Kenangan masa kecil

Pagi itu Reihan masih mendiamkan Sheila bahkan semalaman Reihan lebih memilih untuk tidur di sofa ruang tamu.

"Mi, Reihan berangkat kerja dulu," ucap Reihan sambil mencium tangan ibunya.

"Hati-hati ya Rei," sahut Mayang.

Tanpa menyapa istrinya Reihan berangkat ke kantor begitu saja setelah sarapan, bahkan yang membuat Sheila menangis Reihan berangkat duluan tidak mengajaknya berangkat bersama seperti biasanya.

Dengan mata berkaca-kaca Sheila mengendarai Angkutan umum menuju tempat kerjanya, lebih sialnya lagi Angkutan umum yang dia tumpangi mogok dan semua penumpang di turunkan. Sheila pun memilih untuk berjalan kaki sembari menunggu angkutan berikutnya yang lewat, hingga sebuah mobil mewah menepikan mobilnya dan membuka kaca mobilnya.

"Naiklah," ucap Pria tampan itu yang tak lain adalah Ragil menampakkan wajahnya keluar kaca mobil.

"Maaf, Anda siapa?" ucap Sheila bingung.

"Kau pasti mau ke warung makan di ujung batas kota kan? Naiklah aku akan mengantarmu kita satu arah," ucap Ragil lagi.

"Kok Anda bisa tau?" jawab Sheila yang di buatnya makin kebingungan.

"Dari tulisan seragam yang kamu pakai, bosmu pasti akan marah jika kamu terlambat datang, Naiklah," bujuk Ragil.

Sheila langsung menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, memang dia akan terlambat jika tidak sampai dalam waktu lima belas menit lagi dan perjalananya Pun masih lumayan jauh.

Dengan Ragu-ragu Sheila membuka pintu mobil Ragil dan duduk disamping kemudi bersebelahan dengan Ragil, yang tidak dia sadari saat ini dirinya telah bersama teman dari masa kecilnya.

"Kemarin aku melihat fotonya sekarang aku bersamanya, dunia sesempit ini" batin Ragil mulai mengemudikan mobilnya.

"Terimakasih Tuan karena sudah mau memberikan tumpangan kepada saya," ucap Sheila basa-basi.

"Kau bisa memanggilku Ragil," ucap Ragil yang sedang fokus menyetir.

"Kenapa banyak sekali yang bernama Ragil, dari nama kantor tempat Mas Reihan bekerja sekarang Tuan baik hati ini," batin Sheila sambil mengenang seseorang dari masa kecilnya.

"Jika nanti aku besar aku akan menjadi istrimu, aku akan memasak setiap hari untukmu," ucap Sheila kecil di kala itu membuat Sheila tersenyum mengingatnya.

"Ada apa yang lucu denganku?" tanya Ragil yang menyadarinya.

"Tidak Tuan Ragil, aku hanya teringat akan sesuatu hal saja," jawab Sheila.

"Senyum yang mirip," batin Ragil.

Setelah beberapa menit perjalanan Sheila telah sampai di warung makan tempanya bekerja, dia langsung melepas sabuk pengaman yang dia pakai dan mengucapkan terimakasih sekali lagi kepada Ragil.

"Aku lupa menanyakan siapa namanya?" ucap Ragil sambil menatap Sheila yang berjalan masuk menuju warung makan.

Tidak disangka dari arah yang sama, Ajeng yang hendak berangkat bekerja saat melihat kejadian ini menyempatkan diri untuk memotret Sheila yang sedang keluar dari mobil yang mengantarnya, tanpa Ajeng ketahui bahwa itu adalah mobil milik bosnya.

Dengan senyum sumringah Ajeng duduk di ruang kerjanya saat sampai di kantor, dia segara mengambil ponselnya dari dalam tasnya yang dia gunakan untuk memotret Sheila tadi dan segera bergegas menemui Reihan.

"Aku tau semua ini salah tapi aku sangat mencintai Reihan," batin Ajeng saat sampai di ruangan Reihan.

"Ada Apa jeng?" sapa Reihan kepada Ajeng yang baru datang.

Ajeng langsung memberikan ponselnya dan menunjukkan foto Sheila, Reihan yang melihat foto istrinya langsung gemetaran dan menjatuhkan ponsel milik Ajeng ke lantai. Pikirannya mulai berpikir yang tidak-tidak dan mulai meragukan kesetiaan istrinya.

"Pantas kamu selalu bersikeras ingin tetap bekerja, seperti ini kah maksudmu? agar kamu bisa lebih bebas," batin Reihan sambil mencoba untuk menguasai amarahnya.

"Sabar ya Rei," ucap Ajeng sambil mengusap pundak Reihan.

"Sepertinya aku telah berhasil," batin Ajeng penuh kemenangan.

...****************...

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***