Kosim segera menimba air dengan agak malas mengingat dia harus mengisi baik air dengan penuh, sementara ember yang digunakan berukuran sedang tetapi terasa berat ketika harus diangkat saat menimba.
Apa boleh buat karena memang begitu keadaannya yang membuat dirinya merasa serbasalah. Dikerjakan berat tak dikerjakan berat juga.
Namun akhirnya Kosim menimba air, sudah dua ember dia isikan ke dalam bak. Lumayan sudah seperdelapan ukuran bak.
Kalau dikerjakan terus dengan tekun pastilah bakal terisi penuh dan pastilah mertua perempuannya akan senang meski jangan berharap Kosim mendapatkan ucapan terima kasih.
Bagi Kosim, ucapan terima kasih dari sang mertua wanita adalah barang langka kalau tak boleh dikatakan mustahil terucap.
Sikap seperti itu tak ubahnya Kosim dijadikan kacung alias pembantu, alih-alih menjadi pangeran karena mendapat istri cantik dan anak orang kaya.
Ketika serius menimba untuk ember berikutnya dan air sudah terisi sekitar seperempat bak, tiba-tiba Kosim mendengar orang berjalan ke arahnya. Ketika ditoleh ternyata Amih Iah.
"Coba lihat sudah penuh belum kamu mengisi bak Kosim?" ujar Amih Iah sembari masuk kamar mandi dan melihat bak yang baru berisi seperempatnya.
"Kamu ngapain saja sih di sini?" tanya Amih Iah.
"Ya lagi nimba air Mih. Kan tadi Amih menyuruh aku menimba air bukan joged," timpal Kosim sekenanya.
"Kalau kamu benar menimba air mestinya sudah penuh ini bak. Nyatanya baru seperempatnya. Itu artinya kamu kerja enggak beres!" koar Amih Iah.
"Sudah sana dulu aku mau mandi, kamu sekarang sapuin sampah di dapur dan di halaman belakang, terus buang ke tempat yang biasa," kata Amih Iah sudah memerintah pekerjaan yang baru padahal pekerjaan menimba air pun belum beres.
"Oh, jadi mengisi bak oleh Amih ya. Kalau begitu aku keluar mau menyapu dan buang sampah."
"Apa kau bilang?" tanya Amih Iah sembari berkacak pinggang dengan mata melotot ke arah Kosim.
"Iya Amih yang akan menimba air karena aku disuruh membuang sampah kan?" ujar Kosim.
"Setelah kamu menyapu dan membuang sampah, kamu kembali ke sini melanjutkan menimba air karena air yang ini akan aku pakai mandi. Paham?"
Kosim tak menjawab. Ia ngeloyor pergi dari kamar mandi, lalu mengambil sapu untuk menyapu di sekitaran dapur.
"Biar oleh aku Kang. Udah beres menimba airnya?" tiba-tiba Yani, sang istri menghampiri.
"Baru seperempat bak Nyi, itu pun kini sedang digunakan Amih mandi, Akang disuruh nyapu dapur dan halaman dapur," keluh Kosim.
"Iya biar nyapu dapur ini oleh aku, Akang di bagian luar saja biar cepat," tutur Yani.
Kosim pun membersihkan bagian halaman dapur. Setelah terkumpul lalu dimasukkan ke dalam wadah sampah lalu diangkut ke TPS (tempat pembuangan sampah) sementara di dekat kebun.
Setelah membuang sampah Kosim kembali melanjutkan mengisi bak air. Begitu melihat bak, Kosim geleng-geleng kepala karena isi dalam bak itu benar-benar sudah kering, tak ada air sedikit pun.
Lagi-lagi Kosim hanya bisa mengurut dada. Dia merasakan benar-benar dijadikan pembantu bukan menantu. Padahal sebelumnya di sini ada pembantu pria yang biasa disuruh-suruh baik oleh Pak Haji maupun Amih dan keluarga lainnya. Namun setelah ada Kosim si pembantu pria bernama Mang Koyod itu malah diberhentikan oleh Amih dan tugas-tugas sebelumnya dilimpahkan kepada Kosim.
Kosim pun segera meraih tali timba. Lalu meluncurkan ember ke dalam sumur dengan bebas hingga kemudian terdengar dentuman keras di dalam sumur sebagai pelampiasan kekesalan Kosim.
"Yang bener kamu nimba air, jangan main lepas begitu, Kosim!" tiba-tiba terdengar Amih Iah berkoar marah.
Kosim tak menyahut. Syukur saja ulahnya barusan terdengar, semoga saja dia mengerti bahwa apa yang terjadi barusan merupakan protes dirinya agar tidak dijadikan pembantu terus-menerus.
Kosim sudah berhasil mengisi air bak hingga seperempatnya. Cukup untuk mandi seorang, bahkan kalau ingat mengambil air dari sumur itu berat orang yang menggunakannya pastilah akan berhemat air kecuali mau menimba sendiri itu bukan masalah.
Ketika Kosim akan melanjutkan menimba air karena disuruh mengisi bak hingga penuh, tiba-tiba Deni, kakak iparnya, muncul. Deni sedang berada di rumah karena libur kuliah katanya.
"Sim, sori euy gue ikut dulu ke kamar mandi," kata Deni.
"Mau ngapain Kak?"
"Sebentar buang air," timpal Deni.
"Tapi tolong nimba dulu airnya itu sudah aku timba untuk memenuhi air bak disuruh Amih," wanti-wanti Kosim kepada kakak iparnya.
"Wa kamu perhitungan amat sih sama kakak ipar? Cuma air doang!" protes Deni enteng.
Kosim pun tak menimpali, lalu keluar kamar mandi dan memilih duduk di kursi yang ada di samping pintu kamar mandi.
"Lho, kenapa kamu duduk di situ bukankah disuruh menimba air hingga penuh?" tiba-tiba muncul Amih Iah.
"Deni lagi di air Mih," ucap Kosim pendek.
"O ya awas ya jangan sampai tak penuh. Sebentar lagi Bapak pulang pasti butuh air untuk mandi," kata Amih Iah sambil ngeloyor pergi ke tengah rumah.
Kosim masih menunggu Deni keluar kamar mandi, namun ditunggu-tunggu masih anteng. Katanya mau buang air? Mungkin buang air besar, pikir Kosim.
"Kok lama banget Kak?" akhirnya Kosim bertanya pula mengingat Deni sudah begitu lama di dalam WC.
"Bentar gue sembelit," timpal Deni.
Benar aja tuh anak itu sedang buang hajat. Namun Kosim tak enak hati karena mendengar gelontoran air sepertinya keran air bak dibiarkan menggelontor tak ditutup.
"Kosim berdiri, penasaran dengan apa yang terjadi di dalam WC. Namun dia tak bisa melihat karena pintu tertutup rapat.
"Tolong Kak itu keran airnya jangan dibiarkan terbuka terus nanti airnya habis!" kata Kosim dengan suara nyaring.
"Iya, iya maaf aku lupa menutupnya." kata Deni.
"Apaaaaa?" Kosim setengah berteriak.
"Sudah ditutup Sim. Tenang aja," kata Deni enteng.
Lalu pintu kamar mandi terbuka, tanpa mengucapkan terima kasih karena sudah diambilkan air dari sumur, Deni ngeloyor entah ke mana.
Kosim berdiri mematung dengan dada sesak melihat air di bak kembali sudah kering. Entah lupa entah sengaja tadi Deni membiarkan keran air bak tidak ditutup hingga airnya terbuang percuma.
Seketika Deni ingin menangis, tak ibu tak anak sama-sama tak berperasaan menghabiskan air bak sekarep dewek. Mau enaknya, biar orang lain enek.
Meski begitu Deni lagi-lagi menahan diri untuk tidak meluapkan emosi dengan tetap sabar dan segera saja meraih kembali tali timba untuk mengambil air dalam sumur.
Kalau saja dia tukang sulap, ingin sekali bisa menyulap air itu bisa terbang sendiri dari dalam sumur lalu masuk bak hingga penuh.
Namun tentu saja itu mustahil bisa terwujud. Namanya juga sulap, sekadar manipulasi pandangan penonton yang dibuat trik oleh pesulap.
Menyadari menyulap air takkan terwujud, maka Kosim pun mengikuti dunia nyata saja dengan mengulangi menimba air sumur yang akhirnya penuh juga.
Setelah penuh ia memutar kuat-kuat keran air bahkan lubang pipa saluran air di dalam bak dia tutup rapat agar airnya tidak keluar semena-mena.
Tiba-tiba muncul Yani membawa piring. Di atasnya terlihat pisang goreng.
"Mau dimakan di mana Kang?" tanya Yani dengan wajah sayu.
"Di sini aja Yan," timpal Kosim.
Yani pun lantas menyimpan pisang goreng itu di meja kecil terbuat dari kayu di samping kursi kayu yang tengah diduduki suaminya.
Yani kembali ke ruang tengah dapur terlihat oleh Kosim istrinya tengah membuat kopi. Dan benar saja Yani sedang membuat kopi. Namun tiba-tiba muncul Amih Iah.
"Kopi untuk siapa itu Yan?" tanya Amih Iah.
"Untuk Kang Kosim, Mih" timpal Yani terdengar juga oleh Kosim.
"Halah.......menimba air segitu aja meski dimanja dengan air kopi. Biar ia suruh bikin sendiri, nanti kalau terus begitu bisa ngelunjak," kata Amih Iah.
Kosim tak habis pikir mengapa Amih Iah bicara sampai segitunya. Bukankah kewajiban istri melayani suami? Dan tak semestinya pekerjaan Kosim menimba air disepelekan.
Toh tadi juga yang menggunakan airnya dia sendiri. Kosim mau cuci muka sekalipun tak mau mengganggunya takut air baknya berkurang meski hanya sedikit.
"Buru cepet kamu mandi, sebentar lagi ada tamu. Awas ya kamu harus menuruti apa yang ibu katakan," kata Amih Iah bicaranya seperti dikeraskan agar terdengar oleh Kosim.
"Tamu siapa sih Bu?" tanya Yani.
"Den Johar!"
Deg!
Kosim terkejut mendengar nama itu disebut mertua perempuannya.
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Hadimulya Mulya
ini critanya lelaki gk tanggung jwb,gk beri nafkah istri,z bener klo gk punya harga diri,
2024-02-25
0