Take Care of Yuto

"Jangan cuma diem aja, buruan urusin anak lo!" ujar Yuta, lalu turun dari ranjang. Yuta tengah berjalan menuju pintu ketika Imarasti kembali teringat dengan perkataan Nenek Tanu tentang bajunya yang dalam keadaan tidak baik-baik saja pagi tadi.

Imarasti menatap punggung Yuta dengan tatapan bingung sekaligus kesal. "Yutakoyaki! A-apa yang lo lakuin ke gue semalem?!"

Langkah Yuta terhenti. Ia diam sejenak sebelum akhirnya berbalik, menatap Imarasti diiringi dengan tatapan datar.

"Gue lupa," kata Yuta acuh.

Sementara Imarasti menatapnya tak percaya, Yuta memijit pelipisnya dengan satu tangan, "Apa Nenek ngasih obat tidur di minuman gue ya? Kepala gue jadi pusing abis minum susu yang semalem."

Yuta mendengus pelan, kembali menatap Imarasti dan melanjutkan, "Harusnya lo bersyukur karena Nenek cuma ngasih obat tidur di minuman gue, bukannya obat perangsang dan... mungkin pas lo bangun nggak cuma tiga kancing baju lo doang yang lepas, bisa jadi semuanya."

Yuta menggeleng pelan, lalu berbalik dan meninggalkan Imarasti begitu saja.

"Lo ya..."

Membuat Imarasti semakin kesal ketika Yuta menutup pintu dengan cara membantingnya.

"YUTAKOYAKI!!" seru Imarasti lalu mengambil bantal, guling dan melemparkannya ke arah pintu.

"Gue nggak akan maafin elo! Cowo sialan! Bodoh! Mesum! Kam—"

Kalimat Imarasti terhenti ketika suara tangisan bayi yang hampir ia lupakan kembali terdengar. Kali ini bahkan semakin melengking hingga memenuhi sudut-sudut kamar.

Imarasti bergegas turun dari ranjang dan berlari ke arah box bayi yang berada tak jauh dari tempat tidurnya. Namun langkahnya terhenti padahal box bayi itu tinggal beberapa langkah lagi dari kakinya.

"Astaga, ini gue harus gimana?" gumamnya pelan, menggigit bibir bawahnya sembari kedua tangannya memilin-milin ujung baju yang Ia kenakan.

Tangis bayi itu langsung mereda ketika mendapati kepala Imarasti muncul di atasnya.Membuat Imarasti tersenyum tipis sembari membalas tatapan dari mata nanar bayi itu.

"H-hai." Imarasti melambai dengan gerakan kikuk. "J-jadi kamu bayi?"

Astaga.

Bayi itu kembali menangis.

"Oh! Oke oke!" seru Imarasti, mendadak merasa panik.

Imarasti sudah berusaha keras untuk terlihat tersenyum tapi bayi itu semakin menangis. Hingga kemudian Imarsti semakin mendekatkan kepala ke arahnya, "Yuto Alvaro Tanubrata?" Imarasti memaksakan senyuman lebar.

"Bener kan nama kamu Yuto Alvaro Tanubtata? Kamu lihat? Aku bahkan ingat nama kamu."

Bayi itu semakin menangis. Membuat Imarasti kini benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.

"Please berhenti!" mohonnya dengan menunjukkan wajah seolah ingin menangis sembari membentur-benturkan keningnya ke tepi box bayi yang terbuat dari kayu. "Please berhenti nangis dan..."

Gadis itu kembali berdiri, menatap lurus ke depan, menarik nafas dalam-dalam...

"YUTAAAAAAA!!!!!"

Yuta yang tengah meminum kopinya di dapur langsung tersedak dan menyemburkan kopi dari mulutnya ketika teriakan Imarasti yang melengking muncul dari kamar mereka. Tidak lama kemudian terlihat sosok gadis itu yang berlari ke arahnya, menepuk lengan atas Yuta cukup kuat.

"Enak banget lo ya santai-santai di sini?! Bayi itu terus nangis dan nggak mau berhenti!!" seru Imarasti frustasi dengan rambut panjang yang lumayan berantakan membuat Yuta menatapnya dengan tatapan kesal bercampur iba.

Yuta tengah meletakkan cangkir kopinya di atas meja ketika Imarasti kembali menepuk lengan atasnya.

"Jangan diem aja bodoh! Lakuin sesuatu!!" seru Imarasti seolah menangis.

Yuta memejamkan mata bersamaan dengan helaan napas cukup panjang. Lalu ia mendekat ke arah Imarasti, sedikit membungkuk untuk mendekatkan wajah mereka membuat Imarasti langsung terdiam sembari memundurkan kepalanya perlahan.

Rahang Yuta mengeras.

"Lo. Bisa. Diem?"

Imarasti mengerjap cepat, kembali berdiri tegap dan menatap Yuta dengan tatapan kesal.

"Gimana gue bisa diem?! Bayi itu terus nangis dan—"

"Jangan teriak, oke?" sela Yuta, berkacak pinggang sembari menatap Imarasti dengan tatapan paling kesal yang ia miliki. "Gimana Yuto bisa diem kalo lo terus kayak gini?! Lo itu mamanya! Seharusnya lo bisa nenangin dia bukan malah bikin Yuto semakin—"

"Apa lo bilang? Mamanya?" sela Imarasti. Kini giliran ia yang berkacak pinggang di hadapan Yuta.

"Asal lo tau, gue ini bukan mamanya!? Gue masih terlalu muda jadi seorang mama! Gue belum mau jadi mama di usia seperti ini dan— Hey! Lo mau kemana?!" Imarasti berseru kesal setelah Yuta mengabaikannya lalu menabrak tubuhnya begitu saja. Berjalan santai meninggalkannya membuat Imarasti menatapnya semakin murka.

"Yutakoyaki lo yaa..." desis Imarasti pelan. Lalu ia mengambil satu sandal rumah yang Ia kenakan lalu melemparkannya ke arah Yuta.

Dan tepat mengenai belakang kepala Yuta.

Raut wajah Imarasti mendadak berubah menjadi cemas ketika langkah Yuta terhenti.

Imarasti mengerjap cepat lalu berkata, "Gu-gue nggak bermaksud untuk..." sembari memilin-milin bajunya, lalu melanjutkan, "Salah lo sendiri!"

"LO!" Yuta berbalik. Kemudian ia melepas satu sandal rumah yang ia kenakan, berniat membalas Imarasti tapi tangis Yuto semakin menjadi di dalam kamar, hingga membuat pergerakan tangannya terhenti.

Yuta menghembuskan napas kasar, melemparkan sandal itu ke lantai lalu kembali memakainya, mencibir pelan ke arah Imarasti sebelum akhirnya berbalik. Yuta pun memilih berjalan menuju kamar yang kemudian disusul Imarasti yang berlari kecil di belakangnya.

"Gimana? Kenapa dia sampe nangis sekeras itu?"

Awalnya Yuta berniat mengangkat tubuh Yuto dan mengeluarkannya dari box bayi, namun pergerakan tangannya mendadak terhenti ketika mendapati kepala Imrasti muncul di samping kepalanya, menatapnya dengan wajah tanpa dosa setelah apa yang sudah istrinya ini lakukan padanya; berteriak hingga membuat Yuta terpaksa bangun dari tidurnya, membuat acara minum kopinya menjadi berantakan, dan yang paling menyebalkan adalah ketika Imarasti melempar kepalanya dengan sandal.

Imarasti masih diam, lalu ketika ia mulai menyadari tatapan mematikan yang Yuta berikan padanya, gadis itu langsung berdiri tegap, menggeser beberapa langkahnya untuk menjauhi Yuta, mengalihkan tatapan Yuta dengan menatap Yuto yang saat ini tengah menatap Yuta dalam diam.

"Di-dia, ngeliat elo," kata Imarsti sembari menunjuk Yuto dengan jari telunjuknya.

Yuta mencibir pelan, lalu membalas tatapan Yuto dan mengangkat tubuhnya dari dalam box bayi. Menggendongnya kemudian menidurkan Yuto di ranjang.

Setelah terlentang di atas ranjang, kedua tangan Yuto langsung bergerak-gerak mencoba menggapai wajah Yuta yang berada di atas wajahnya. Yuta tengah sibuk melepas popok Yuto sementara Imarasti yang berdiri di samping Yuta tengah menatap Yuto lekat-lekat.

"Yut, liat deh! Dia mirip sama elo. Apa Nenek sengaja mesen bayi kayak gini buat dijadiin anak lo?"

Yuta kemudian mendongak lalu menatap Imarasti dengan wajah tanpa ekspresi dan berkata, "Maksud lo apa? Lo pikir Yuto ini barang yang bisa dipesen?"

Imarasti langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Kembali menggeser langkahnya untuk menjauhi Yuta dan berjanji dalam hati bahwa ia tidak akan berbicara macam-macam lagi setelah ini.

Namun hal itu baru saja berjalan beberapa detik ketika tiba-tiba Yuto pipis dengan air seni yang memancar ke arah dada Yuta.

"Lah! Lah! Yuto!"

Sementara Yuta tengah panik sambil berusaha menutupkan kembali popok Yuto, tawa Imarasti lebih dulu meledak sampai Yuta kini menatapnya dengan tatapan galak.

"Aduh ya Tuhan.. Lihat deh, dia lucu banget nggak sih?" ujar Imarasti di tengah tawanya, membalas tatapan Yuto yang juga menatapnya dengan senyum mengembang sembari mengemut jemarinya.

Yuta akhirnya berdiri, mengabaikan air kencing Yuto yang membasahi dadanya lalu berucap, "Mandiin Yuto, ganti baju sama popoknya abis itu kasih dia susu."

Tawa Imarasti langsung mereda, beralih menatap Yuta dengan tatapan tak mengerti, "E-eh? Mandiin?"

Yuta hanya mengangguk. Ia baru saja akan melangkah pergi namun Imarasti lebih dulu menahan lengannya.

"Lo pikir gue bisa mandiin dia?! Gue bahkan nggak pernah megang bayi sebelumnya!" Kini Imarasti terlihat cemas.

"Imarasti—"

"Gimana kalau tubuhnya yang kecil itu lepas pas gue nyabunin dia? Kepleset terus jatuh? Gimana kalau dia nggak bisa berdiri lagi? Nggak nangis lagi? Gimana kalau... dia mati?! Yuta gimana kalau dia mati pas gue mandiin?!!"

Yuta mendelik. Lalu meletakkan ujung jari telunjuknya di kening Imarasti, mendorongnya sembari berucap, "Nggak usah lebay!"

Imasrasti benar-benar tidak peduli. Sementara Yuto menatap kedua orangtuanya itu dengan tatapan antusias, Imarasti malah menatap Yuta dengan tatapan memelas, "Bantuin gue.. Lo harus bantuin gue kalau lo nggak pengen terjadi apa-apa sama tubuhnya yang kecil itu!"

Yuta mendengus pelan. Ia baru saja akan membentak tapi Imarasti lebih dulu bersuara, "Gue bakal nendang kaki lo kalau lo nggak mau." Kemudian ia menatap Yuta dengan tatapan yang berubah menjadi serius.

Yuta membalas tatapan Imarasti disertai senyuman mengejek, "Lo pikir lo bisa?"

Mereka bahkan tidak menyadari jika Yuto mulai terkikik pelan meperhatikan mereka.

Imarasti mendekat ke arah Yuta, membalas senyuman Yuta dengan senyuman miring. Sekilas ia menatap tulang kering Yuta dan berucap, "Jadi menurut lo gue nggak bisa?"

Satu kaki Imarasti melayang dan...

Dugh!

"Aww!! IMARASTI!"

..

..

..

TBC

Terpopuler

Comments

Nurwana

Nurwana

sama saya nda bsa ksh mandi bayi. pas saya lahiran, mertuaku n suamiku yg ksh mandi anaku. nti umur tiga bulan lebih Bru saya bisa ksih mandi. itupun msh byk suamiku yg ksh mandi.

2021-02-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!