"Hey... Itu kursi gue! Bangun gak, atau gue--" belum selesai Sunny berbicara, laki-laki sinting ini telah menariknya dan membuatnya duduk diatas pangkuannya.
"Diam dan makan yang tenang. Apa perlu gue suapin?" ucapnya seolah apa yang sedang dilakukannya saat ini bukanlah masalah besar. Terlebih ketika semua orang menjadikan mereka sebagai pusat perhatian.
Rain sungguh sedingin gunung es di kutub utara. Tidak, tapi wajahnya setebal dinding es di kutub Utara karena ia sama sekali tidak terganggu dengan posisinya yang memangku Sunny saat ini
"Pria brengsek... Lepasin gue!" pinta Sunny memberontak.
"Gue gak lagi pegangin loe, kan?" sahut Rain dengan tenang, Rosa bahkan terlihat menahan tawanya karena menyadari jika Rain sama sekali tidak memegangi tubuh Sunny apalagi mengunci pergerakannya. Yang Rain lakukan tadi hanyalah menarik Sunny duduk di pangkuannya setelah itu dengan santainya ia menyantap makanannya.
Dengan wajah memerah menahan malu, Sunny lantas beranjak bangun dan bergegas pergi meninggalkan kantin.
"Dasar sinting! Gak tau malu! Awas lo kalau ketemu gue lagi! " ucap Sunny mengancam sebelum akhirnya ia memilih pergi atau rasa malu akan menelannya hidup-hidup sekarang.
"Sunny... Tungguin gue!" teriak Rosa yang berlari mengejar langkah cepat sahabatnya itu.
"Pria gila! Bisa-bisanya dia santuy begitu abis narik gue ke pangkuannya!"
Lidah Sunny gatal, ia tidak kuasa untuk tidak mengumpat setelah duduk di kursi tepat dibawah pohon rindang dan teduh dan cukup jauh dari mahasiswa lainnya yang mungkin akan mendengar umpatannya.
Walaupun kursi yang saat ini ia duduki basah, namun Sunny tidak perduli. Ia terlalu kesal hingga mengabaikan semuanya termasuk penampilannya yang selama ini selalu ia jaga.
"Gue gak lagi pegangin loe kok!" Sunny mengolok kalimat yang Rain ucapkan tadi padanya di kantin. Shit!
"Kampret!" Sunny mengumpat sekali lagi. Rain membuatnya pegal hati pagi ini hingga ia harus menepuk-nepuk dadaku yang terasa sesak karena rasa kesal memenuhi rongga jantungnya yang serasa akan segera meledak.
"Siapa cowok tadi? Kalian lagi dalam masa pendekatan ya?" tanya Rosa yang baru saja tiba dan segera menanyakan hal yang terdengar seperti sebuah lelucon konyol bagi Sunny.
"Masa pendekatan sih, beb? Astaga Tuhan, kenapa engkau mengirimkan sahabat yang dungu seperti ini padaku, Tuhan?" Sunny mengoceh kembali sambil mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi seakan sedang berdoa.
"Darimana datengnya kesimpulan konyol itu kalau gue dan pria hujan itu lagi dalam tahap pendekatan?" tanya Sunny saat Rosa masih menatapnya dengan rasa penasaran.
"Kan lo duduk di pangkuannya tadi, ya kan?" jawab Rosa polos. Sunny hanya dapat mengacak-acak rambutnya yang tidak terasa gatal karena rasa frustasi setelah menghadapi Rain dan sekarang bahkan ia harus menghadapi Rosa dan otaknya yang tak sampai.
"Rosa, sepertinya lo butuh menyegarkan pikiran lo deh. Sebaiknya pergi aja cari Alvin kesayangan lo dan tinggalin gue sendiri." Saran Sunny yang sudah tidak tahan melihat tatapan mata penasaran Rosa meskipun ia sudah berkali-kali mencelanya.
"Ide bagus... Kebetulan gue sama dia belum morning kiss." seru Rosa sebelum melangkah meninggalkan Sunny yang merinding mendengarnya.
Yang benar aja, apa mereka membuat jadwal berciuman, bercumbu atau mungkin bercinta? Rosa sepertinya senang mengejek ku yang jomblo sejak lahir ini!
Setelah Rosa pergi, kini Sunny menyadari jika ia cukup kesepian di usianya yang sudah hampir menginjak 21 tahun ini, karena tidak ada seorang lelaki pun yang dapat menyentuh hatinya.
Terkadang ia berpikir, bagaimana rasa ciuman itu? Akan sehangat apa jika dipeluk namun sampai sekarang ia hanya dapat mencium dan memeluk boneka kelinci berkaki panjang kesayangannya di rumah.
Merasakan kupu-kupu berterbangan diperutnya saat menonton drama romantis dan merasa mual saat bertemu pria nyata. Rain contohnya.
Memang sial! Padahal Sunny yakin jika ia tidak sejelek itu untuk menjadi jomblo abadi, justru sepertinya ia adalah gadis cantik karena ia cukup populer di kampus bahkan sejak sekolah menengah. Bisa dibilang ia adalah primadona.
Ha...ha...ha... Aku hanya menghibur diri, lupakan itu!
***
Hari berlalu dan semenjak kehebohan di kantin itu terjadi, Sunny menjadi sedikit lebih populer karena semua mahasiswa di kampus selalu membicarakannya seolah Rain adalah pangeran kampus yang membuatnya banyak mendapatkan tatapan sinis dari mahasiswi dimana ia kuliah.
Namun meskipun begitu, Sunny dan si pria hujan itu tidak pernah berpapasan lagi. Hari itu adalah hari pertama dan hari terakhir mereka berjumpa, meskipun terkadang Sunny masih heran dengan kelakuan laki-laki itu
Bagaimana bisa Rain dengan tenang menariknya kedalam pangkuannya? Melakukan sentuhan tidak terduga, bahkan terlalu intim untuk dua orang yang baru pertama kali bertemu hari itu. Terkadang membayangkan kejadian itu membuat Sunny kesal sekaligus berdebar. Sial!
Sunny tidak ingin memikirkannya lagi. Lebih baik ia bersantai melihat hamparan laut biru yang indah.
Walau tanpa restu kedua orang tuanya, Sunny tetap nekat ikut perjalanan karya wisata menuju Bali menggunakan kapal pesiar.
Awalnya ia begitu bersemangat, semua terasa menyenangkan, tapi setelah satu jam perjalanan ia malah merasa mual dan pusing berada diluar kabin jadi ia memilih kembali ke kamarnya untuk menetralkan rasa pening sekaligus menyalurkan hasratnya yang ingin segera menggambar desain baju yang kelak akan menjadi koleksi baju musim panas jika ia sudah menjadi desainer terkenal nanti.
Menjadi seorang desainer sekaligus fashion stylist akan selalu menjadi impian terbesarnya, namun sayang karena kepalanya begitu pusing ia tidak dapat menyelesaikan gambarnya dan malah memikirkan pria hujan itu lagi. Ya, Rain a.k.a pria hujan.
Tidak mau pikirannya melayang jauh memikirkan pria yang mempunyai bad attitude itu, Sunny akhirnya kembali memilih untuk keluar dari kamar dan bergabung dengan teman-temannya yang lain, yaitu Rosa dan Alvin.
Tepat di tengah pesta kolam renang yang tengah berlangsung saat ini, ada banyak orang yang tengah bermain voly air dan sebagian memilih duduk bersantai di pinggir kolam sambil menikmati camilan mereka.
Kebetulan Sunny berkuliah disalah satu universitas elit dan ternama dan menurut kabar yang ia dengar jika hanya kaum sosialita dan pejabat tinggi yang bisa berkuliah di universitas itu.
Walaupun sebenarnya kedua orang tuanya mungkin tidak sekaya mereka-mereka yang tengah bersenang-senang disana, tapi setidaknya ia kuliah karena keinginannya bukan hanya sekedar formalitas sebelum mengikuti jejak orang tua mereka. Sunny akan selalu bangga dengan passionnya di bidang fashion.
"Udah ketemu?" Seseorang terdengar berbisik di telinganya secara tiba-tiba.
"Apanya? Gue gak lagi mencari apapun-" jawab Sunny sambil menoleh kearah suara itu dan ternyata pemilik suara yang tadi berbisik adalah Rain. Si pria hujan yang menyebalkan!
"Apa?!" tanya Sunny ketus tanpa sungkan.
Laki-laki itu tidak menjawab dan hanya berlalu pergi meninggalkannya setelah mengatakan kalimat tidak jelasnya itu.
"Pria gila..." cibir Sunny cukup kencang. Ia memang sengaja agar Rain mendengarnya, namun laki-laki itu hanya menoleh sejenak sebelum melangkah pasti menjauh darinya.
Kini Sunny benar-benar tidak mengerti dengan apa yang ada di dalam pikiran Rain sehingga laki-laki itu selalu mengatakan kalimat yang membuatnya tidak mampu mengerti dengan benar.
Tapi masa bodo dengan dirinya, untuk apa juga ia membuang waktu memikirkan si pria hujan itu? Lebih baik ia mencari kemana Rosa pergi. Gadis itu menghilang sejak kapal pesiar ini berlayar. Sunny bukannya tidak tahu, sudah pasti kekasihnya menculiknya. Tapi sungguh, ini sudah berapa jam sejak ia sibuk berpacaran dan mengabaikan sahabatnya yang cantik ini? Oh, Sunny semakin kesal dengan segala hal di kapal pesiar ini. Suasana yang jauh di luar ekspektasinya.
Setelah mencari beberapa saat, akhirnya Sunny dapat menemukan Rosa sedang berbincang santai dengan Alvin sebelum akhirnya Alvin menarik Rosa dan menyudutkannya ke dinding lalu menciumnya tidak sabar.
"Sial, mata gue ternodai!" ucap Sunny sambil memalingkan wajah dan memijat pelipis matanya karena kepalanya kembali merasa pusing.
Mungkin disini terlalu ramai hingga membuat energinya terserap banyak, jadi Sunny memilih pergi mencari tempat yang lebih sepi.
Di belakang sisi kapal, suasana bertolak belakang dengan keadaan di area kolam renang karena tidak ada siapapun disini.
Sunny bergerak lebih jauh, ketempat yang lebih teduh dan tenang di sebuah kursi kosong yang menghadap langsung ke laut.
"Laut emang indah banget, tapi akan lebih indah kalau gue punya pacar gak ngenes begini jadi jomblowati!" gerutunya berbicara sendiri meratapi nasib.
"Oh Laut... Kirimin jodoh gue sekarang!" teriak Sunny sambil berdiri membentangkan tangan seperti gadis gila, tapi ia sama sekali tidak perduli toh tidak ada siapapun disini.
Siapapun...
Sunny masih berharap doanya yang terdengar putus asa ini terkabul setidaknya sampai tiba-tiba seorang pria terjatuh di hadapannya seakan langit sengaja membuangnya sebagai jawaban dari doanya baru saja.
Sunny seketika melangkah mundur, laki-laki itu terlihat meringis kesakitan.
"Hey... lo baik-baik aja?" tanya Sunny sambil mencoba membalikan tubuh laki-laki yang saat ini tengkurap dan betapa terkejutnya ia melihat siapa pria itu, dia adalah Rain!
"Rain... Bangun Rain, Lo kenapa? Kenapa lo babak-belur begini, Rain?" tanya Sunny yang langsung panik. Sesekali ia menepuk wajah tampan laki-laki itu yang kini banyak luka lebam bahkan sudut bibirnya juga berdarah, tapi Rain tidak juga tersadar.
"Rain..." Panggil Sunny lagi, ia mulai gelisah. Sambil melihat ke sekelilingnya yang sepi, ia tidak bisa berpikir banyak. Takut jika Rain tidak akan selamat jadi dengan ragu-ragu ia memberikan laki-laki itu nafas buatan.
Bibir mereka perlahan bertemu, Sunny kesulitan menarik nafasnya agar bisa memberikan Rain nafas buatan saat kedua mata laki-laki itu perlahan terbuka.
Tubuh Sunny masih membeku saat Rain membuka mulutnya dan sedikit menyesap bibir ranum Sunny sampai Sunny tersadar dan akhirnya ia menarik dirinya.
"Lo pura-pura pingsan ya?" tanya Sunny curiga, tubuhnya masih gemetaran karena insiden nafas buatan tadi. Itu tidak di hitung sebagai ciuman kan? Ughh ... Sunny tidak mampu membayangkan jika ia kehilangan ciuman pertamanya dengan cara seperti itu.
Rain perlahan beranjak duduk. "Apa gue terlihat lagi pura-pura sekarang?"
Itu benar, Rain terlihat kesakitan. Ia bahkan kesulitan untuk beranjak bangun hingga Sunny dengan refleks membantunya untuk berdiri.
"Ayo gue bantu ke ruang dokter..."
"Gak, Sunny... Sebaiknya lo pergi, tinggalin gue disini," tolak Rain dengan suara terbata-bata, nafasnya tersengal, ia terlihat tidak berdaya hingga memuntahkan darah.
"Gimana gue bisa ninggalin lo disini! Ayo bangun, jangan mati disini, gak lucu banget! Gue gak mau di tanya-tanya sama polisi gara-gara lo! Jadi ayo jalan biar gue papah," ucap Sunny bersikeras. Dengan tubuh mungilnya , ia berusaha memapah tubuh besar Rain dan membantunya untuk berjalan, tapi seseorang menghadang langkah mereka
"Mau kemana loe pengecut!"
Rain langsung menurunkan tangannya dari bahu Sunny dan berdiri melindungi gadis itu.
"Pergi, Sunny..." pinta Rain dengan sisa tenaganya sementara itu pria yang terlihat seperti seorang gangster itu bersama dua anak buahnya terus melangkah mendekat.
"Woy, bocah! Pacar lo cakep juga... Kayaknya kita bisa bersenang-senang sama dia malam ini!" seru pria sangar itu sambil menyentuh dagunya dan menatap tubuh Sunny dengan cara yang menjijikkan.
Mendengar kalimatnya sontak Sunny bersembunyi di balik tubuh Rain sambil berpegangan pada lengannya. Rain menoleh sejenak, wajah gadis yang selalu mengomel itu terlihat ketakutan.
"Saat gue hitung sampai tiga, Lo langsung lari ya...." bisik Rain dijawab dengan anggukan pelan.
Rahang Rain mengeras. Ia masih berusaha melindungi Sunny bahkan ketika dua orang yang sebelumnya berada di sisi pria yang memiliki tato burung elang di pergelangan tangannya itu mulai menyerangnya.
"Tiga!" teriak Rain yang langsung melawan dengan sisa tenaganya. Ia terlihat tidak berdaya dan darah mengucur dari pelipis, hidung serta sudut bibirnya, tapi Rain masih berusaha untuk melawan, agar mereka bertiga tidak bisa menggapai tubuh Sunny.
Sunny yanng takut dan mencoba mencari jalan keluar namun salah satu pria besar itu menghadangnya.
Dia berusaha menggapai tubuh Sunny, hingga gadis itu harus bergerak mundur. Tubuh Sunny masih gemetaran ketika pria itu masih berusaha menjangkaunya sementara ia nyaris berada di tepi kapal.
Rain datang di waktu yang tepat, ia berhasil menarik laki-laki itu menjauh, tapi Sunny kehilangan pegangannya, tubuhnya kemudian terhempas jatuh kebawah.
Sunny mendengar suara teriakan sebelum akhirnya ia melihat Rain terjun seolah ia menyusulnya.
Tangannya berusaha untuk menggapai tubuh Sunny dan sedetik kemudian ia merasakan rasa sakit yang luar biasa ditubuhnya.
Basah dan sulit untukku bernafas...
Semuanya terlihat memudar, apa ini adalah akhir hidupku?
....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments