Kehidupan Kedua: Dokter Genius
Di dalam ruang gelap yang penuh misteri, Alan merenung dalam keheningan. Di tengah hening itu, aroma rokok dan alkohol menguar, menciptakan atmosfer tegang yang hampir terabaikan. Matanya terpaku pada jendela, di mana langit senja berwarna merah dan oranye menandai akhir hari yang panjang.
Terkunci dalam ingatan.
"Kau tahu, Alan," desis suara pelan dari balik bayang-bayang, memecah keheningan yang mencekam. Adik tirinya, anak pertama dari keluarga mafia, berdiri di sampingnya dengan tatapan yang memancarkan rasa sakit dan amarah.
Menjadi bagian dari masa lalu.
"Dia tidak pantas mendapatkan apa yang dia punya," ucap adik tirinya dengan suara yang bergetar, rasa iri tak tertahan dalam kata-kata itu.
Suara yang tak pernah hilang.
Sebelum Alan bisa menanggapi, pintu ruangan terbuka dengan keras, dan pembunuh bayaran berjubah hitam masuk, senjata tersembunyi di balik mantelnya.
Pembunuh bayaran itu menatap dingin pada Alan dan adik tirinya, matanya seperti mata predator yang merayap pada mangsanya. Tidak ada kata-kata yang terucap, tetapi pesan mengerikan sudah tersampaikan.
Gerakan yang cepat dan tak terduga.
Tangan pembunuh bayaran bergerak dalam gerakan yang begitu halus, memotong udara dengan pisau yang melayang-layang seolah menari. Alan merasakan rasa sakit menusuk tubuhnya dengan tajam, dan suara kejutan dan kesakitan keluar dari mulutnya.
"Arrghh!" jeritannya mencabik-cabik ruang, menciptakan dentuman yang meresap dalam udara.
Adik tirinya menyaksikan semuanya.
Dalam serangan yang cepat itu, kehidupan Alan tercabut dengan kejam. Tubuhnya terkulai tak bernyawa, dan pandangannya meredup di tengah kegelapan yang datang.
Namun, seketika, matanya terbuka lagi. Dia terbangun di ruangan yang berbeda, suasana yang jauh dari kenangan pahit yang tadi. Matanya melirik ke sekeliling, bingung dengan keadaan di sekitarnya. Dia merasakan sebaris jarum yang menyusup ke lengannya, menyadarkannya bahwa dia sedang berada di ruang perawatan.
"Dia akhirnya sadar," ujar suara seorang wanita yang masuk ke dalam ruangan. Seorang perawat tua dengan wajah lembut dan senyuman penyambutan.
Alan memandang perawat itu, bibirnya terkatup rapat, dan tatapannya penuh tanya. Keberadaannya di sini tidak masuk akal. Dia mengingat pembunuhan yang telah terjadi, dan adik tirinya yang kejam. Namun, mengapa dia masih hidup?
Di dalam ruangan yang diterangi lampu putih yang lembut, Alan meremas selimut putih yang menutupinya, berusaha meredam perasaan kacau di dalam dirinya. Dia memandangi sekeliling ruangan perawatan yang terang benderang, kontras dengan gelapnya kamar di mana nyawanya hampir terenggut.
"Sudah siuman, ya?" ujar perawat dengan suara lembut, matanya penuh kebaikan saat dia menghampiri Alan.
Alan mengangguk perlahan, bibirnya yang kering mencoba untuk mengeluarkan kata-kata. Namun, dalam benaknya masih terbayang rasa sakit menusuk tajam yang ia rasakan di saat-saat terakhirnya. Dia merasa ragu untuk berbicara tentang kejadian tersebut, karena dalam ingatannya, dia sudah mati.
Apakah ini mungkin?
"Dokter akan segera datang untuk memeriksamu lebih lanjut," lanjut perawat dengan senyuman hangat. "Kau harus tenang."
Alan mengangguk lagi, namun pandangannya jauh, mencoba merenungkan apa yang baru saja terjadi. Apakah semuanya hanya mimpi buruk atau ada sesuatu yang lebih dalam terjadi? Dia merasakan bahwa ada yang berbeda, namun dia belum bisa mengaitkan potongan-potongan ini menjadi satu kesatuan yang masuk akal.
Dalam sekejap, pintu ruangan terbuka, dan seorang dokter muda dengan sorot mata yang cerdas masuk. Dia menyambut Alan dengan senyuman hangat, menciptakan atmosfer yang sedikit lebih ringan di ruangan itu.
"Selamat pagi, Pak Min-jun," kata dokter dengan lembut. "Saya adalah Dokter Lee. Bagaimana perasaan Anda sekarang?"
Alan mengernyitkan kening, kaget mendengar namanya diucapkan oleh dokter. Dia memandang Dokter Lee dengan mata yang penuh tanya. "Min-jun? Mengapa Anda memanggilku Min-jun?"
Dokter Lee tampak sedikit terkejut dengan reaksi Alan. "Ehm, maaf jika saya keliru. Itu adalah nama yang tertera dalam catatan medis Anda."
Alan merasakan kekacauan dalam dirinya semakin memuncak. "Tapi, itu tidak mungkin. Saya adalah... Saya adalah Alan. Alan Kim."
Dokter Lee memandang Alan dengan ekspresi campuran antara kebingungan dan perhatian. "Saya rasa ada ketidaksesuaian dalam informasi yang kami terima. Saya akan mencari tahu lebih lanjut. Maafkan kebingungan ini."
Namun, di benak Alan, pertanyaan lain menghantui. Jika dia bukan Alan, siapa dia sebenarnya? Semua yang telah terjadi tampak semakin rumit dan aneh. Dia merasa seperti terjebak dalam dunia yang asing, dengan identitas yang berubah begitu saja.
Saat dokter mulai melakukan pemeriksaan, Pertanyaan-pertanyaan memenuhi pikiran Alan saat dia duduk terdiam di tempat tidur rumah sakit. Dia merasakan kebingungan yang semakin dalam, merangkul tubuhnya dengan erat seakan mencoba meredakan keresahan yang melandanya. Apa yang terjadi padanya? Mengapa dia merasa seperti terjebak dalam realitas yang samar-samar?
Dokter Lee selesai melakukan pemeriksaan dan mencatat beberapa catatan di berkas medis. "Pak Min-jun, kami akan melakukan beberapa tes lebih lanjut untuk mengklarifikasi situasi ini. Saat ini, lebih baik Anda istirahat sejenak."
Alan mengangguk tanpa berkata apa pun. Dia merasa sedikit kelelahan, bukan hanya fisik, tetapi juga emosional. Setelah dokter pergi, dia memandangi langit-langit ruangan dengan pandangan kosong. Apa pun yang sedang terjadi, dia merasa terombang-ambing dalam lautan ketidakpastian.
Perawat kembali masuk dengan secangkir teh hangat di tangannya. "Teh ini mungkin bisa membantu Anda merasa sedikit lebih baik."
Alan menerima cangkir teh dengan senyuman lemah, berterima kasih pada perawat. Dia merasakan hangatnya cairan itu memenuhi tubuhnya, membawanya sedikit kembali ke dalam kenyataan. Namun, pertanyaan-pertanyaan masih melingkari pikirannya seperti burung-burung yang terbang tanpa arah.
Dia menyeruput teh perlahan, membiarkan rasa hangat meresapi tubuhnya. Dia berusaha mengumpulkan ingatannya, mencoba merunut kembali peristiwa sebelumnya. Kematian yang tragis, kegelapan, dan kemudian... kini dia berada di ruangan rumah sakit dengan identitas yang aneh.
Saat dia merenung, pintu ruangan tiba-tiba terbuka. Seorang pria paruh baya dengan sorot mata tajam masuk. Pria itu memandang Alan dengan ekspresi campuran antara kekhawatiran dan kelegaan.
"Min-jun, akhirnya aku menemukanmu," ujar pria itu dengan suara getir. "Kau tidak tahu betapa khawatirnya aku."
Alan memandang pria itu dengan penuh kebingungan. "Maaf, apakah kita kenal?"
Pria itu terdiam sejenak, ekspresinya berubah menjadi campuran antara kesedihan dan keheranan. "Kau benar-benar tidak ingat, ya? Aku ini... ayahmu."
Mata Alan melebar kaget, mencoba mengolah informasi yang baru saja dia dengar. "A-ayahku?"
Pria itu mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Namaku Kim Joon-ho. Dan kau adalah Kim Min-jun, anakku."
Alan merasa dadanya berdesir keras. Dia tidak dapat mempercayai kata-kata pria ini begitu saja. Namun, ada kehadiran yang menggelitik ingatannya, suara-suara yang meresap dari masa lalu yang kabur.
"Namaku Min-jun," gumamnya, mencoba mengingat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Aster
oh ini alan transmigrasi ke dunia yg sama ya? cuma time skip 5 taun kemudian
2023-09-01
1
Aerik_chan
Baca sinopsisnya kok penasaran. eh baca bab 1 semakin penasaran. semangat kak
yuk saling dukung #kuambil apa yang menjadi milikku #Sweet love level 999
2023-08-14
1