirik Dimas yang masih menikmati sarapannya

Bicara tentang pasangan, Kiara baru sadar kalau dia tidak pernah melihat satu wanita pun dekat dengan Dimas kecuali dirinya. Dimas tidak pernah membawa teman perempuannya, atau memperkenalkan rekan kerjanya sewaktu masih menjadi dokter dulu sebelum akhirnya memutuskan membantu Kiara mengelola hotel. Tidak mungkin jika tidak ada yang menyukai pria seperti Dimas. Wajahnya tampan, dia seorang dokter yang handal dalam mengobati, dia cuek tapi sebenarnya sangat perhatian, dia pintar memasak, dia tidak pernah menghabiskan waktunya di luar setelah pulang kerja, bukankah Dimas bisa di bilang hampir sempurna? Tapi kenapa tidak ada satu wanita pun yang menyukainya.

“Apa kau pernah menyukai seorang wanita Dimas?”

Uhuk…uhuk…

Makanan yang baru saja masuk kemulut Dimas kembali keluar dan hampir saja menyembur mengenai Kiara. Reaksi Dimas itu malah mengundang tawa kiara yang langsung di balas tatapan tajam Dimasa.

“Kenapa kau tiba-tiba menanyakan hal itu?” Dimas mengambil minumnya

“Aku hanya penasaran, karena aku tidak pernah melihatmu dengan wanita. Selain aku.” Dimas hanya menggeleng mendengar jawaban Kiara. “lalu? Apa jawabannya? Kau pernah menyukai seorang wanita? Atau kau…” Kiara membelalakkan matanya dan menutup mulutnya

“Kiara jangan berpikiran yang aneh, aku tidak seperti itu…” Kiara lalu tertawa lagi melihat Dimas yang terlihat kesal karena dia terus menggoda pria ini “..dan ya aku pernah menyukai wanita, jika itu yang ingin kau tahu.”

Wajah Kiara nampak antusias dan Dimas yakin kepala Kiara kini sudah di penuhi dengan banyak sekali pertanyaan yang ingin dia lontarkan, “tapi aku tidak akan menjawab pertanyaan lanjutan yang akan kau tanyakan padaku.”

Mau tidak mau Kiara harus kecewa karena Dimas sudah berdiri dari tempatnya duduk dan membawa piring sarapannya yang sudah kosong. Kini Kiara mulai penasaran dengan wanita yang disukai Dimas, karena 10 tahun ini Dimas tidak pernah sekalipun menghilang dari pandangannya kecuali saat dia sedang bertugas menjadi dokter. Jadi kapan kira-kira Dimas dan wanita yang disukainya itu bertemu ? Apa salah satu dokter juga dirumah sakit tempat dia dulu bekerja?

Seorang pekerja Kiara muncul dari arah pintu dapur dengan sedikit tergesa-gesa, Dimas yang juga baru masuk kembali ke ruang makan melihat Kiara bertanya dan dibalas Kiara dengan mengedikkan kedua bahunya.

“Maaf ibu, tapi di depan ada yang mencari..”

Kiara melirik Dimas, “apa aku ada janji? Atau kau lupa membuat janji dengan seseorang hari ini? Sepagi ini Dimas?”

“Aku tidak membuat janji untukmu hari ini Kiara, ini hari minggu.” Bantah Dimas “apa kau menanyakan namanya?” Kini Dimas beralih pada pekerja dirumah Kiara ini

Pekerja itu tak langsung menjawab, dia terlihat berfikir.

“Ah…” ujarnya sepertinya sudah mengingatnya “..namanya Raynaldi Brahmawijaya ibu..”

Mendengar nama itu Kiara maupun Dimas saling memandang.

“Apa yang sedang dilakukan ayahnya Nadia disini Kiara?”

———————————————————————————————————————————————————————-

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!