El telah kembali bekerja setelah cuti beberapa hari. Selain itu dia juga ingin menuntaskan hubungannya dengan Vivian. Dia ingin tau apa yang di mau oleh Vivian terhadap hubungannya.
Dia hanya punya waktu beberapa hari saja. Jika Vivian masih menolak untuk menikah dengannya, maka El merasa tidak punya pilihan lagi selagi menerima perjodohan keluarganya.
Setelah selesai bekerja, El menjemput Vivian ke ruangannya. Yah mereka memang bekerja di tempat yang sama.
Sejak jam makan siang tadi dia tidak bisa menemui Vivian. Dia tau bahwa wanita itu sengaja untuk menghindari dirinya. Tapi dia tidak akan membiarkan ini berlarut-larut. Dia harus segera menuntaskan semuanya dengan jelas.
"Aku bawa mobil." ucap Vivian yang baru saja keluar dari ruangannya.
"Kita perlu bicara."
"Apa lagi yang perlu di bicarakan? Aku tidak bisa menerima persyaratan dari keluarga kamu."
El lansung menarik tangan Vivian. Dia tidak ingin masalah pribadi mereka jadi perbincangan di tempat kerjanya.
"Is mau kemana nih?" tegur Rio yang merupakan teman kerja mereka.
"Kepo aja." jawab El.
El menarik tangan Vivian menuju mobilnya. Dia melajukan mobilnya dan membawa wanita itu ke suatu tempat.
"Ngapain ke sini?" tanya Vivian yang malas turun.
"Kita harus bahas tentang kita."
"Di mobil aja bisa, aku malas turun, lagian hubungan kita udah jelas." jawab Vivian.
"Jelas apanya? Kamu nggak ingin kita menikah?"
"Keyakinan kita berbeda, lagian aku belum siap juga terikat pernikahan dalam waktu dekat, kamu jangan egois dong memaksakan kehendak kamu." jawab Vivian.
"Lalu apakah hubungan kita akan berakhir begitu saja?" tanya El.
"Terserah kamu, yang jelas aku tidak bisa menerima persyaratan dari keluarga kamu, jika kamu mencintai aku, maka kita bisa menjalani hubungan yang seperti saat ini." ucap Vivian.
"Ayolah menikah denganku, aku sangat mencintaimu." El memohon kepada Vivian.
"Aku juga mencintaimu, tapi kamu jangan egois, ini bukan masalah sepele."
"Aku nggak siap kehilangan kamu sayang." ucap El mencoba merayu sang pacar.
"Kamu tidak harus kehilangan aku, kamu bisa menikahi wanita pilihan orang tua kamu,dan kita tetap berhubungan seperti biasa." ide Vivian.
Dia pun berat untuk melepaskan El. Hubungan mereka sudah lama terjalin.
"Tapi itu bisa menyakitkan hati dia sayang."
"Kita harus bermain cantik, jangan beritahu dia hubungan kita, atau kamu bisa ceraikan dia setelah setahun pernikahan, lalu kamu kasih deh dia uang yang banyak." ucap Vivian.
Mata El berbinar senang. Ide Vivian juga masuk akal karena dia tau bahwa wanita seperti Arum pasti akan membutuhkan uang yang banyak.
"Baiklah, setelah setahun kita harus menikah, aku mau terikat dalam pernikahan dengan kamu sayang."
"Iya sayang, kita pasti akan menikah." ucap Vivian.
El merasa lega atas ide Vivian. Dengan begini dia merasa menemukan solusi atas dirinya.
Setelan waktu yang di tentukan datang, El kembali lagi ke kampung halamannya. Dia sudah siap untuk menikah dengan Arum. Dia memang sengaja tidak akan menceritakan tentang Vivian kepada Arum saat ini. Dia akan membicarakan semuanya setelah pernikahan nanti.
Hari yang di tunggu-tunggu telah datang. El dan Arum sudah resmi menjadi suami istri.
Arum terkadang berpikir sendiri kenapa El mau menerima perjodohan keluarga mereka. Tapi dirinya semakin kuatir saat melihat tidak ada senyum di wajah mempelai lelaki sama sekali saat pernikahan berlangsung.
Arum jug mendengar bisik - bisik dari para tamu tentang sikap El. Macam-macam yang dia dengar. Namun dia hanya diam saja tanpa berani menanyakannya.
"Sepertinya mempelai lelaki kurang setuju menikah dengan wanita itu."
"Iyalah, Aa El mah ganteng pisan, nggak mungkin seleranya seperti wanita itu, cantikan aku lagi kemana - mana dari wanita itu." ucap yang lainnya.
"Apa ada hutang Budi ya keluarganya AA El di zaman dulu, makanya mereka menjodohkan Aa El."
Arum sebenarnya tidak tahan mendengar berita gosip ini. Namun dia tidak tau harus melakukan apa. Karena dia juga tidak tau kenapa El bisa menerima perjodohan ini.
"Kamu mandi saja sana dulu." ucap El setelah di kamar bersama Arum.
"Iya aa." jawab Arum dengan sopan.
El lansung mengeluarkan ponselnya. Dia sangat ingin melihat pesan dari Vivian. Ternyata sang pacar belum mengirimkan di hari ini.
El mencoba menelpon Vivian. Namun wanita itu tidak bisa di hubungi sama sekali.
"Kemana dia sampai ponselnya nggak aktif." ucap El mengomel sendirian.
"Kenapa aa?" tanya Arum yang sudah berada di dalam kamar itu juga.
El agak terkejut melihat Arum sudah berada di kamarnya.
"Bukan apa - apa " jawab El ketus.
"Aa nggak mandi?" tanya Arum lagi.
"Urus aja urusan kamu, nggak usah sok perhatian begitu." ucap El merasa emosi.
Dia memang sedang uring-uringan karena Vivian tidak bisa di hubungi sama sekali. Arum merasa kaget sekali karena El semarah itu karena dia bertanya begitu.
Arum lansung merebahkan tubuhnya sedangkan El sudah masuk ke kamar mandi. Saat ini Arum merasa tidak nyaman untuk berinteraksi dengan El. Akhirnya dia memilih memejamkan matanya. Namun matanya tidak bisa terpejam sama sekali.
Malam ini mereka hanya diam satu sama lain dengan posisi tidur saling membelakangi.
Tidak berlama-lama di kampung, El akhir membawa Arum ke Jakarta dengan alasan kerja. El tidak nyaman jika mereka harus tidur satu kamar. Apalagi dia sama sekali tidak mencintai wanita itu.
"Ini kamar kamu." ucap El ketika baru sampai di apartemennya.
"Kamar aku?" tanya Arum masih belum paham maksud dari El.
"Iya kamar kamu yang ini, dan aku yang di sana." ucap El menunjukan kamarnya.
"Kenapa kamar kita berbeda? Bukankah kita ini sepasang suami istri?" tanya Arum lagi.
"Kita memang sudah menikah, tapi kita menikah karena di jodohkan."
"Tapi kamu menerimanya aa."
"Itu karena terpaksa, sekarang anggap saja kita sedang menyenangkan kedua keluarga, kita menikah di atas kertas, setelah satu tahun kita bisa berpisah baik - baik, dan kamu bisa mendapatkan uang serta apartemen ini." ucap El kepada Arum.
"Jadi maksud Aa nikah ini pura - pura aja, terus aa mau mempermainkan kesakralan sebuah pernikahan?" tanya Arum tidak mengerti dengan pikiran El.
"Kamu juga tidak punya pilihan saat ini selain menurut sama aku, Apa kamu mau membuat ibu kamu kaget mendengar semua tentang kita, lalu ibumu jantungan dan meninggal menyusul bapak kamu." ucap El membuat Arum lebih kaget lagi.
Akhirnya Arum membawa kopernya masuk. Dia tau bahwa ia tidak mungkin untuk menceritakan semuanya kepada keluarganya. namun dia tidak habis pikir dengan pikiran El saat ini.
Apakah Arum menyesal dengan keputusannya? apakah ini awal penderitaan Arum di mulai?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments