Nayna keluar rumah dan melihat ke jalan dimana ada beberapa tetangganya yang sedang berjalan untuk melakukan ronda seperti biasanya. Ia pun memanggil mereka dan kelima orang tersebut langsung menghampiri Nayna.
"Ada apa Nay?" tanya salah satu warga yang sudah akrab dengan Nayna dan juga ibunya.
"Tolong Pak, tolong ibu saya. Dia pingsan di dapur. Tolong bantu saya membawanya ke klinik," jawab Nayna dengan begitu panik.
Kelima orang tersebut pun langsung berbondong-bondong menuju ke dapur dan melihat kondisi bu Widya yang memang masih tak sadarkan diri. Dua orang dari mereka membantu mengangkat tubuh bu Widya dan membawanya keluar dimana Nayna sudah menyiapkan motor untuk membonceng ibunya ke klinik.
"Bayu tolong kamu bawa motorku dan biar aku yang memegang ibuku di belakang," pinta Nayna kepada Bayu — anak Bu Tika.
Bayu pun langsung setuju dan ia mengambil alih menyetir motor hingga sampai ke klinik. Klinik itu tidak jauh dari rumah mereka, hanya berjarak kurang lebih 200 meter akan tetapi Nayna tidak mungkin membopong ibunya ke sana sehingga mereka harus naik kendaraan.
Setelah mengucapkan terima kasih kepada Bayu dan Bayu menolak untuk membawa pulang motor Nayna karena ia memilih jalan kaki saja, Nayna pun menunggu dokter memeriksa ibunya yang sudah lebih dulu dibawa ke dalam ruangan tindakan oleh perawat.
Nayna mondar-mandir di depan ruangan tersebut sambil harap-harap cemas karena ibunya tidak pernah menunjukkan tanda-tanda sakit sebelumnya. Ibunya memang sering batuk-batuk akan tetapi katanya itu hanya batuk biasa karena terpapar polusi.
Tak lama kemudian dokter yang menangani bu Widya keluar. Beliau kemudian mengajak Nayna ke ruangannya untuk berbicara empat mata.
"Apa Dok, Ibu saya terkena kanker paru-paru stadium awal? Bagaimana bisa? Ibu saya selalu terlihat sehat-sehat saja, hanya saja dia memang sering batuk akan tetapi tidak pernah parah bahkan sampai pingsan seperti ini," pekik Nayna setelah mendengar pernyataan dokter tersebut.
Dokter pun menjelaskan tentang ciri-ciri yang terjadi pada pengidap kanker paru-paru di stadium awal. Menurut hasil pemeriksaannya memang Bu Widya sudah mengetahui penyakit ini dan dalam waktu yang sudah cukup lama.
"Saya tadi sudah melakukan rontgen dada dan menemukan adanya kejanggalan di paru-parunya. Akan tetapi untuk lebih jelasnya lagi lebih baik Anda membawa Bu Widya ke rumah sakit untuk mendapatkan pemeriksaan dan juga penanganan lebih lanjut. Saya akan membuatkan surat rujukannya," ucap dokter tersebut yang semakin membuat dunia Nayna terasa hancur.
.....
Nayna membuka kedua matanya ketika ia merasakan sapuan lembut di kepalanya. Ia mengangkat kepalanya dan tersenyum lembut kepada ibunya yang ternyata sudah bangun lebih dulu.
"Mengapa ibu bisa ada di sini? Mengapa kita tidur di tempat ini?" tanya Bu Widya.
Naina menguap dengan mulut yang ia tutup dengan tangannya sebelum ia menjawab pertanyaan ibunya tersebut.
"Semalam Ibu pingsan, jadi Nay dan warga membawa Ibu ke klinik. Ibu kok nggak cerita kalau selama ini Ibu punya riwayat penyakit? Kalau Nay nggak nemuin Ibu pingsan mungkin nggak bakalan tahu Ibu sedang menderita sebuah penyakit berbahaya. Mari kita pulang dan setelah itu kita bersiap untuk pergi ke rumah sakit!"
Nayna langsung mencecar ibunya karena ia merasa kesal sebab satu-satunya anggota keluarganya menyembunyikan masalah sebesar ini darinya.
Bu Widya hanya bisa menatap nanar pada putrinya. Sejujurnya ia sendiri sudah tahu tentang penyakitnya ini, hanya saja ia tidak ingin membuat Nayna semakin cemas karena keuangan mereka yang hanya cukup untuk makan sehari-hari. Ia tidak ingin melihat putrinya terus-terusan bekerja, banting tulang sana-sini, hanya untuk membiayai kebutuhan mereka.
"Nay bagaimana kita akan pergi ke rumah sakit, ibu tidak punya cukup uang? Kamu tahu sendiri bagaimana hasil warung kita, ibu bisa minum obat saja," tolak Bu Widya yang tidak tega pada Nayna.
"Ibu jangan memikirkan soal uang, Nay punya. Kita pulang sekarang!" ucap Nayna tak ingin dibantah.
...
Setelah melakukan pemeriksaan, dokter pun menjelaskan hal yang sama dengan yang dijelaskan oleh dokter di klinik semalam. Dokter ini meminta agar Bu Widya dirawat inap untuk mengecek kondisinya serta melakukan pengobatan lanjutan agar kanker tersebut tidak terus menyebar dan akhirnya menjadi begitu ganas.
"Berapa biayanya untuk seluruh rangkaian pengobatan ibu saya, Dok?" tanya Nayna dengan memberanikan diri.
Dokter pun menjabarkan rincian pengobatan serta biayanya yang membuat Nayna dan ibunya kesulitan menelan saliva mereka.
"Nay, ibu rawat jalan saja. Kita pulang saja, kita tidak punya uang sebanyak itu, Nay," bisik Bu Widya hampir menangis mendengar jumlah yang harus mereka keluarkan untuk kesembuhannya.
Nayna memejamkan matanya, ia kemudian mengatakan bahwa ia akan menyiapkan dananya dulu baru akan membawa ibunya berobat di rumah sakit. Setelah itu ia mengajak ibunya pulang dan menemaninya di rumah. Seharian ini Nayna tidak ingin ada pekerjaan yang ia tangani. Ia hanya ingin fokus pada kesehatan ibunya.
Disisi lain, Helen–Mami Hero mengabarkan kepada putranya itu bahwa ia ingin mengundang Nayna ke rumah sebagai pendekatan antara calon menantu dan mertua. Hero tentu bereaksi besar karena ia khawatir kebohongannya dan Nayna terbongkar.
"Ini masih siang lho, Mi. Nayna pasti sedang sibuk dengan urusan pekerjaannya," tolak Hero dengan memberikan alasan asal-asalan.
"Lho, bukannya kamu yang ingin calon pendamping seperti Mami, tidak sibuk dengan pekerjaan. Katanya Nayna siap melepaskan pekerjaannya, tapi kok sekarang justru kamu yang menahannya untuk datang demi agar kekasihmu itu bisa bekerja. Gimana sih kamu?" protes Helen.
Hero menggigit bibirnya jawabannya tersebut justru menjadi boomerang untuk dirinya sendiri, dan mau tidak mau ia harus menghubungi Nayna untuk bisa membantunya. Kali ini ia hanya bisa mengandalkan gadis itu karena saat ini ia memiliki banyak pekerjaan yang tidak bisa ia tinggalkan begitu saja.
Nayna baru saja menemani ibunya yang beristirahat siang di kamarnya. Ia kembali ke dalam kamarnya sendiri dan mendapati ponselnya berdering dan itu adalah panggilan dari Hero.
"Yes Bos, ada yang bisa saya bantu?" tanya Nayna begitu ia menjawab panggilan tersebut.
"Nay ini gawat, Mami meminta kamu untuk datang ke rumah sebagai pendekatan antara calon menantu dan mertua. Kamu bisa datang, nggak? Gimana kalau kamu bantu saya kali ini dan saya akan memberi kamu bonus yang besar kalau berhasil melalui tantangan ini, bagaimana?"
Tanpa jeda Hero bertanya kepada Nayna dan tidak memberikan kesempatan gadis itu untuk bertanya lebih lanjut karena ia tidak ingin dibantah dan keputusan Hero tersebut bersifat final.
Nayna terdiam sesaat, mendengar kata bonus dan mengaitkan dengan kondisi ibunya memerlukan banyak uang untuk pengobatan Nayna pun memejamkan matanya lalu ia menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya dengan perlahan.
"Baiklah, Tuan. Saya akan ke rumah Anda dan jangan lupa bonusnya ya. Saya pastikan akan berhasil," ucap Nayna dengan percaya diri padahal dalam hati ia sungguh-sungguh gugup karena bukan tidak mungkin penyamarannya akan terbongkar jika tidak ada Hero yang menemaninya di sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments