Om Rey Tersayang
Sebuah ojek online menurunkan ku di depan sebuah rumah di kawasan elit. Ku perhatikan rumah itu dengan seksama. Bagus sekali. Rumahnya besar, tapi tidak sebesar rumah-rumah di sampingnya. Namun jika dilihat dari bagus atau tidaknya, rumah itu tidak sekedar bagus, namun sangat estetik dan indah sekali.
Tentu saja, suami dari tanteku yang mendiami rumah ini adalah seorang arsitek terkenal.
Aku menekan bel yang ada di samping gerbang rumah itu. Tak lama terdengar sebuah suara dari interkom yang terpasang di samping gerbang.
"Siapa?" Terdengar suara seorang laki-laki.
"Maaf saya Danisa, keponakannya Tante Manda." Ujarku.
Tidak terdengar sahutan lagi dan tiba-tiba saja gerbang rumah itu terbuka.
Wah, canggih sekali. Begitu pikirku. Katakan saja aku sedikit udik, tapi memang di daerah rumahku yang sebuah komplek rumah sederhana, tidak besar-besar dan mewah seperti perumahan di sini, tidak ada yang menggunakan pagar seperti itu.
Aku pun membawa koperku masuk ke dalam halaman rumah bergaya modern minimalis itu. Begitu memasuki halaman aku lebih tercengang lagi.
Desain eksterior rumah itu beda dari yang lain, artistik, dan sangat unik. Tamannya, lantai carport, juga tata letak pintu, jendela bahkan lampu-lampunya, semuanya menjadi perpaduan yang sangat memanjakan mata. Aku yakin semua itu didesain sendiri oleh suami dari tanteku itu.
Terdengar pintu terbuka. Sontak aku yang sedang asyik mengagumi eksterior rumah itu beralih ke arah pintu utama. Seorang pria berusia 30 tahun dengan pakaian rumahan berdiri di sana. Iya, dia adalah suami tanteku.
Yang aku tahu ia bernama Reyhan Panca Kusuma. Seorang pria yang sangat tampan dan baik hati. Dia juga berasal dari keluarga terpandang dan kaya raya. Yang aku dengar keluarganya masih memiliki keturunan darah biru dari bangsawan zaman dulu, keluarga Kusuma. Keluarga kami yang merupakan keluarga biasa, tentu merasa sangat terhormat dan beruntung menerima pinangannya.
Keluarga Kusuma memiliki bisnis keluarga di berbagai bidang. Ia adalah satu-satunya anggota keluarga yang tidak melanjutkan bisnis karena ingin mengejar mimpinya menjadi seorang arsitek, yang dimana mimpinya itu sudah bisa dicapainya sekarang. Ia bersih kukuh, ingin mandiri dan hidup dari hasil jerih payahnya sendiri.
Itu sedikit informasi mengenai pria yang aku panggil Om Rey itu, yang aku ketahui saat mengenalnya lima tahun lalu, ketika ia akan menikahi tanteku.
Sesaat ia terdiam. Aku sampai kebingungan dengan tatapannya. Ia menatapku lekat dan dalam. Kemudian aku berdeham, bermaksud menyadarkannya lalu tersenyum ramah padanya.
Ia tersadar dari lamunannya. "Danisa?" Sapanya seakan tidak yakin.
"Iya, Om Rey. Apa kabar?" Sahutku ramah.
Sepertinya Om Rey agak terkejut melihatku, karena terakhir kami bertemu saat aku masih berusia 13 tahun, saat aku masih duduk di bangku SMP. Sekarang aku baru lulus SMA dan akan memulai kehidupanku sebagai mahasiswa.
Lima tahun lalu saat sudah menikah, tanteku dan suaminya itu pindah ke Jepang. Baru beberapa bulan mereka kembali ke Indonesia. Dan selama itu kami tak pernah bertemu lagi.
Beberapa saat ia kembali terdiam menatapku dengan tatapan itu lagi, tatapan lekat dan dalam.
"Tante Mandanya ada, Om?" Tanyaku akhirnya.
Om Rey tersadar. "Manda... masih di kantornya. Silahkan masuk."
Di kantornya? Ternyata tanteku sibuk sekali. Ini sudah pukul 17.00, dan ia masih bekerja.
Kemudian aku sudah berada di ruang tamu rumah itu. Interior rumah ini kembali membuatku takjub. Tanpa sadar aku mengedarkan mataku ke seluruh bagian ruang tamu yang menyatu dengan ruang tengah, dapur, dan juga ruang makan, ala-ala rumah modern masa kini. Rumahnya cukup luas dan sangat nyaman.
"Kamu mau minum apa, Dan?" Tiba-tiba suara Om Rey membuyarkan lamunanku.
"Gak usah, Om. Terimakasih."
Jujur aku merasa tidak enak hanya bersama Om Rey di rumah ini. Aku tidak melihat ada orang lain selain kami.
"Kenapa? Bilang aja, kamu mau teh, kopi, susu?" Tanya Om Rey seperti mencoba membuatku agar tidak perlu sungkan terhadapnya.
"Air putih aja, Om. Makasih." Ujarku akhirnya.
"Ya udah sebentar Om bawain dulu, kamu duduk aja. Anggap aja rumah sendiri." Suara Om Rey menjauh karena ia kini berjalan menuju dapur.
Aku pun duduk di kursi ruang tamu itu. Tak lama Om Rey membawakan segelas air putih, aku pun bangkit dan menerima gelas itu dengan kedua tanganku.
"Di minum ya, Om." Ujarku seraya meneguk air putih itu.
"Iya, silahkan." Om Rey duduk di hadapanku. "Kamu naik apa dari Bandung?" Tanyanya basa-basi.
"Kereta, Om. Tadi dari stasiun pesan ojek online kesini." Jawabku.
"Padahal bilang aja, Om bisa jemput kamu di stasiun."
"Gak apa-apa, Om. Takut ngerepotin, takut Om Rey sedang sibuk atau apa." Ujarku masih merasa segan padanya.
"Om lagi gak sibuk, Kok. Kamu bisa lihat sendiri Om sendirian. Manda kerja lebih lama dari Om. Dia biasanya nyampe rumah sekitar jam delapan atau sembilan, malah lebih sering gak pulang. Jadi Om seneng malah kalau ada yang bisa Om kerjakan."
Tante Manda sering tidak pulang? Namun Om Rey mengatakan seakan itu adalah hal yang biasa.
"Tapi tetep aja, Om. Aku ngerasa gak enak." Ujarku.
Lalu kami berdua terdiam. Suasana menjadi begitu canggung.
"Kamu beneran Danisa yang lima tahun lalu tomboy itu 'kan? Suka karate dan main game bola atau petualangan?"
Wajahku merona merah. Malu sekali jika aku mengingat masa-masa aku masih menjadi bocah SMP. Dulu aku sangat tomboy, lebih menyukai permainan laki-laki daripada perempuan. Baru setelah masuk SMA aku mulai merawat diri.
Aku tertawa kikuk. "Om Rey masih inget aja."
"Iya, soalnya Om pangling banget sama kamu sekarang. Kamu berubah. Kamu cantik sekali sekarang."
Aku tertegun mendengarnya. Rasanya canggung sekali dikatakan cantik oleh pria dewasa seperti dia, terlebih ia suami tanteku sendiri. Namun karena tak enak, aku menyahut. "Terimakasih, Om."
Kami kembali terdiam, canggung.
"Ayo, Om tunjukkan kamar kamu." Ucapnya memecah keheningan seraya bangkit dari sofa.
Aku mengikutinya yang berjalan mendekat ke arah tangga, seraya menarik gagang koperku. Om Rey mendekat dan meraih gagang koper itu.
Tangannya tak sengaja bersentuhan dengan tanganku.
Seketika aku melihat pundaknya naik dan turun, nafasnya menderu, kedua matanya kembali menatapku. Ia melangkah mendekat hingga jaraknya hanya beberapa senti saja dariku. Tangan lainnya mendekat ke wajahku, namun saat akan menyentuh pipiku, ia berhenti.
Segera aku menarik tanganku dan iapun mengalihkan pandangannya.
"Ehm... biar Om aja yang bawa kopernya."
Aku hanya terdiam, mencerna kejadian yang baru saja terjadi.
Sedangkan Om Rey berbalik dan mulai menaiki tangga dengan membawa koperku.
Aku tak langsung mengikutinya dan sesaat menatap punggungnya yang terus menaiki tangga.
'Sikap Om Rey, aneh banget sih?' Pikirku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
rista_su
ak baca versi cs nya. mulai baca versi novelnya..
2023-12-14
1
Sophia Aya
mampir thor,
2023-09-15
1
Musim_Salju
Halo kak, mari kita saling dukung, mampir juga di karya aku ya "Penantian Kekasih Halal" Terimakasih 🤗
2023-09-04
1