#Tidak ada manusia yang tetap dalam keadaan baik-baik saja, karena derita dan tawa adalah fitrah setiap diri#
Fany merasa ada nyeri di nadi tangan kirinya ketika perlahan membuka matanya. Dikerjakan matanya berulang kali untuk menyempurnakan netra pandangannya. Sesaat kemudian matanya menangkap sebuah tihang penyangga botol infus di sebelah kirinya, fikir normalnya bergerak ini penyebab nyeri di nadinya, jarum infus yang menancap untuk mengalirkan cairan yang menopang kebutuhan nutrisi di tubuhnya.
"Fany, Syukurlah Kamu sudah sadar." ucap seorang pemuda berperawakan sedang dengan tatapan sendu dari sebelah kanan ranjang pembaringan.
Fany menoleh dan memaksakan tersenyum, lalu senyum itu selintas ditahannya, ada yang janggal dalam fikirannya, tapi ditepis sendiri fikir yang selintas itu.
"Kak Ang, terima kasih." Ucap Fany lirih. Lelaki yang disebut dengan Kak Ang itu merapatkan tubuhnya pada ranjang dan mengangkat tangan kanannya hendak menyentuh tangan kanan Fany, tapi reflek Fany menggeser posisi tangannya beberapa senti sekedar memberi kode bahwa tidak mengizinkan untuk disentuh. Ang pun tersenyum maklum dengan sikap gadis yang ada di hadapannya.
"Maaf, tadinya sekedar memastikan Kamu baik-baik saja. Dengan reaksimu yang seperti itu Aku yakin Kamu sudah lebih sehat dari perkiraanku." Ang melangkah mundur lalu mengambil segelas air dari atas nakas, dan memaksa Fany mengitari pandangan disekelilingnya hal ini menyadarkan Fany bahwa tempatnya kini berbaring adalah kamar rumah sakit atau klinik.
"Ayah, mana Ayah, bagaimana kondisi Ayah." Dengan panik Fany mengangkat tubuhnya dari ranjang dan menghunuskan pandangannya kepada sosok yang disebu Kak Ang itu.
"Tenang, Ayah baik-baik saja, tadi Ayah sudah dibawa ke rumah sakit 'AA dan sudah ditangani dokter." Kak Ang menyampaikan kabar Ayah Fany dengan hati-hati, karena jika salah kata saja Fany bisa mengambil sikap yang tidak baik untuk kondisinya saat ini.
"Istirahat saja, nanti kalau Kamu sudah sehat Kita tengok Ayah." Tegas Kak Ang berusaha menguatkan Fany.
Fany mengangguk lemah dan memejamkan matanya kembali, diikutinya perasaan ngantuk yang sangat berat menggelayut di kedua pelupuk matanya.
Setelah memastikan Fany tertidur lagi, Kak Ang menyimpan segelas air ke atas nakas kembali, segelas air yang setadinya akan diberikan kepada Fany. Dengan berat Ang menarik nafasnya lalu menghembuskannya dengan kasar. Diarahkan kembali tatapannya ke arah Fany yang sudah terlelap lalu dirapihkan posisi selimut yang menutupi tubuh Fany dari bagian kaki sampai dadanya. "Sampai kapan Kamu bersikap seperti ini kepadaku Fany, sampai kapan?" Bisik Kak Ang yang hanya didengar oleh dirinya.
Kak Ang. Sosok pria yang digandrungi mahasiswi di kampusnya, berperawakan sedang, dada bidang, senyum menawan, rambut hitam legam ikal sebahu, dan mata elangnya yang membuat wanita bertekuk lutut pada pesonanya. Anggara Wicaksono, Seorang pemuda dari keturunan ningrat yang jika ditelusuri silsilahnya masih layak menyandang Raden pada depan namanya, namun orang tuanya berpandangan modern sehingga embel-embel silsilah tidak dipatrikan pada atribut nama anak-anaknya. Sifat kedua orang tuanya mungkin yang menurun pada sosok Anggara terbukti Dia tidak pernah pilih-pilih teman dengan cara aktif diberbagai perkumpulan maupun organisasi mahasiswa, alasannya mengisi waktu dan membangun relasi. Bapaknya pernah berkata "Jika kamu sudah di dunia kampus maka ada tiga pilihan agar kuliahmu tidak sia-sia. Pertama jika kamu pandai dan cerdas maka galilah ilmu sampai Kamu mendapat bea siswa dan mengenyam pendidikan sampai doktoral. Jika tidak bisa, maka pilihan keduanya adalah dekatlah dengan dosen dan civitas akademik di tempat Kamu kuliah sehingga Kamu mendapat peluang untuk bekerja sesuai kapasitasmu, dan pilihan ketiga adalah bangun relasi sebanyak-banyaknya, bertemanlah dengan siapa pun, karena Kita tidak tahu akan dengan siapa kita hidup kelak. Dengan banyak relasi maka Kamu akan mengenal berbagai macam sifat dan karakter manusia otomatis Kamu juga akan mengetahui apa kebutuhan mereka. Dengan mengetahui kebutuhan mereka maka peluang bisnis akan terbuka"
Anggara melanjutkan langkahnya menuju tempat parkiran kendaraan pengunjung rumah sakit lalu mengambil HP dari saku celananya dan memulai panggilan. Dengan tampang serius Dia berbicara bahkan dengan nada penekanan Dia berkata "Bagaimana pun caranya, harus ketemu, jika tidak maka Kamu akan tahu akibatnya!"
Suara bentakan Anggara sampai terdengar oleh seorang pemuda yang sedang berdiri mematung di pintu mobil yang terbuka sambil menyandarkan tubuhnya dan menahan pintu dengan lutut sebelah kirinya agar pintu tetap terbuka. Laki-laki itu masuk ke dalam mobil, seperti menghindari bertatap langsung dengan Anggara.
Anggara melajukan mobilnya arah pulang, menemani Fany hal yang mustahil, pasti penolakan lebih baik istirahat di rumah, besok pagi Dia kembali lagi.
Sesampainya di rumah, Anggara menghubungi temannya untuk mendapat informasi siapa yang menabrak Bapaknya Fany, tapi tidak ada satu pun temannya yang dapat mengetahui jejak motor yang menabrak. Rata-rata dari mereka tidak tahu dengan alasan ikut acara kuliah umum, sehingga tidak tahu peristiwa kecelakaan itu terjadi.
Mencari data siapa yang tidak ikut kuliah umum bisa saja dilakukan, tapi itu baru besok, sebab seluruh data sudah disetorkan kepada pihak kampus oleh ketua penyelenggara. Namun ada beberapa protokol yang harus ditempuh, berabe, pikir Anggara.
Saat seperti ini, berbagai peristiwa menyeruak dalam ingatannya, Pertemuan dengan Fany berawal dari peristiwa yang tidak disengaja. Anggara sedang menurunkan beberapa salon sound sistem dari mobil bak yang akan digunakan untuk menambah kekuatan jangkauan suara dari aula dalam ke aula bagian luar yang akan di pasang layar untuk menampilkan kegiatan di dalam Aula. Fany yang terburu-buru berlari tidak sengaja menabrak salon sound sistem yang mengakibatkan hampir saja salon yang berjejer roboh jika tidak ditahan oleh Anggara.
Fany kaget dan berteriak, "tolong-tolong!", sontak saja orang berhamburan mendekati jeritan meminta tolong. Anggara dengan sigap menata salon sound sistem dan segera menghampiri Fany untuk menyuruhnya diam. Bukannya diam, Fany malah semakin keras teriakannya karena takut Anggara memarahinya. Melihat itu Anggara panik dan mendekap Fany lalu menutup mulutnya dari belakang. Lalu dengan kata-kata mengancam Anggara berbisik penuh tekanan.
"Diam, atau Kamu gagal masuk perguruan tinggi ini." ancam Anggara.
Ternyata ancaman Anggara berhasil mendiamkan Fany, setelah sadar, Fany langsung melepaskan diri dari Anggara, lalu berkata "Terima kasih ya Kak, sudah menunjukkan jalan yang benar, maaf, tadi saya salah orang, Aku kira tadi Kakak ini copet komplek. Maaf ya, sekali lagi, maaf." sambil berlari Fany meninggalkan kerumunan menuju aula.
Tidak habis pikir, busa-bisanya Fany menganggap Anggara copet komplek, perasaan tampangnya jauh dari tampang kriminal, atau karena mode rambutku atau mungkin mata Fany saja yang rabun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Ken ZO
Thrillernya bikin deg-degan, aku suka banget sama cerita ini!
2023-08-19
0
Duane
Aaaahh.. aku udah kecanduan sama ceritanya, update terus yaa! ❤️
2023-08-19
0