BAB. 4

Retno memiringkan kepala dan menatap dingin ke arah Davina.

“ Memangnya aku memintamu untuk menolongku? Memangnya aku memanggil namamu supaya menolongku? Tidak, kan?”

“ Lalu menurutmu aku bisa diam begitu saja , saat teman sekamarku diganggu kakak kelas? Begitu? Berhentilah memandang sedingin itu. Kamu tahu,” Bisakah sekarang dia mengaku, bahwa dia menyesal sudah menolong Retno?

Retno tersenyum miring ketika mendengar jawaban Davina.

“ Kamu keras kepala. Tukang ikut campur urusan orang. Lain kali, urusi saja urusanmu sebelum menggali kuburanmu sendiri.” Rahang Davina mengeras ketika Retno beranjak pergi begitu saja.

Bukannya, Davina berharap Retno mengucapkan terimah kasih padanya. Paling tidak, Retno berkata sopan, karena bagaimanapun Davina lah yg sudah membantunya lolos dari bullying.

“ Kamu akan mendapat masalah.” Suara dingin lain membuat Davina menoleh.

“ Kita liat saja, besok kabar apa yang akan terdengar. Bagus Kalau kamu tidak tidak dipanggil ke ruang ketertiban.” Davina tersenyum miring mendengar celotehan dingin kakaknya.

Anggap saja, secara tidak langsung Danisa mempermasalahkan kebodohan adik kembarnya.

“ Davina tidak akan di panggil ke ruang ketertiban hanya karena membela teman. Kurasa, teman-teman di kelas akan mengerti mengapa Davina sampai melakukan hal itu.” Amanda mencairkan suasana dingin diantara Davina dan Danisa.

Danisa mempertajam tatapannya kepada Sang Adik tanpa berniat untuk melunakkannya.

“ Ayah pasti akan menyeretmu kerumah nenek di Semarang kalau mengetahui hal ini,” katanya, seraya berlalu meninggalkan adiknya.

Davina mengedikkan bahunya. Oh, telinganya sudah sangat kebal dengan cara kembarannya memarahi dirinya.

“ Tenang saja, teman-teman tidak akan menjahuimu karena hal ini. Kamu anak yang berani, dan menyenangkan. Mereka akan mengerti,” kata Amanda sambil merangkul bahu Davina.

Davina kembali mengedikkan bahunya tidak peduli “ Siapa peduli soal itu?”

Jam dinding hampir menunjukkan waktu tengah malam, semua kamar di asrama putri tampak sudah mematikan atau meredupkan lampu. Suasana dingin malam membuat siapapun enggan untuk berlama-lama terjaga.

Namun, tidak untuk Davina gadis itu masih duduk di atas tempat tidurnya sambil memegangi buku catatan Fisika dan memikirkan kejadian tadi siang.

Davina membuang nafas pelan.

Kalimat Retno tentang menggali kuburannya sendiri, kini berputar-putar dalam kepala Davina. Belum lagi, kalimat soal Ayah yang mungkin akan mengirimnya ke Semarang.

Memang, tadi siang kalimat- kalimat itu tidak sanggup mempengaruhi Davina. Tapi, saat dirinya sendirian seperti ini, entah kenapa kalimat- kalimat itu terdengar menakutkan baginya.

“ kenapa kamu belum tidur? Sudah hampir tengah malam. Kamu sudah melewati jam tidurmu. Tidurlah besok ada latihan karate pertamamu.” Davina menoleh keatas, kakaknya sedang menundukkan kepala dari ranjang atas. Kamar itu memiliki dua kasur bertingkat.

“ Apakah aku benar-benar menggali kuburanku sendiri?” Davina bertanya pelan, sambil meletakkan buku yang dipegangnya.

Danisa menaikkan alisnya ketika mendengar pertanyaan itu. “ Kamu selalu menggali kuburanmu sendiri sejak di sekolah dasar,” jawabnya sederhana.

Davina memiringkan kepala. “ Aku tidak menyukai jawabanmu itu. “Selamat malam!” Davina menarik selimut yang ada di bawah kakinya kemudian memejamkan mata.

“Jangan suka mencampuri urusan orang lain klau kamu masih ingin hidup, Vina.”

Davina menghela nafas pelan. “ Akan kucoba, kak”

Pagi hari di kelas.

“ Untuk pelajaran Fisika, saya mewajibkan kalian membawa penggaris panjang, segitiga, busur, jangka, balpoin banyak warna, dan buku seukuran buku akuntansi. Bagi yang sudah membawa lengkap, silahkan tetap duduk dan ikuti pelajaran. Bagi yang tidak membawa lengkap, silahkan hampiri saya.”

Davina mengangkat kedua bahunya dan berbalik untuk mengambil semua peralatan yang diminta oleh Pak Anto, guru Fisika. Walaupun Davina tidak sepintar Danisa dalam hitung-menghitung, tetap saja dia membawa semua peralatan yang diminta oleh guru di dalam tas. Itulah penyebab tasnya tidak pernah memiliki ruang kosong yang luas.

“ Oh, Tuhan, aku lupa membawa jangkaku…”

Davina melirik ke arah Retno yang berada tidak jauh dari bangkunya, di deret paling belakang.

Awalnya, Davina berusaha untuk acuh. Tetapi bukan Davina namanya kalau tidak senang ikut campur urusan orang lain.

Jangan lupa like, vote dan komen ya guys. Terima kasih.🙏🥰🫶🌹🌹

Bersambung

Terpopuler

Comments

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

Davina udah aja cuekin Retno

2023-09-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!