Abi Alif, ummi Nana, Ali, mengontrol diri agar mereka tetap terlihat biasa saja. Dan Liana, ia sendiri diam tak memberi reaksi atau kesan apapun setelah memandang datar ke arah pemuda itu. Tetapi sebenarnya ia sedang mengendalikan dirinya agar terlihat biasa saja.
Liana terus berucap istighfar dalam hatinya, karena meski ia memandang datar ke arah laki-laki yang mengajaknya ta'aruf, tetapi di dalam dirinya, ia merasa getaran tak biasa.
Disisi Nathan yang paham kode dari Fatih, ia terdiam, dia merasa malu karena tingkah kocaknya keluar di depan abi Alif dan ummi Nana. Ia pun mengalihkan pandangannya, seketika dirinya terkejut.
"Aku gak salah lihat 'kan ? Kok orangnya ada disini ?" sahut Nathan dengan kedua matanya yang melebar.
Wajahnya langsung diusap oleh Fatih. "Jangan melihat kakakku kaya gitu."
Nathan menunduk malu sambil nyengir dan menggaruk-garuk pipinya yang tak gatal. Abi Alif pun akhirnya bersuara. "Gimana nak Nathan ? Apa tertarik ?"
Nathan memandang abi Alif sambil tersenyum malu. "Nggih pak ustadz, saya tertarik."
Abi Alif pun memandang putrinya yang sedari tadi diam dan menunduk. "Nak, apa kamu mau ?"
Liana tak menjawab, dia memilih diam dan menunduk saja. Melihat putrinya seperti itu abi Alif tersenyum senang, paham. Diamnya seorang perempuan menandakan dirinya juga mau menerima kehadiran sosok pemuda ini untuk menjadi calon suaminya.
Seperti yang diriwayatkan dari ‘Atha’, dia berkata, “Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam, biasa meminta izin kepada putri-putrinya yang akan dinikahkan. Rasulullah biasanya meminta putrinya untuk duduk di balik tirai dan menanyakan pendapatnya tentang lamaran seseorang atas dirinya. Jika putri beliau menggerakkan tirai maka beliau tidak akan menikahkannya. Dan jika diam saja maka Rasulullah menikahkannya.”
Abi Alif mengalihkan pandangannya kembali ke arah Nathan. "Jadi kapan kamu mau mengkhitbah putriku ?" tanyanya dengan nada yang serius.
Jika dilihat dari segi bahasa, khitbah memiliki arti meminta, melamar, atau meminang seorang perempuan untuk dijadikan sebagai seorang istri.
Nathan yang juga memasang wajah keseriusannya, dengan mantap ia menjawab. "Sekarang pun siap mengkhibahnya, pak ustadz."
Mendengar jawaban Natah, sontak membuat semua orang di ruangan terkejut bukan main. Bahkan Liana juga masih menunduk terbelalak mendengarnya. Jantung semakin berdebar tak karuan.
Nathan segera merogoh tangannya ke dalam saku, setelah dapat, dengan segera ia mengeluarkannya. Sebuah kotak hitam kecil di tangan kanannya, ia pun membukanya lalu meletakkannya di meja. Semua orang semakin terkejut bukan main.
Rupanya isi kotak yang ditunjukan Nathan, sebuah cincin emas. Mereka tak menduga apa yang dilakukan oleh sosok pemuda ini, dengan hebatnya dia sudah menyiapkannya, tanpa peduli dirinya diterima atau tidak. Bahkan Fatih sendiri juga baru tak kalah terkejutnya melihat tindakan Nathan yang berani mengambil resiko.
"Ini..." ucap abi Alif menggantung, ia masih dalam keadaan kaget.
Dengan wajah seriusnya, Nathan berkata. "Izinkan saya melamar putri panjenengan. Dan maaf atas tindakkan saya yang mendadak ini. Karena yang saya yakinkan adalah niat baik harus segera dilakukan, jangan ditunda-tunda." meski dirinya terkadang menunda-nunda sesuatu, tetapi tetap dilakukan pada akhirnya.
Abi Alif memandang kagum kearah Nathan, dengan bermodal sederhana, dengan beraninya pemuda ini menunjukkan keniatannya untuk meminta putrinya untuk dinikahi. Lalu abi Alif meminta ummi Nana untuk mengambil pemberian Nathan. Setelah mengambilnya, ummi Nana memakaikan cincin itu ke jari manis tangan kiri Liana.
Melihat cincin emas seberat 2 gram yang baru ia beli tadi akan dipakaikan, dalam hati Nathan berdoa dan berharap cincin itu memiliki ukuran pas dengan jari manis gadis pilihannya. Inilah kesalahannya karena asal membeli tanpa peduli dengan ukurannya, dirinya hanya bermodal yakin kalau cincin itu pasti pas.
Dan benar saja, cincin telah terpasang, Nathan bersyukur Alhamdulillah, karena cincin pemberiannya pas di jari manisnya Liana. Dan kini resmi sudah gadis itu dilamar oleh Nathan. Sungguh kejadian yang tak terduga, berta'aruf sekaligus melamar. Dan hebatnya yang melamar datang hanya seorang diri.
Kini mereka berlanjut merencanakan kapan untuk melakukan rencana akad sambil menikmati teh. Abi Alif meminta Nathan untuk mendatangkan keluarganya terlebih dahulu untuk merencanakan pernikahan. Nathan menjawab. "Keluarga saya hanya tinggal kakak laki-laki."
Semua terdiam mendengarnya. Nathan pun menceritakan bahwa selama ini ia tinggal di rumah kakak laki-lakinya yang sudah menikah. Dia juga tak lupa menceritakan kedua orang tuanya yang sudah meninggal. Semua anggota keluarga abi Alif tak bertanya apapun lagi, mereka memandang Nathan sebagai sosok pemuda yang pemberani dan tak peduli memikirkan resiko sebelum mencoba akan sesuatu.
Fatih merasa tersentuh, karena dibalik kekonyolan dari sifat Nathan, rupanya memiliki kesedihan yang tak pernah ia ketahui. Fatih merasa dirinya beruntung karena keluarga abi Alif menerima kehadirannya dan menyayanginya layaknya anak kandung.
Abi Alif mengalihkan pembicaraan, yaitu langsung membahas pernikahan putrinya dengan calon menantunya ini. Abi Alif dan ummi Nana hanya menginginkan pernikahan anak gadisnya secara sederhana saja, dan mengundang orang-orang terdekat. Lagi pula di islam pun pesta pernikahan juga tidak diwajibkan.
Cukup sah di mata agama dan hukum, itulah yang diinginkan keluarga abi Alif. Dengan senang hati Nathan setuju dengan permintaan calon mertuanya itu, lagi pula sebenarnya ia juga tak ingin mengadakan pernikahan yang mewah-mewah. Menurutnya untuk apa ? Biarkan saja kalau tetangganya menggonggong.
Abi Alif pun menanyakan kapan akan melakukan akadnya, dengan mantapnya Nathan menjawab 10 hari lagi, ia bersedia. Bukankah jawaban pemuda itu lagi-lagi membuat abi Alif dan sekeluarga terkejut. Abi Alif kembali memastikan atas jawaban Nathan.
Dengan nada seriusnya Nathan menjawab. "Bukannya saya yang tidak sabar menikahinya. Melainkan yang saya yakinkan adalah, jika memiliki niat yang baik, maka harus disegerakan."
"Sama sepertinya kita mendengar suara azan, maka kita harus segera mempersiapkan diri untuk menjalankan kewajiban kita sebagai umat muslim untuk mengerjakan sholat." lanjutnya menjelaskan alasannya.
"Yaaa, meski kadang saya sendiri suka menunda-nunda sholat. Hehehe." lanjutnya sambil terkekeh.
Abi Alif tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya, dan anggota keluarganya tak menyangka kalau Nathan terlalu jujur. Bahkan Fatih sendiri, ia menepuk jidatnya.
Nathan bersuara lagi. "Maka dari itu saya ingin segera menikahi putri panjenengan untuk melengkapi ibadah saya sekaligus melengkapi hidup saya. Karena, bila putri panjenengan sudah saya nikahkan, saya ingin dia menegur dan membimbing saya untuk menjadi lebih baik lagi."
"Maaf bila saya meminta 10 hari, karena baga saya, itu cukup mempersiapkan semuanya, dari pihak keluarga pak ustad dan saya." lanjutnya.
Abi Alif menghela nafasnya. Lalu ia memberi jawaban. "Baiklah, kalau itu keinginanmu." pandangannya beralih ke arah Liana. "Nak, kamu gimana ?"
Liana tak menjawab, dia masih diam dan menunduk. Sebagai ayah yang selalu menjaga anak gadisnya, abi Alif paham diamnya Liana. Sungguh penuh kejutan malam ini, yang dimana mereka melakukan ta'aruf, hingga berakhir Liana langsung dilamar oleh Nathan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments