Malam ini Kai ada janji makan malam bersama Brooks, sejujurnya dia malas bertemu dengannya lagi tapi berhubung dirinya masih menghormati Brooks sebagai ibunya, akhirnya dia memutuskan untuk tetap datang bersama Ryder dan Casey.
"Lama tidak bertemu, bagaimana kabar kalian?" Tanyanya membuka obrolan.
"Cih, sangat memuakkan, peduli apa kau?" Umpat Ryder.
Brooks bisa mendengar umpatan yang dilayangkan putra ketiganya, dia juga bahkan menoleh ke arah Ryder yang sejak tadi hanya memainkan makanannya.
"Kau sama sekali tidak tahu bagaimana cara menghormati orang tua. Belajarlah dari kakak mu" ucap Brooks.
"Bagaimana bisa aku tahu cara menghormati orang tua jika ibuku saja tidak pernah mengajarkan aku dan lebih memilih pergi bersama pria lain?"
"Ryder—"
"Sudahlah, Kai. Berhenti membelanya! Dia memang tidak pantas menjadi ibu, gelar itu terlalu hormat untuknya" potong Ryder cepat.
Ryder pergi meninggalkan restoran setelah meluapkan emosinya. Sementara Casey masih diam duduk disampingnya dengan manis, berharap ibunya melihat keberadaannya, namun Brooks justru meraih tas tangannya.
"Lain kali jika aku mengajakmu bertemu, pergilah sendiri. Makan malam kita jadi kacau seperti ini karena ulahnya"
"Ibu..." rengek Casey.
"Jangan menangis! Ibu tidak suka anak cengeng"
Brooks berlalu meninggalkan kedua anaknya yang masih duduk dan menatap kepergiannya. Sikap Brooks dari dulu tidak pernah berubah di mata Kai, dia tidak pernah peduli pada anak-anak dan lingkungan sekitarnya. Satu-satunya yang ada di mata Brooks adalah ambisi—— kekayaan dan kekuasaan.
Casey menangis tersedu-sedu menyaksikan ibunya pergi, dia kira dengan dirinya ikut makan malam bersama Kai, dia akan punya kesempatan untuk pulang bersama ibunya. Casey sangat rindu ibunya, di rumah juga—— sebelum kedua orang tuanya bercerai, Casey jarang bertemu Brooks meski mereka tinggal di satu atap yang sama. Brooks sangat sibuk dengan kegiatan di luar rumah hingga dia lupa dengan perannya sebagai seorang istri juga seorang ibu.
"Sudah, jangan menangis. Kita bisa bertemu ibu lagi nanti"
Kai menggendong Casey seperti koala, mereka semua meninggalkan restoran dengan suasana hati yang buruk, tidak terkecuali dengan Kai. Dia juga sedih melihat betapa dinginnya sikap Brooks terhadap anak-anaknya. Tidak ada rasa bersalah atau pun menyesal baik dari perkataan maupun sikap yang Brooks tunjukkan. Dia benar-benar ibu yang buruk.
Awalnya Kai pikir dialah satu-satunya anak yang tidak beruntung karena memiliki sosok ibu seperti Brooks, dari pertama kali dirinya hadir di muka bumi hingga detik ini, Kai sama sekali belum pernah merasakan kasih sayang seorang ibu yang sesungguhnya dari Brooks.
Brooks pergi meninggalkan Hayden dan Kai yang baru berusia 4 tahun, setiap hari Kai kecil menangis dan selalu bertanya pada ayahnya di mana dan kapan ibunya akan pulang, tapi Hayden selalu mengalihkan perhatiannya dengan mengajaknya berjalan-jalan ke taman bermain atau ke kebun binatang hingga suatu hari rasa lelah itu akhirnya berhasil menyentuh titik puncak di mana dirinya sudah tidak sanggup lagi berbohong dan mengatakan lebih banyak omong kosong lainnya, Hayden yang tidak tahu harus berbuat apa lagi terpaksa menghabiskan waktu di kantor dari pagi hingga larut malam demi bisa terhindar dari teror Kai.
Akhirnya Kai tidak hanya kehilangan sosok ibu di hidupnya, tapi juga perhatian dan sosok ayah.
Beruntunglah Casey dan Ryder, meski dirinya disibukkan dengan pekerjaan, kedua adiknya itu masih bisa mendapatkan perhatian dan kasih sayang seorang ibu dari Darla Powell—— istri baru Hayden, meski rasanya tidak sama setidaknya mereka tidak akan menangis sendirian di sudut kamar seperti yang sering Kai lakukan dulu.
"Kalian sudah bertemu dengan ibu?" Tanya Darla yang melihat Kai masuk sambil menggendong Casey yang sudah tertidur.
"Ya"
Kai melanjutkan langkahnya menuju kamar Casey, usai menidurkan sang adik dia kembali turun dan pergi ke dapur.
Baru saja dia hendak membuat susu hangat, tetapi keberadaan Darla membuat Kai menghentikan langkahnya, ibu tirinya itu mengangkat gelas berisi sampanye pada Kai seraya memintanya bergabung.
"Ada apa? Apa ada masalah?" Tanya Kai sambil menarik kursi dan duduk di depan Darla.
"Bukankah kau yang sedang mengalami masalah?"
"Lalu kenapa kau yang minum?"
"Aku hanya ingin menemani mu minum"
"Aku tidak minum, Darla"
Wanita paruh baya itu tertawa pahit lalu meneguk segelas sampanye nya sampai habis, sebelah tangannya menjambak rambut frustasi.
"Apa aku sebegitu buruknya, Kai? Apa aku sama sekali tidak pantas?"
Pandangannya turun menatap botol minuman keras yang tadi dia ambil dari lemari es sementara tangannya memainkan gelas kecil yang tadi dia gunakan sebagai wadah sampanye, di awal tahun pernikahannya Darla merasa amat bahagia karena Hayden akhirnya berani mengambil keputusan tegas dalam hubungannya yang telah mereka jalin selama 8 tahun, tapi entah kenapa sekarang rasanya pernikahan ini begitu hampa.
Kai hanya diam, memperhatikan Darla yang sekarang sedang tertawa kecil, tertawa pahit lebih tepatnya.
"Aku merasa tidak berharga dan berguna" lanjutnya.
Tangan Darla hendak menuangkan sampanye lagi pada gelasnya, tapi ditahan oleh Kai.
"Kau sudah mabuk"
"Hahaha... kenapa kau peduli?"
Darla dan Hayden baru menikah 2 tahun, tapi dia sudah mengenal Kai dari remaja, kebetulan dulu Kai bersekolah di tempat dirinya mengajar.
Kai adalah murid yang pintar dan ceria, dia mudah berbaur dan memiliki banyak teman. Darla pikir dengan sikap Kai yang humble, dia akan bisa masuk dan diterima dengan mudah oleh muridnya itu. Tapi, nyatanya Kai bukan tipe orang yang mudah menerima kehadiran orang baru.
"Kau istri dan ibu yang baik" ucap Kai.
"Jangan katakan itu hanya untuk menghiburku"
"Aku tidak menghiburmu. Kau ibu dan istri yang baik, aku belum pernah melihat ayah tersenyum bahagia seperti itu sebelumnya... Yah, setelah sekian lama" ucapnya dengan nada yang semakin melemah di akhir kalimat.
Kai merebut gelas kecil dari tangan Darla kemudian dia isi dengan sampanye dan menghabiskan nya dalam satu tegukan.
"Kau juga ibu yang baik bagi Casey dan Ryder"
~*~
"Keajaiban macam apa ini?"
Di depan jendelanya yang terbuka, Kai sibuk memainkan ponsel orang yang kemarin tidak sengaja menabrak dirinya. Ternyata tidak hanya ponsel miliknya saja yang terjatuh akibat benturan tersebut, melainkan juga ponsel milik wanita yang belum diketahui namanya oleh Kai.
Suasana hatinya pagi ini sedang baik, entah kenapa pertemuan kemarin yang terjadi secara kebetulan itu terus melintas di pikirannya. Gadis itu cukup tomboi dan sepertinya tidak pandai berdandan seperti wanita lainnya yang sering dia lihat dan temui, kemarin Kai bisa lihat betapa polos dan natural nya wajah mulus milik gadis yang mampu memenuhi pikiran Kai semalaman ini. Bahkan masalah Brooks pun teralihkan begitu saja.
"Aku akan pergi mengembalikannya. Dia pasti sedang kebingungan mencari ponselnya sekarang" ucapnya setelah menatap arloji yang melingkar di tangannya.
Ruang makan sudah diisi oleh Ryder, Casey, Hayden, dan Darla.
Ketika Kai keluar dari kamarnya, keempat anggota keluarganya itu secara serentak menoleh ke arahnya dengan pandangan yang berbeda. Ryder memandangnya kesal karena kejadian semalam, Casey memandangnya sedih dan penuh harap, sementara Darla memandangnya ceria seperti biasa dan Hayden? Dia menatapnya datar seperti biasanya.
"Selamat pagi, Kai" sapa Darla.
"Pagi, Darla" jawabnya "Selamat pagi, Ryder, Casey" lanjutnya, dia mengecup puncak kepala Casey.
Kai mengambil sepotong roti kemudian dioleskan nya selai cokelat pada roti tersebut, tampak dia benar-benar sedang dikejar waktu karena Kai langsung pergi usai mengoleskan selai pada roti nya, dia memakannya sambil berlari-lari kecil menghampiri mobilnya yang terparkir di garasi membuat Darla berteriak.
"Kai, makan dengan benar! Habiskan susu mu!"
"Maaf, aku tidak punya waktu lagi, Darla"
Mobil kesayangannya yang jarang tersentuh itu akhirnya dia pakai juga, dengan kecepatan sedang ia keluar dari perumahan tempatnya tinggal. Kai membuka sedikit jendela mobilnya agar udara pagi bisa masuk dan menyegarkan pikirannya.
Hampir satu jam lamanya ia berkendara, akhirnya Kai sampai juga di depan gedung apartemen yang kemarin dia datangi. Tapi alih-alih masuk dan mendatangi rumah Raine, dia justru malah membeku sambil menatapi gedung tinggi tersebut.
"Sial, aku lupa menanyakan namanya, aku juga tidak tahu berada di lantai berapa rumahnya" gerutu Kai.
Dokter bedah itu merutuki dirinya, kenapa dia begitu bodoh? Padahal kemarin tidak ada urusan yang darurat, seharusnya mampir dan minum teh bersama selama 15 menit bukanlah masalah besar. Sekarang bagaimana cara dirinya mengembalikan ponsel yang hilang ini kepada pemiliknya? Tidak mungkin dia mencarinya dari satu rumah ke rumah lainnya. Gedung ini terlalu besar dan dia tidak tahu ada berapa banyak rumah dalam satu lantainya.
"Apa aku tunggu di sini saja sampai dia keluar, ya?"
Jarum kecil di arloji nya terus bergerak. Kepala Kai menggeleng beberapa kali, dia tidak punya banyak waktu sekarang.
"Baiklah, semoga Dewi Fortuna membantuku"
Akhirnya dia maju dengan hanya mengandalkan feeling. Dia sudah pergi sampai sejauh ini, sangat disayangkan jika dia tidak bisa bertemu dengannya, kan?
"Mm... lantai 7?" Tebak nya.
"Apa Anda penghuni baru?"
Suara seorang pria sukses membuat Kai melompat kaget, dia tidak menyadari kalau di elevator ini ada orang lain selain dirinya.
"Bu-bukan"
"Lalu?"
"Aku hanya ingin mengembalikan ponsel seseorang"
"Dia penghuni di sini?"
"Ya"
"Boleh aku lihat ponselnya?"
Kai mengambil ponsel dari saku celananya, meski ragu tapi dia masih berharap orang asing ini bisa membantu dan mengenal pemiliknya. Dia mungkin terlihat sedikit aneh menurut Kai, tapi Kai berusaha mempercayainya bahwa pria ini adalah orang baik.
"Ah... ini ponselnya Nona Lister. Saya pernah melihatnya beberapa kali"
Tangannya secara paksa mengambil alih ponsel itu dari tangan Kai kemudian berjalan keluar tepat ketika pintu elevator terbuka.
"Tunggu! Ke mana kau akan membawa ponsel itu?"
Kai juga ikut keluar dari elevator membuntuti pria yang telah merebut ponsel dari tangannya, setelah melalui beberapa lorong pria tersebut berhenti di depan pintu—— entah pintu rumah siapa.
Dia tampak santai menekan bel kemudian berbalik dan mengembalikan ponsel itu pada Kai.
"Ini rumah Nona Lister. Dia tinggal di lantai 5, bukan lantai 7"
"Aa~ begitu" Kai membeku saat menyadari pikiran buruk itu hanyalah sebuah prasangka.
Suara teriakan yang terdengar dari dalam sana membuat perhatian Kai teralihkan, dia lekas menoleh ke arah pintu yang sudah terbuka dan menampilkan sosok wanita yang telah dia bantu kemarin.
Penampilannya terlihat buruk. Sepertinya dia tidak tidur semalaman, wajahnya tampak lelah dan linglung. Dia juga terus menggigit jari telunjuknya.
"Hei—" kalimat pertamanya terpotong dengan cepat.
"Bisakah Anda membantu saya? Monster kecil itu sangat mengerikan. Saya tidak bisa tidur semalaman ini"
Raine mendorong tubuh Kai agar masuk lebih dulu sementara dirinya berjalan di belakang Kai sambil memegangi punggungnya, netra nya tertuju pada ruang tamu yang tampak berantakan.
"Di mana monster nya? Kau yakin ada monster di sini?"
"Itu, di sana!"
Raine menunjuk ke arah sofa, Kai berjalan mendekat ke arahnya dan tidak lama kemudian netra nya pun berbinar saat sosok bayi perempuan terlihat sedang menatapnya dengan tatapan polos nan menggemaskan.
"Hai, cantik!" Sapa Kai lembut.
"Cantik? Siapa yang Anda maksud cantik?"
Kai mengangkat bayi menggemaskan itu ke udara, membuatnya tertawa gembira.
"Siapa namanya?" Tanya Kai bersemangat.
"Nama?"
Alis Raine terangkat sebelah, apa dia punya waktu untuk memikirkan itu? Semalaman ini dia tidak bisa tidur karena bayi itu terus menangis dan tak kunjung menutup matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Silvi Aulia
aku mampir ka ,,,bawa like dan subscribe untuk novel author 🤗
jangan lupa buat mampir di novel ku juga ya Thor 🤗
2023-09-09
1