"Oh iya, iya Bu. Bapakku meski orang desa tetapi rezeki kota, punya banyak kenalan pengusaha di kota. Pandai berbisnis. Mana ada di sini orang bisa memiliki supermarket, hanya Bapakku. Aku bangga deh," puji Johar sembari melirik Yani yang sedari tadi hanya menunduk, tak tergoda sedikit pun untuk melihat si Johar.
"Kamu juga Yan harus siap-siap menjadi istri Nak Johar. Dia mahasiswa seperti kakakmu Deni, dan anak orang kaya. Nanti jika kekayaan kita disatukan dengan kekayaan Juragan Darmin takkan habis tujuh turunan. Daripada dengan si anak orang miskin itu!" ujar Amih Iah.
Mendengar kata-kata mertuanya seperti itu Kosim sangat kesal. Tak sadar dia menepiskan jemarinya dan mengenai plafon para-para rumah menimbulkan suara plak.
"Ada apa di para Bu?" tanya Johar terkejut saja mendengar suara mencurigakan.
"Wah bukan apa-apa apalagi siapa-siapa. Palingan itu mah tikus. Di sini memang banyak tikus, tikus besarnya ada satu tapi sekarang lagi disuruh belanja ke pasar kota kecamatan. Tenang aja Nak Johar enggak usah takut, ada ibu!" ujar Amih Iah.
Deg!
Kosim benar-benar tak rela disebut tikus besar. Sungguh kurang ajar tuh mertua betina, pikir Kosim.
"O iya, jangan dibiarkan tikus berkeliaran di sekitar rumah Bu, bahaya. Apalagi itu tikus yang besar, segera saja basmi pakai racun biar mampus sekaligus!" timpal Johar.
Untuk kedua kalinya jantung Kosim serasa ditusuk belati tajam.
"Kurang ajar kau Johar! Awas ya!"
Kosim mengancam Johar dalam hatinya walaupun dia sadar takkan mudah menghadapi si Johar. Rata-rata pemuda kampung dan desanya pro kepadanya karena si Johar kerap membagi-bagi uang kepada ceesnya.
Warga pun tampak segan karena melihat orangtuanya sebagai orang terpandang, orang kaya, dan suka membagi-bagikan sembako kepada warga.
"Yang pasti aku katakan sekali lagi akan tetap sabar agar bisa bersatu dengan Non Yani, Mih. Asal tahu saja, gadis di kampung sini, di desa sini, di kecamatan ini, belum mahasiswi di kampus pada ngiler kepada Johar. Tapi Johar masih jual mahal karena hati Johar hanya untuk Non Yani," ujar Johar promosi diri yang membuat hati Yani benar-benar sebal.
"Itulah sebabnya sampai kapan pun engkau takkan mendapatkanku Har. Apalagi aku kini suah bersuami. Pamer kamu menyebutkan banyak gadis yang berharap padamu menunjukkan bahwa jika rumah tangga dengan kamu bakal banyak dirongrong pelakor!" gumam batin Yani.
Sedangkan Kosim yang masih berada di langit-langit rumah sontak menengadahkan tangan, berdoa kepada Yang Kuasa semoga dirinya dikuatkan atas cobaan ini dan sang istri tak silau melihat harta kekayaan dari si pria yang tengah berusaha menjadi pewanor alias perebut wanita orang.
"Tabahkan hatiku ya Tuhan dari cobaan ini, demikian pula istriku agar kuat menahan godaan harta benda si pewanor itu," bisik hati Kosim.
"Tuh dengerin Yan. Orang lain mah berebut mau jadi ratu Den Johar, di kampung, di desa, di kampus. Pasti mereka cantik-cantik, tetapi ternyata Den Johar tak tertarik. Kamu dengar tadi Den Johar hanya tertarik oleh kamu. Mengapa? Ya karena kamu juga tak kalah cantik. Iya kan Nak Johar?" tutur Amih Iah, menyebut Johar terkadang Nak Johar terkadang Den Johar.
"Iya Mih. Kasihan wanita secantik Yani yang bak bidadari dari Kahyangan dipersunting pemuda tengil yang rada-rada sinting," kata Johar tanpa tedeng aling-aling.
"Brak!" di langit--langit tedengar seperti benda jatuh mengenai plafon rumah.
Johar menengadah ke langit-langit rumah di ruang tamu itu.
"Jangan-jangan itu tikus besar Mih?"
"Wah enggak mungkinlah, lagi disuruh ke pasar kecamatan. Tenang aja!" rajuk Amih Iah.
Sementara Yani sudah tak tahan mendengar hinaan dari si Johar yang amat sombong menyebut suaminya tikus besar yang harus diracun, tengil, dan rada-rada sinting.
Seketika Yani bangkit dari tempat duduknya dan pergi lalu masuk ke kamarnya dengan menutup pintu keras-keras lalu dikunci dari dalam.
"Sabar ya Den Johar, sabar. Biar nanti Ibu bujuk. Kurang ajar tuh anak tak tahu di untung, tak mau disayang sama orangtua. Orangtua begini hanya demi anaknya, demi kebahagiaan anak," ujar Amih Iah sembari menangkupkan kedua telapak tangannya seolah tengah meminta maaf atas kesalahan yang besar.
"Tidak apa-apa Mih, Bu. Johar maklum. O iya Johar mau pamit. Mungkin Deni masih tidur, kapan-kapan Johar ke sini lagi. Ini ada sedikit buah tangan untuk Ibu dan Yani, tapi mohon disimpan rapi jangan sampai dimakan tikus, terutama tikus besar yang lagi belanja ke pasar. Johar tak rela kalau kemakan tikus besar itu," ujar Johar sambil menyodorkan tas bermerek supemarket milik ayahhnya.
"Tuh belum apa-apa sudah banyak memberikan buah tangan, apalagi kalau sudah bersatu menjadi suami istri, pasti segala keinginan Yani dan Ibu diperhatikan," puji Amih Iah.
"Ya doakan sajalah Bu cepat terwujud. Doa orangtua itu biasanya cepat terkabul, mujarab, kata Pak Kiai mah," tambah Johar merasa amat tersanjung.
"Aamiin...." ujar Amih Iah mengaminkan doa Johar.
"Marduuud......" gumam 'si tikus besar' di atas langit-langit para rumah usai mendengar percakapan orang yang di bawah.
Kosim yang oleh Amih dan Johar dihina 'si tikus besar' tahu arti mardud ketika mendengarkan ceramah bapak mertuanya bahwa mardud itu artinya ditolak, lawan kata dari makbul yang artinya diterima.
"Ya begitu aja ya Mih. Johar permisi," Johar pamitan.
"Iya, iya, salam untuk Juragan Darmin dan Ibu ya Nak Johar," tutur Amih Iah.
"Iya Bu," balas Johar.
Namun langkah Johar terhenti seketika karena ada yang memangil namanya, ternyata Deni. Dia baru bangun usai mendengar benturan pintu keras yang ditutup oleh adiknya Yani.
"Jo, ngapain pulang?" sapa Deni.
"Elo ke mana aja gue udah nunggu lama, iya kan Mih?" ujar Johar manja.
Amih mengangguk hormat. Dia begitu senang dan bahagia melihat keakraban Johar dan Deni, apalagi kalau sudah menjadi saudara ipar, pastilah keakraban mereka bakal lebih kuat.
"Sori, gue ketiduran, semalam begadang," ujar Deni.
"Masuk aja lagilah!" ajak Deni.
"Wah udah dari tadi gue. Mending elo aja ikut gue ke rumah, mau apa mau apa, bebas!" tawar Johar.
"Boleh juga tuh. Ya ayo!" ujar Deni.
Deni lantas masuk kamar dulu mengambil jaket dan topi, serta dompet. Lalu permisi kepada sang ibu yang dengan senang hati memberikan izin.
"Hati-hati aja kalian di jalannya ya, jangan main HP sambil naik motor, bahaya!" nasihat Amih Iah.
Johar menghidupkan mesin motor dan dipanaskan beberapa menit lalu Deni naik di belakang. Tak lama kemudian Johar melajukan motor dengan kencang dan sesekali zigzag dengan mempermainkan tuas gas kayak di arena balap.
Masih kesal dengan ulah Yani, Amih Iah segera mengetuk pintu kamar Yani dengan amarah memuncak tiada tara.
"Yani! Buka pintunya! Anak durhaka kamu!" ujar Amih Iah sambil menggedor-gedor pintu kamar putrinya.
Mendengar makian dengan menyebut anak durhaka, Yani sangat ketakutan. Yani memang sangat takut dengan ancaman anak durhaka karena begitulah yang ditanamkan kedua orangtuanya bahwa katanya apa pun kata orangtua harus diturut.
Bedanya kalau kata Pak Haji Soleh apa yang dikatakan oleh orangtua harus dituruti, ditaati, sepanjang itu tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Sedangkan kata ibunya, apa pun kata orangtua harus diturut sebab tidak akan ada orangtua yang tidak ingin anaknya tidak bahagia walaupun faktanya harus menyakitkan.
Contohnya tentang upaya ibunya akan menjodohkan dia dengan Johar anak orang kaya meski dia telah bersuami, secara fakta mungkin menyakitkan tetapi kalau dipikir lebih jauh akan membahagiakan karena Yani bakal bersuamikan anak orang kaya daripada dengan si Kosim anak orang miskin.
Satu hal lagi Yani tak ingin menyakiti hati orangtuanya walaupun itu sangat sulit. Seperti tadi saat ia bangkit dari duduk lalu meninggalkan ibunya dan Johar, hati kecil Yani tak mengizinkan. Namun apa boleh buat, dia sangat jijik mendengar omongan Johar yang sangat melukai hatinya.
Ada kebimbangan dalam hati Yani, apakah membuka pintu atau jangan. Dibuka pasti dia bakal menerima omongan tajam dari ibunya. Tidak dibuka, pasti ibunya bakal terus menggedor pintu, bahkan tak mustahil main dobrak!
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments