Bel istirahat baru saja berdering, di sambut riuh para siswa yang mulai berhamburan keluar kelas. Waktu istirahat menjadi waktu favorit untuk mereka mengistirahatkan otak yang sedari pagi terus dipakai berfikir.
Termasuk Bintang, Angkasa dan Zeni. Mereka sama-sama keluar kelas untuk menuju kantin. Namun langkah ketiganya terhenti saat di depan pintu Bulan sudah tampak menunggu.
"Bintang, aku mau ngomong, bisa kan?" Tanya Bulan, ia tampak murung.
"Ck, ngapain sih Lo? Bisa gak, gak usah ganggu Bintang sehariii aja. Lo tuh kebangetan ya Lan, gak tahu malu. Padahal Bintang udah bosen nolak Lo, tapi muka tembok Lo masih aja muncul. Pake nipu segala lagi.."
"Zen, udah lah. Jangan campuri urusan mereka, kita ke kantin duluan aja," Angkasa menarik tangan Zeni, meski gadis itu terus mengomel dan memberontak.
Mendengar ucapan Zeni, Bulan hanya bisa menunduk. Ia tahu ia salah, dan mungkin kali ini ia memang keterlaluan. Karena itu Bulan ingin meminta maaf pada Bintang.
Melihat keterdiaman Bulan, Bintang menghela nafas panjang lalu menarik tangan gadis itu menuju taman belakang sekolah. Tempat yang nyaman untuk mereka bicara.
"Ada apa?" Tanya Bintang, karena beberapa saat mereka duduk di sebuah bangku, Bulan masih saja bungkam.
"Bintang, aku minta maaf. Aku tahu aku keterlaluan, aku salah. Maafin aku.." lirih Bulan, gadis itu masih saja menunduk tak berani menatap Bintang yang kini duduk miring menatapnya.
"Untuk apa kamu lakuin itu?" Tanya Bintang aura pemuda itu benar-benar membuat perasaan Bulan campur aduk, antara takut, malu, segan, menyesal dan cinta.
"Untuk menarik perhatian kamu, untuk bisa lebih dekat sama kamu, aku lakuin semuanya karena kamu Bintang," jawab Bulan dengan jujur.
Bintang menghela nafas panjang, kembali duduk lurus menatap bunga-bunga yang tumbuh di sisi taman. "Gak harus gitu Bulan," Bintang mengusap wajahnya dengan gusar, lalu menoleh pada Bulan, "Aku bisa minta sesuatu?" tanyanya.
Bulan mengangguk, ia memberanikan diri menatap mata elang Bintang, "Apa?"
"Hentikan semuanya, stop ngejar-ngejar aku. Kamu bisa cari cowok lain, banyak cowok lain di sekolah ini."
Bulan menelan ludahnya dengan susah payah, Bintang memang sering menolaknya dan meminta Bulan berhenti mengejarnya. Tapi entah mengapa kali ini terasa lain, tatapan pemuda itu berbeda, apa selama ini ia benar-benar mengganggunya?
"Kalau aku bilang gak bisa, apa yang mau kamu lakuin?" tanya Bulan, kedua matanya tampak berembun, rasanya ia sangat ingin menangis.
"Bisa Bulan, kamu harus bisa. Sebentar lagi ujian, lebih baik gunakan waktu yang kamu punya untuk hal yang lebih berguna. Belajar untuk persiapan ujian, sibukkan diri kamu dengan kegiatan yang lebih bermanfaat, selain ngejar-ngejar aku."
"Apa kamu merasa terganggu?" lirih Bulan, air matanya tumpah sudah.
"Jujur, iya." Jawab Bintang dengan tegas, ia juga tak tega mengatakan hal itu, tapi ia harus tegas agar Bulan mengerti.
Bulan mengangguk-anggukkan kepalanya, menghapus air matanya dengan asal lalu kembali duduk lurus, "Ok, kalau kamu maunya begitu, aku akan usahain. Itu pun kalau aku bisa," ucap Bulan. Tapi hati kecilnya menolak gagal, ia tak mau menyerah mendapatkan hati Bintang.
"Terima kasih, aku harap kamu benar-benar berusaha."
Bulan tak menjawab juga tak mengangguk. Ia membiarkan Bintang pergi, meninggalkannya yang semakin terisak. Dari banyaknya penolakan yang pemuda itu lontarkan padanya, hanya kali ini yang benar-benar mengena dan membuat hatinya sakit. Tapi ia tak mau menyerah begitu saja, entah mengapa ia begitu yakin kalau ia bisa mendapatkan hati Bintang dan membuat pemuda itu membalas perasaannya.
"Aku gak bisa Bintang, aku gak bisa nyerah gitu aja. Kamu duniaku, kalau aku nyerah, itu artinya duniaku akan berhenti berputar.." gumamnya seraya terisak. Entah obsesi atau cinta, yang jelas Bulan begitu menyayangi Bintang. Perasaannya pada pemuda itu tulus, rasa pertama yang membuatnya tahu bahwa jatuh cinta itu indah. Sayangnya, ia jatuh cinta sendiri.
"Gak kapok juga ya Lo!"
Kalimat itu membuat Bulan menoleh, ia menghapus air matanya saat mendapati Zeni berdiri di belakangnya, entah sejak kapan gadis itu disana.
"Bukan urusan Lo," ucap Bulan. Ia lalu melangkah pergi, namun Zeni menahan lengannya dengan kuat.
"Aw, sakit Zen. Lepasin tangan gue!" Bulan mencoba menarik tangannya, tapi Zeni semakin kuat menahannya.
"Gue bisa lakuin lebih kasar lagi dari ini kalau Lo terus ngejar-ngejar Bintang!" ancam Zeni.
"Apa hak Lo larang gue? Lo pacarnya Bintang? Bukan kan? Kalian itu cuma sahabatan, setahu gue gak ada tuh sahabat yang posesif kaya Lo!"
Zeni semakin tersulut emosi, dengan kuat ia menekan kuku-kuku tangannya di lengan Bulan. Membuat Bulan meringis dan mendorong Zeni hingga gadis itu jatuh terduduk.
Belum sempat Bulan bicara, dua orang pemuda menghampiri mereka.
"Ada apa ini?" Bintang menatap Bulan dan Zeni bergantian, begitu juga dengan Angkasa.
"Dia dorong gue.." ucap Zeni seraya menunjuk Bulan.
Bulan menggeleng, "Aku gak sengaja, dia duluan yang mulai," elak Bulan.
"Mau Lo apa sih Lan? Lo marah ke gue? Kalau Lo gak terima gue suruh Lo ngejauh, Lo dorong aja gue. Jangan dia!" Sentak Bintang, ia tersulit emosi, pemuda itu termakan ucapan Zeni.
"Tang udah," Angkasa menarik Bintang agar sepupunya itu menjauh dari Bulan yang tampak memejamkan mata menerima sentakan dari Bintang.
Baru kali ini Bulan melihat Bintang semarah itu padanya, tatapan tajam pemuda itu berhasil menusuk relung hatinya. "A-aku gak sengaja.." ucap Bulan.
Angkasa sedikit mendorong Bintang, lalu menatap tajam Zeni yang tampak tersenyum menang.
"Lo urus dia," ucapnya pada Bintang seraya menunjuk Zeni dengan gerak kepalanya.
"Lo gak papa kan Lan?" Angkasa menuntun Bulan duduk, ia melihat lengan Bulan memerah bekas tancapan kuku-kuku Zeni, "Tangan Lo luka, gue obatin. Lo tunggu disini," ucapnya.
Bulan menggeleng, ia menghapus air matanya dengan asal, "Gak usah so perduli sama aku, aku tahu kamu juga kesel kan? Kamu juga mau nuduh aku kan? Iya aku dorong Zeni, tapi aku gak sengaja. Tangan aku sakit, aku dorong dia supaya dia lepasin tangan aku." Bulan menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ia menangis sejadi-jadinya. Bukan karena rasa sakit di tangannya, melainkan sakit di hatinya karena bentakan dari Bintang. Ia bahkan tak perduli tangisannya mencuri perhatian orang lain.
Angkasa menghela nafas panjang, sedikit menarik bahu Bulan dan mendekapnya, "Gue percaya sama Lo. Lo gak mungkin lakuin itu tanpa sebab, jangan nangis lagi. Tunggu disini, gue ambil obat buat tangan Lo.."
Tak menunggu jawaban dari Bulan, Angkasa beranjak ke ruang UKS untuk meminta obat luka agar luka bekas kuku itu tak infeksi.
IKLAN
Ges, aku sengaja bikin cerita ini dari mereka SMA dulu. Terus nanti kuliah, kerja dan seterusnya.. Jangan bosen ya ges ya..kalian tau kan aku orangnya suka pundungan..hahahha
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Rumini Parto Sentono
pasti Zeni juga naksir sama Bintang.
2023-10-06
0
ALURRA KHAI BACHTIAR 💅
sinting zeni.playing victif maennya.
huh....kenpaa orang" sllu tidak menganggap orang yg tulus 😪
2023-09-28
2
Eka 'aina
gk bkln boken Thor ayo tancap gassss lanjuuuttt💪🏿
2023-08-18
0