Besok Malam

"Siapa wanita itu?"

"Anak siapa dia?"

"Pengusaha atau bukan?"

Berbagai pertanyaan langsung menyambut Hero ketika ia duduk di ruang tamu bersama keluarganya. Ia baru saja sampai dan ternyata mami, papi dan neneknya sudah menunggu di depan pintu. Awalnya Hero merasa begitu horor dengan tatapan tiga orang tua di rumah ini, namun mendengar mereka tak berhenti mencecarnya dengan berbagai pertanyaan, Hero justru menjadi pusing sendiri.

"Pasti Merlin yang datang mengatakan ini semua, 'kan?" tuding Hero yang bukan hanya sebuah tuduhan akan tetapi adalah sebuah kenyataan dan faktanya memang wanita itu yang datang mengadu.

"Tidak penting apakah Merlin yang datang mengadu, jangan mengalihkan topik pembicaraan. Sekarang jelaskan kepada kami siapa kekasihmu itu?" ucapa tegas Helen tak ingin dibantah lagi.

Rasa penasaran yang sedari tadi ia tahan karena menunggu Hero pulang akhirnya ia ledakkan. Bagaimana bisa ia tidak tahu hal sebesar ini sedangkan ia memasang banyak mata-mata untuk mengikuti kemanapun putranya itu pergi dan dengan siapa.

Namun, satu hal yang tidak Helen ketahui, putranya itu bukanlah lagi bocah yang tidak tahu siapa yang selalu mengikutinya dan apa saja yang diperbuat oleh orang terdekatnya. Hero bahkan kembali menyuap para penguntit tersebut untuk membuat laporan yang sama setiap harinya agar mereka tidak makan gaji buta dari maminya.

"Yang pasti dia wanita baik-baik," ucap Hero. Beberapa detik kemudian ia seakan menyangkal ucapannya tersebut dalam hati.

'Wanita baik-baik mana yang mau dibayar untuk menjadi kekasih kontrak? Wanita baik-baik ya, tapi dia mematok harga setiap sentuhan padanya. Apakah benar dia wanita baik-baik? Aku bahkan tidak tahu keluarganya siapa.' Hero membatin.

Namun Hero melupakan satu hal, ia yang membuat Nayna terjebak dalam perjanjian kekasih kontrak tersebut. Ia yang memanfaatkan Nayna yang tidak berdaya karena ia mengatakan bisa membeli dan memutar balikkan fakta di depan polisi padahal jelas sekali ia sadar kalau tabrakan waktu itu adalah kesalahannya.

Tiga orang tua tersebut saling bertatapan, jawaban singkat Hero membuat mereka bukannya puas malah semakin penasaran. Apalagi sikap Hero yang terkesan menutupi semuanya. Mereka merasa Hero tidak bersungguh-sungguh mengatakan jika ia memiliki kekasih. Semua hanya untuk membuat Merlin mundur.

....

Bunyi berbagai barang berserakan di lantai yang sedari tadi terus saja menjadi sasaran kemarahan Merlin. Ia begitu kesal dan semakin mendendam pada Hero karena semua usaha dan kalimat manis yang ia ucapkan sama sekali tidak berguna. Ia juga pesimis terhadap pada keluarga Hero karena mereka pasti akan menyetujui apapun keinginan anaknya.

Merlin kembali berteriak dan bahkan penampilan perfect-nya sekarang nampak sangat acak-acakan. Ia tidak peduli semua sikapnya itu terus diperhatikan oleh sepasang mata yang sedari tadi duduk santai di sofa di dalam kamar apartemennya sambil menikmati soft drink.

Orang tersebut tersenyum samar, ia tidak peduli dengan ucapan Merlin tersebut karena selagi Merlin tidak bunuh diri, ia merasa aman.

"Valerry, kenapa kamu diam aja? Coba bantuin aku, beri aku cara untuk bisa mendapatkan Hero!" teriak Merlin semakin kesal karena Valerry hanya asyik menikmati minuman kaleng tersebut.

Wanita sebaya Merlin yang tadinya sedang duduk sambil berpangku kaki itu meletakkan minumannya di atas meja yang ada di depan sofa kemudian ia berdiri dan menghampiri Merlin yang sedang duduk di tepi ranjang.

"Lagian kamu memaksakan diri. Jelas sekali dia tidak menginginkanmu," ucap Valerry, bukannya menghibur atau memberi solusi, ia justru membuat Merlin semakin kesal.

Valerry terkekeh melihat tatapan tajam Merlin. Ia sudah biasa menghadapi situasi di mana sahabatnya ini dalam keadaan sedih, marah ataupun sangat bahagia. Itu sebabnya ia begitu santai menghadapi Merlin yang sudah menjadi sahabatnya lebih dari sepuluh tahun lamanya. Ia sudah tahu seperti apa Merlin dan begitupun sebaliknya.

Merlin kemudian merebahkan kepalanya di bahu Valerry. "Coba saja bukan sahabatku, pasti sudah kubunuh kamu," ucap Merlin sesenggukan.

Valerry tersenyum, ia mengusap rambut Merlin penuh sayang. Sahabatnya ini memang sangat berambisi dan cenderung egois, namun ia betah bertahan disamping Merlin karena hanya padanya saja Merlin bersikap layaknya manusia biasa. Ia sangat kasihan jika harus meninggalkan Merlin yang selama ini begitu jarang memiliki teman karena sifat angkuh dan juga egoisnya itu membuat jarak dirinya dengan khalayak.

"Lagi pula, kamu itu nggak kurang apapun dan nggak bakalan jatuh miskin kalau kamu nggak nikah sama si pahlawan itu. Aku sebagai sahabat yang sayang sama kamu dan ingin kamu itu bahagia seperti sebelum-sebelumnya cuma bisa bilang kayak gini. Kamu itu perfect Merlin, Hero pasti akan sangat menyesal karena sudah menolak wanita sepertimu. Buat dia menyesal," nasihat Valerry, Merlin hanya mendengarkan tanpa niat mempraktikkan.

"Kamu sangat pandai bermulut manis, Val." Merlin memeluk erat Valerry dari samping seraya berkata dalam hati jika ia akan tetap berjuang untuk bisa menaklukkan hati Hero.

Valerry terkekeh, namun ia yakin sifat keras kepala Merlin tetap akan ia pertahankan dan Valerry hanya bisa menyerahkan semua keputusan pada sahabatnya itu karena Merlin sendiri yang menjalani.

"Oh iya, bagaimana dengan Justin? Dia sangat mengharapkan cintamu itu, Lin. Kamu bisa mencoba bersamanya, lagi pula dia tidak begitu buruk dan pastinya dia cukup kaya raya," usul Valerry namun dalam hati ia meradang setelah mengucapkan hal tersebut.

"Ju-justin?"

....

Tudingan tidak manusiawi dilayangkan Helen kepada putra semata wayangnya. Hero yang memilih diam tak menjelaskan siapa kekasihnya dan juga ia yang tidak memberikan klarifikasi apakah benar tujuannya hanya untuk membuat Merlin mundur dari perjodohan dengan mengaku sudah punya kekasih.

"Mami sudah gila! Putramu ini sangat normal dan bukan penyuka sesama jenis. Tuduhan Mami itu keterlaluan tahu nggak!" sentak Hero dengan suara naik satu oktaf.

"Hero Arkenzie! Pelankan suaramu di depan istriku, cari mati kau?!" bentak Galang.

Hero menundukkan kepalanya, ia tidak bermaksud membentak tetapi tudingan itu benar-benar menyakiti hatinya. Hero hendak pamit ke kamarnya tetapi neneknya masih mencegat tangannya dan Hero terpaksa tetap berada di ruangan itu dan bersiap menjawab setiap pertanyaan dari keluarganya.

"Baiklah, namanya Nayna. Dia gadis yang cantik dan Hero sudah cukup lama berkenalan dengannya. Senyumannya membuat Hero jatuh cinta. Ketulusannya benar-benar menyentuh hati Hero ..." Hero menggantung ucapannya, ia masih sempat mengutuk dirinya yang berbicara terbalik dari fakta yang ada.

Namun tanpa ia sadari sedari tadi saat ia menceritakan potongan kecil tentang gadisnya itu, ketiga orang tua di depannya terus memperhatikan bagaimana wajah Hero merona.

Sebenarnya Hero sedang mengingat bagaimana menggemaskannya Nayna saat marah, ia sendiri tersenyum tanpa sadar dan semua itu menjadi penilaian dari ketiga orang tua tersebut.

"Sepertinya dia benar-benar sedang demam cinta," celetuk Nenek Julia yang diangguki oleh Galang dan Helen.

Hero masih melamun, memikirkan sifat materialistis Nayna dan juga senyum manis serta wajah menggemaskannya. Sebuah keinginan dari maminya akhirnya menarik Hero dari lamunan indahnya tersebut.

"Jika gadis yang bernama Nayna itu benar-benar ada dan kamu bukanlah seorang penyuka batangan, bawa dia ke rumah besok malam!"

"What?! Be-besok malam, Mi?"

Gawat!!

Terpopuler

Comments

Chiisan kasih

Chiisan kasih

wkwkwk batangan apa sih tor?🤭🤭

2023-09-15

0

Chiisan kasih

Chiisan kasih

🤭, kan lo yg maksa dia hero, baik kok aslinya cuma matre dikit kali

2023-09-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!