What A Married?!

What A Married?!

Married???

"Imarasti, minggu depan kamu menikah."

"A-apa?"

Imarasti berharap ini hanya mimpi. Mimpi buruk ketika ia baru saja bangun dari tidur. Namun harapan itu seolaah sirna ketika ia melihat Ibunya sudah menyambutnya di ambang pintu kamar.

"Menikah sama cucu dari Keluarga Tanubrata. Nenek Tanu mau kamu menikah sama cucunya," ditambah Ayah Imarasti yang kemudian muncul di belakang Ibunya, membuat gadis itu semakin mematung di tempat.

Well, Imarasti tidak akan pernah suka jika orangtuanya mulai mengangkat pembicaraan yang menyangkut Nenek Tanu. Kemudian Imarasti hanya bisa mengumpat dalam hati kenapa Ayahnya menyebut nama nenek tua itu untuk menyambut paginya. Ya, Nenek Tanu adalah nenek tua, rambutnya keriting berwarna putih, cerewet, suka mengatur, dan menyebalkan.

Namun terlepas dari itu semua, Imarasti tentu juga tahu bahwa Keluarga Tanubrata sangat berjasa dalam keluarganya. Dimulai dari Nenek Tanu dan suaminya yang banyak berjasa pada nenek dan kakeknya yang telah meninggal sepuluh tahun lalu. Keluarga Tanubrata lah yang membantu usaha konveksi kakeknya hingga sukses dan kini diteruskan oleh Ayahnya. Bahkan lima tahun lalu ketika perusahaan itu dipegang oleh Ayahnya hampir bangkrut Nenek Tanu lah yang menutupi kerugiannya hingga perusahaan itu bisa bangkit lagi.

"Imarasti?"

Imarasti mendongak, menatap Ayah dan Ibunya dengan tatapan kosong.

"Cepet mandi terus siap-siap. Kita mau ketemu keluarga calon suami kamu," ujar Ibunya dengan nada tegas.

"Ta-tapi.." Imarasti mengambil guling, lalu memeluknya erat-erat. Gadis itu mulai menangis tanpa mengeluarkan air mata sambil berteriak, "Ibu! Aku nggak mau nikah! Aku punya pacar namanya Johaness Ardhiansyah dan aku cuma mau nikah sama dia! Bahkan nanti malem dia ngajakin aku kencan!"

"Im—"

"Johan juga kaya, Bu! Kalo aku nikah sama dia aku bakal jadi istri dari pewaris tunggal pemilik pusat oleh-oleh terbesar di Jogja! Terus nanti aku akan lunasin hutang keluarga kita ke Nenek Tanu yang cerewet itu dan—"

"IMARASTI! Berhenti membahas soal Johan. Dia nggak akan bisa jadi imam buat kamu!"

Imarasti terdiam ketika suara tegas Ayahnya menggema di seluruh sudut kamar, membuat nyalinya menciut dan ia hanya bisa memeluk gulingnya semakin erat sambil menatap Ayahnya dengan tatapan takut. Ayahnya memang tak pernah menyetujui hubungannya dengan Johan karena mereka beda keyakinan.

"Ayah, tapi aku nggak mau jadi cucu menantu nenek cerewet itu."

"Kamu nggak boleh ngomong kayak gitu tentang Nenek Tanu!" Ayah Imarasri sungguh-sungguh ketika mengucapkan kalimatnya. Ayahnya itu tentu sadar bahwa putri tunggalnya terkadang memang kurang ajar. Namun tatapannya mulai melembut bersamaan dengan langkah kakinya yang semakin mendekati tempat tidur putrinya, lalu duduk di tepi tempat tidur hingga kini mereka saling berhadapan, "Nenek Tanu sekarang lagi sakit. Ayah sama Ibu merasa buruk karena beliau terus bilang bahwa ini permintaan terakhirnya, permintaan terakhir sebelum beliau.."

"Meninggal?" sela Imarasti, "Ayah, Nenek Tanu nggak akan meninggal semudah itu. Dia masih kuat dan—"

"IMARASTI!"

Imarasti langsung menyembunyikan wajahnya di balik guling setelah mendengar bentakan Ayahnya tepat di depan wajah. Lalu ia sedikit menggeser gulingnya untuk melirik wajah Ayahnya sekedar memastikan, apa masih marah atau tidak.

"Sudah Ayah bilang kan jangan ngomong kayak gitu. Ayah tau kamu merasa nggak bisa bebas dengan hutang jasa itu tapi," tatapan Ayah Imarasti melemah, "maaf karena nggak bilang sama kamu sebelumnya. Sebenarnya..." ketika kalimat Ayahnya menggantung, Imarasti mulai menyingkirkan guling dari wajahnya secara perlahan, menatap Ayahnya dengan tatapan bingung.

"Imarasri nduk.." Ibu Imarasti mendekat, lalu ikut duduk di tepi tempat tidur di sebelah suaminya, "sebenarnya kamu sudah dijodohkan."

"E-eh?"

Ayah Imarasti mengangguk lalu berkata, "Iya, sama cucu Nenek Tanu yang namanya Arthayuta Tanubrata, teman kecil kamu."

"APA??? SI TENGIL ITU???" Imarasti shock.

"Hush! Kamu nggak boleh gitu sama calon suami kamu," tegur Ibu Imarasti.

"Bahkan aku nggak pernah temenan sama dia, Bu. Dia jail, ngeselin, kelakuannya arrgh dia tuh selalu aja ngajak berantem aku. Aku nggak mau sama dia. Mending sama Rasyad aja. Cucunya Nenek Tanu kan nggak Yutakoyaki doang, masih ada Arrasyad Tanubrata. Udahlah Ayah, Ibu, nikahin aku sama Rasyad aja," cerocos Imarasti.

Sejak kecil Yuta dan Imarasti memang tidak pernah akur. Imarasti selalu dibuat menangis oleh Yuta, bahkan ia merasa kalau Yuta amat sangat membencinya. Padahal dulu Yuta hanya iri karena kakeknya sangat menyayangi Imarasti. Almarhun Kakek Tanu dulu sangat menginginkan cucu perempuan namun cucunya semuanya laki-laki, itulah alasannya mengapa Kakek Tanu sangat menyayangi Imarasti.

"Jangan gila kamu! Rasyad masih kelas satu SMA," tegur Ayah Imarasti.

"Tapi Yah..."

"Dan Nenek Tanu minta pernikahan itu dipercepat karena sesak paru-paru yang dideritanya semakin parah," ujar Ibu Imarasti mengelus kaki putrinya yang masih dibalut selimut.

Imarasti masih memasang wajah kosong. Ia masih tidak percaya bahwa ia harus menikah dengan Si Tengil Arthayuta Tanubrata. Dan hei, bahkan mereka masih kuliah semester lima!?

🍓🍓🍓

Kini Imarasti dan keluarganya tengah berada di kediaman Keluarga Tanubrata. Terlihat Nenek Tanu yang kini duduk di kursi roda dengan senyuman mengembang meperhatikan Imarasti dan Yuta yang sedang duduk bersebelahan. Imarasti terus menekuk wajahnya, sedangkan Yuta bersikap acuh.

"Lihat, kalian begitu serasi. Nenek nggak sabar buat nikahin kalian berdua."

"Sabar Bu, nggak lama lagi mereka akan segera jadi suami istri.." ujar Ayah Yuta.

"Kakak ipar, kok mukanya ditekuk mulu sih?" goda Rasyad ke Imarasti.

"Rasyad kakak iparnya jangan digodain gitu dong.." tegur Ibu Yuta.

"Kakak ipar apaan?!" batin Imarasti sambil masih terus menekuk wajahnya.

"Jadi anak Ayah malu-malu nih?" goda Ayah Imarasti sambil menepuk-nepuk kepala putrinya yang disambut tawa orang-orang di sana kecuali Yuta.

Imarasti semakin dongkol dengan situasi ini. Apalagi melihat ekspresi sok cuek Yuta yang membuat gadis itu semakin muak.

"Maaf sebelumnya.." ujar Imarasti tiba-tiba yang membuat semua menatap Imarasti penasaran.

Imarasti menatap serius ke arah Nenek Tanu dan orangtua Yuta secara bergantian. Ia menunduk lagialu dengan takut-takut ia berucap, "Sebenernya Imarasti sudah punya pacar."

"Yaudah kamu putusin aja," potong Nenek Tanu.

Imarasti langsung mengangkat wajahnya dan menatap Nenek Tanu dengan tatapan tak percaya.

"Nggak mungkin kan kamu pacaran sama laki-laki lain di saat status kamu sudah jadi istri Yuta?" ujar Nenek Tanu enteng.

Ya, Nenek Tanu memang suka mengatur dan seenaknya. Keputusannya adalah mutlak.

"Baju pengantin kamu sudah disiapkan ibu mertua kamu," tambah Nenek Tanu yang disambut senyuman lembut Ibu Yuta.

"Nek, bahkan kami masih kuliah semester lima," lirih Imarasti dengan memasang ekspresi seolah mau menangis.

"Bukankah tidak ada larangan menikah untuk mahasiswa?" tanya Nenek Tanu.

Imarasti sudah tidak dapat membalas lagi. Ia hanya menutup wajahnya frustasi. Kemudian Ia melirik Yuta yang masih anteng seolah tidak terjadi apa-apa. Karena geram dengan sikap acuh Yuta, Imarasti langsung bangkit dan menarik Yuta keluar.

"Nek, permisi sebebtar. Imarasti  perlu ngomong sama Yuta."

Nenek Tanu mengulas senyum melihat Imarasti yang sedang memegang lengan Yuta. "Oh tentu saja sayang. Take your time. Kalian mau menikah jadi pasti banyak yang kalian obrolkan berdua."

Imarasti pun menarik Yuta ke luar rumah. Kini mereka berada di halaman belakang kediaman Keluarga Tanubrata.

"Lo seneng kan dijodohin sama gue ha?!" sergah Imarasti sambil menunjuk wajah Yuta.

Yuta langsung mengusap kasar wajah Imarasti. "Narsis lo boncel! Lo bukan tipe gue asal lo tau."

Imarasti mengertakkan giginya karena perlakuan Yuta. Lalu ia dorong Yuta yang membuat Yuta sedikit terhuyung ke belakang.

"Terus lo kenapa tadi diem aja pas Nenek bahas pernikahan kita? Bilang aja lo seneng dijodohin sama gue!"

"Lo kayak baru kenal Nenek kemaren aja. Harusnya lo tau kalo keputusan nenek itu mutlak, jadi semua yang lo lakuin tadi itu sia-sia!" Yuta mendorong kening Imarasti menggunakan telunjuknya.

Imarasti memasang ekspresi seolah mau menangis, "tapi gue nggak mau nikah sama lo.."

"Lo pikir gue mau? Udah lah terima nasib aja," ujar Yuta acuh. "Gue mau masuk rumah, di luar dingin banyak nyamuk."

Yuta masuk rumah meninggalkan Imarasti yang masih mematung di halaman belakang.

"Terima nasib katanya?" Imarasti melihat punggung Yuta yang mulai menjauh. "Bahkan dia nggak peduli sama sekali sama gue?!"

Imarasti mengacak rambutnya frustasi sambil menghentak-hentakkan kakinya kemudian ia berteriak, tapi tertahan.

"Aaaaargh! Gue bisa gila 😭😭😭"

..

..

..

TBC

Terpopuler

Comments

Puspa Trimulyani

Puspa Trimulyani

🤭😅😅😅😅😅nenek ....nenek.....dg entengnya bilang putusin saja

2023-04-12

0

Puspa Trimulyani

Puspa Trimulyani

🤭🤣🤣🤣🤣🤣

2023-04-12

0

Puspa Trimulyani

Puspa Trimulyani

🤭😅😅😅😅serasi....yg satu mukanya ditekuk yg satunya lagi acuh tak acuh....🤣🤣🤣

2023-04-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!