HL grup

Gedung dengan 28 lantai berada diantara jejeran gedung lainnya di Distrik Yeongdeungpo,Yeouido-dong, Seoul adalah gedung LH Holdings milik HL grup, lift yang selalu ramai di pagi hari dan para karyawan yang membungkuk begitu melihatnya masuk gedung, ia hanya membalas sekenanya sebab ia terburu-buru menuju ruangan President direktur dari HL grup.

"Maaf, Minho-shi, Presdir, sedang ada tamu," larang sekertaris yang berjaga di depan pintu ruangan Presdir.

Minho tidak peduli. Ia menerobos masuk, "Appa!"

Presdir Lee Hansol tersenyum pinggir sambil membetulkan kacamatanya, ia menoleh kearah Minho, "Minho-a, Ayah, sedang kedatangan tamu, kita bicara nanti."

"Tidak, kenapa, Ayah, melakukan itu kepada."

Presdir Lee meminta sekertarisnya untuk membawa anaknya keluar dari ruangan tetapi Minho segera berjalan cepat membanting papan nama diatas meja Presdir ke jendela.

Alhasil, jendela besar disana pecah dan terdengar suara karyawan yang berteriak.

"Apa karena, Ayah, pemilik HL grup?" sinis Minho.

"Park sajangnim, saya rasa kita harus mengatur jadwal kembali, kami akan segera meninjau rencana anda," Presdir Lee mengulurkan tangan kearah tamunya.

Tuan Park hanya mengangguk dan meninggalkan ruangan.

"Kau belum paham apa yang terjadi? Itu semua karena mu, kau yang membuat mereka harus meninggalkan negara ini."

"Appa! Jaebaaal ... Tarik kembali, aku tidak bisa, tidak bisa, Winter, pergi. Ku mohon," kini Minho bersimpuh memegang kaki Ayahnya sembari menangis keras.

"Lalu, kenapa malam itu kau bolos dari pelajaran bisnismu? Apa karena kau bergaul anak seniman payah itu, sifat mu berubah?"

Minho menggeleng, "aku tidak akan melewatkan pelajaran lagi."

"Tidak, Winter, telah menjadi kelemahanmu. Sekarang dan sampai kapanpun," Presdir Lee menganggkat tubuh Minho agar berdiri tegap dihadapannya, ia berbisik, "kau sangat ingin melindungi seseorang, maka milikilah kuasa."

Minho mengepal jemarinya menahan amarahnya, giginya yang saling beradu mengeluarkan gertakan yang membuat Ayahnya tertawa keras.

"Minho-a."

Minho menoleh bersamaan Presdir Lee kearah suara, Winter berdiri diambang pintu dengan terengah, ia berjalan kearah Minho yang hanya memakai kemeja putih tanpa sweeter.

"Kau tidak bisa mengurus dirimu? Udaranya dingin di luar dan kau berlari kesini tanpa baju hangat?" Winter melapas syal merah jambu dan memakaikannya pada Minho.

Presdir Lee terkikik kesal, "kau tidak takut apapun?"

"Ya. Maaf, Presdir, aku tidak bisa pergi begitu saja, setidaknya aku akan membawa pewaris HL grup. penculikan? Ya, aku menculiknya dari ayahnya yang melakukan kekerasan."

"Apa?"

"Itukan yang kau katakan pada orang tuaku, seniman Choi dan istrinya menculik pewaris HL grup, tapi aku memeliki saksi yang tidak akan berbohong," Winter menggenggam tangan Minho.

Minho merasakan dingin dan gemetar dari tangan Winter, tidak mungkin Winter tidak takut atau khawatir dalam perjalan menuju LH holdings, Winter memang lebih tua 3 bulan darinya tapi itu tidak memungkinkan Winter tidak memiliki rasa takut dari orang dewasa.

"Winter-a, ayo," Minho lebih dulu menarik tangan Winter keluar dari ruangan presdir.

"Ya, Winter."

Winter menghentikan langkahnya, ia meminta Minho untuk keluar lebih dulu dan menunggunya di depan gedung. Ia menoleh kearah Presdir Lee yang berjalan mendekatinya sambil membetulkan kacamatanya, ia tersenyum pinggir dan mengelus rambut Winter.

"Kau tahu pepatah, Jangan mengambil pisau yang jatuh?"

"Ya."

"Andaikan kau hanya melihat dan menurut apa yang, Ahjussi, katakan. Sudahlah, pergilah ... kau harus sekolah bukan? Oh, dan ini uang saku dari, Ahjussi," Presdir Lee memberi Winter 4 lembar 50 ribu won.

Winter hanya menatap uang tersebut.

"Belilah makanan bersama temanmu, hem," Presdir Lee menarik tangan Winter dan meletakan uang tersebut di telapak tangan Winter.

Winter meremas uang tersebut sambil melangkah pergi dari hadapan Presdir Lee.

Presdir Lee tersenyum lalu menelpon seseorang, "Kau bisa melakukan sesuatu dengan seharga 200 ribu Won? Mari kita lihat, apa dia tidak akan membenci, Minho."

...****************...

Minho melihat ke pintu keluar gedung HL grup dengan cemas menanti Winter yang keluar dari sana, ia melihat Winter yang berjalan cepat kearahnya.

"Minho-a, kau benar-benar bodoh," omel Winter.

Minho menunjuk dirinya sendiri.

"Apa akal mu sependek akal ayam, kau harusnya berlari ke bandara bukan ke sana."

"Bukan begitu, aku panik lalu, Paman Yul, bilang kemarin, Ayah, ke studio orang tuamu, jadi."

"Ah, sudahlah," Winter meninggalkan Minho yang berusaha menjelaskan keputusannya menemui Presdir Lee.

"Winter-a, kau marah?"

"Tidak, aku hanya kesal dengan, Ayah mu. Bayangkan, apa yang dia perbuat pada orang tua sahabat anaknya dan ibu tiri mu itu, hanya diam diambang pintu tanpa melakukan apapun melihat anak sambungnya ditindas. Ibu macam apa dia?"

Minho tersenyum melihat Winter yang mengoceh dan memaki dengan keras, wajah kesalnya membuat Minho ingin tertawa keras.

"Apa itu lucu?"

"Bukan, Winter-a, ayo menikah. Menikahlah dengan ku."

Winter mengernyitkan dahi, "Apa?"

"Ayo kita menikah, kita berdua."

"Kau sadar dengan apa yang kau katakan?"

"Ya."

"Kau tahu arti menikah?"

"Perasaan dua orang yang sama terhubung dalam pernikahan, saling berbagi duka, saling berbagi suka dan saling menerima satu sama lain."

"Oleh karena itu," Winter merapikan rambut Minho, "kita berbagi duka, suka, saling menerima satu sama lain, tapi perasaan kita tidak terhubung dan sama."

"Why?"

"Emm, karena aku akan menikahi pria mandiri," Winter berbalik dan berjalan lebih dulu.

"Lihatlah, aku akan menjadi pria mandiri," teriak Minho.

Winter hanya menggelengkan kepala tanpa menghiraukan Minho yang terus berteriak mengajaknya menikah.

keduanya berdiri di pinggir trotoar menunggu lampu berganti dengan lampu penyebrangan, Minho menyenggol bahu Winter dan berbisik.

"kalau tidak tahun depan, tahun yang akan datang, kalau tidak juga, aku akan tetap mengatakanya setiap tahun sampai aku layak untuk mu."

Winter mengulum senyum.

Minho menarik napas panjang, "malam natal besok apa yang harus kita lakukan?"

"Loh, Omma, Appa?" lirih Winter yang melihat Ayah dan ibunya disebrang jalan sembari melambaikan tangan.

Winter membalas lambaian tangannya di ikuti Minho yang membungkuk memberi salam.

Lampu lalu lintas berganti menjadi lampu penyebrangan, Winter berlari lebih dulu mengahampiri orang tuanya.

"Kenapa kalian tidak pulang saja?"

"Ayo, ke rumah nenek," ajak ibunya menggenggam tangan Winter.

"Oh, Minho?" ia melihat kebelakang, ternyata Minho hanya berdiri disebrang jalan, "si bodoh itu," dengan cepat Winter kembali berlari kesebrang dan menarik tangan Minho agar ikut bersamanya kesebrang.

Minho hanya melihat wajah Winter yang sedikit tertutup rambut halus.

"Minho-a, jangan mengagumiku, arasho?"

"Oh, hem," Minho hanya mengangguk sembari memegang dadanya. apa ini, dia berdegup dua kali lebih keras, batinnya.

"Minho-a, jangan mengagumiku."

"Yap, Noonim," jawab Minho dengan gayanya seperti tentara.

Sementara salju meleleh karena matahari yang bersinar, Minho merenggangkan syal merah jambu yang melingkar di lehernya. Ia melihat punggung Winter yang berbalut jaket tebal berjalan diantara kedua orang tuanya.

"Apa aku tidak apa-apa, berada ditengah keluarga bahagia ini?"

"Minho-a, kemarilah," teriak Choi Hana, Ibu Winter yang menghentikan langkahnya sembari menunggu Minho.

"Ya," jawabnya cepat sembari berlari.

Mereka berjalan bersama menikmati hangat matahari sesekali bercengkrama dan saling melempar tawa.

...****************...

Catatan:

alurnya bakalan maju mundur, jadi maaf kalau berantakan dan membuat pembaca bingung. Sebisa mungkin aku buat kalian tetep nyaman baca ini.

Terimakasih yang mendukung ^\=^ dan setia membaca Lost, at snow.

Terpopuler

Comments

Nilaaa🍒

Nilaaa🍒

next up kak

2023-08-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!