Sejak Nara menyadari perasaannya, hari-harinya berubah menjadi lebih rumit. Rasanya seperti ada beban yang terus menggelayut di hatinya setiap kali ia berada di dekat Aksa. Ia menjadi lebih sadar akan setiap gerakan, kata-kata, dan bahkan tatapan yang diberikan Aksa padanya.
Namun, di saat yang sama, ada ketakutan yang menahannya.
Bagaimana jika perasaannya hanya sepihak?
Bagaimana jika selama ini Aksa hanya menganggapnya sebagai adik, dan semua perhatian yang diberikannya hanyalah bentuk kepedulian seorang kakak?
Nara menghela napas panjang saat duduk di kantin bersama Lio. Aksa tidak terlihat di mana pun, dan jujur saja, ia sedikit lega. Ia butuh waktu untuk berpikir tanpa terganggu oleh tatapan tajam atau suara dalam milik Aksa yang selalu membuat hatinya bergetar.
"Kamu kenapa sih? Dari tadi diem aja." Lio menatapnya sambil menyedot jus jeruknya.
Nara mengaduk-aduk makanannya yang bahkan belum disentuh. "Nggak kenapa-kenapa."
Lio mendecak. "Kalau bohong itu jangan di depan aku, Nar. Aku tahu kamu terlalu banyak mikir."
Nara menggigit bibirnya, ragu apakah ia harus berbicara atau tidak. Namun, Lio selalu menjadi tempatnya berbagi cerita, seseorang yang bisa ia andalkan.
"Aku cuma..." Nara menunduk, suaranya hampir berbisik, "bingung sama perasaanku."
Lio menaikkan sebelah alisnya. "Perasaan ke siapa?"
Nara tidak menjawab.
Lio menatapnya beberapa detik sebelum menyeringai. "Oh? Jangan bilang ini ada hubungannya sama Aksa?"
Wajah Nara langsung memanas. "Sshh! Pelan-pelan, Kak!"
Lio tertawa kecil. "Jadi bener?"
Nara menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Aku nggak tahu. Aku takut ini cuma perasaan sesaat atau... atau..."
Lio menaruh jusnya dan mencondongkan tubuhnya ke depan. "Atau kamu takut kalau Aksa nggak ngerasain hal yang sama?"
Nara mengangguk pelan.
Lio menghela napas dan menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Dengar, Ra. Aksa itu bukan tipe orang yang gampang deket sama orang. Kalau dia peduli sama kamu lebih dari yang seharusnya, itu bukan kebetulan."
Nara mengangkat wajahnya. "Maksudnya?"
Lio tersenyum miring. "Aksa itu punya caranya sendiri buat nunjukin perasaannya. Kadang dia terlalu overprotektif, kadang dia terlalu cuek, tapi satu hal yang pasti—dia selalu ada di sekeliling kamu."
Nara terdiam, mencerna kata-kata Lio.
Benarkah begitu?
Namun, sebelum ia sempat bertanya lebih jauh, suasana kantin mendadak menjadi lebih ramai. Beberapa siswa tampak berbisik-bisik dan menoleh ke satu arah.
Lio juga mengikuti arah pandangan mereka dan mendecak pelan. "Oh, drama pagi ini dimulai lagi rupanya."
Nara mengerutkan kening dan mengikuti tatapan mereka.
Di dekat pintu kantin, Aksa berdiri dengan wajah dinginnya. Namun yang membuat Nara menahan napas adalah Mishel yang berdiri di depannya, berbicara dengan ekspresi yang sulit ditebak.
Jantung Nara mencelos.
"Apa yang mereka bicarakan?" bisiknya tanpa sadar.
Lio menoleh ke arahnya, menyeringai kecil. "Kalau kamu penasaran, kenapa nggak datengin aja?"
Nara menoleh cepat. "Ngapain?"
"Ya jelas buat cari tahu."
Nara menggeleng cepat. "Nggak, aku nggak—"
Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba Mishel menarik lengan Aksa.
Tatapan Nara langsung tertuju pada tangan Mishel yang menggenggam lengan seragam Aksa dengan erat, seolah tidak ingin melepaskannya.
Aksa tidak menolak, tapi ia juga tidak membalas genggaman itu.
Namun, bagi Nara, itu sudah cukup untuk membuat hatinya terasa sakit.
Tanpa sadar, tangannya mengepal di bawah meja.
Lio mengamatinya dan menghela napas pelan. "Nar, kalau kamu terus diam dan hanya melihat dari jauh, kamu nggak akan pernah dapat jawaban."
Nara menggigit bibirnya.
Ia tahu Lio benar.
Ia harus berhenti menghindari perasaannya.
Ia harus mencari jawabannya sendiri.
Dan itu berarti, ia harus berani menghadapi Aksa.
Bukan sebagai adik.
Tapi sebagai seseorang yang mulai memahami perasaannya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments