Lenka terbangun dari tidurnya, saat matahari mengintip dari balik tirai kaca kamarnya. Matanya mengitari sekeliling ruangan, dia melihat seorang pria yang berdiri membelakanginya. Pria itu sudah berpakaian lengkap, Tidak lupa kacamata dan masker bedahnya.
"Kau... dokter Han?" Lenka mengerjapkan matanya. Dia bangkit dari tidurnya, dan segera ke kamar mandi, karena malu.
Lenka merutuki dirinya sendiri, "Bodoh Lenka, kenapa kau sampai tidur dengan dokter Han," Lenka mengusap wajahnya dengan kasar.
"Dokter Valen, kau masih lama di kamar mandi, kalau begitu aku akan pergi, aku ada pekerjaan pagi ini," seru Zeehan dari luar kamar mandi.
"Ya, pergilah!" Balas Lenka. Zeehan meninggalkan apartemen itu dengan senyum manis mengembang di bibirnya.
Lenka keluar dari kamar mandi, setelah dokter Han pergi. Dia menatap wajahnya yang tampak kacau.
Lenka menyalakan ponselnya, yang dia matikan semalam.
Panggilan masuk memenuhi notifikasi ponselnya. Dari Denis dan juga orang tuanya. Lenka menghubungi mama Rekha,
"Lenka kamu dimana, nak?" Tanya wanita itu cemas.
"Aku di apartemen Ma, aku baik-baik saja!" Kata Lenka.
"Syukurlah, mama cemas, kata satpam kau pergi dengan seorang pria, tapi tidak tahu siapa?"
"Ya ma, orang itu mengantarku pulang ke apartemen, Mama tidak usah khawatir?" Jawab Lenka.
******
Lenka berjalan dengan langkah pasti, menyusuri lorong rumah sakit, buru-buru dia masuk ke ruangan kerjanya di poli anak. Dia ingin menghindari Dokter Han. Karena di jam bersamaan mereka biasa bertemu di koridor utama.
"Hai Vall…!" Sapa seseorang dari dalam ruangan kerjanya, membuat Lenka terlonjak kaget.
"Jovan…!" Lenka tersenyum cerah memeluk pria bernama Jovan.
"Kejutan…!" Jovan mengusap punggung sepupunya itu dengan lembut.
"Jovan, kapan kamu datang dari Australia? Kenapa tidak mengabari aku?" Lenka duduk di samping Jovan sambil bersandar manja di bahunya.
"Tadi malam, aku mendengar berita pernikahanmu yang gagal, aku buru-buru pulang, ceritakan padaku apa yang terjadi?!"
"Lupakan saja Jo, aku tidak mau mengingatnya, aku lapar, temani aku makan siang ya! Kamu belum makan kan?" Lenka memberondong sepupunya itu dengan rentetan pertanyaan.
"Iya bawel, ayo makan dimana?"
"Di kantin saja, sebentar lagi pasienku datang," Lenka berjalan keluar dari ruangan kerjanya, dengan memeluk Jovan posesif.
"Bagaimana kabar Kenzio?" tanya Lenka.
"Baik, dia tidak mau ikut aku, katanya kalau dia ikut, aku akan meninggalkannya di Jakarta bersamamu,"
"Anak itu," Lenka tersenyum membayangkan tingkah Kenzio yang semakin hari semakin membuatnya kangen. "Aku merindukannya."
"Dia juga titip salam padamu, sebentar kita VC," Jovan menyalakan ponselnya dan meletakkannya di atas meja.
"Hai sayang," sapa Lenka melambaikan tangannya kearah kamera.
"Mama, Daddy!" teriak Zio gembira.
Diam-diam Zeehan memperhatikan keduanya dari meja lain dalam kantin Rumah Sakit. Zeehan menautkan kedua alisnya, saat dia melihat dengan jelas seorang anak di layar hp yang bicara dan memanggil pria itu Daddy dan memanggil Lenka Mama.
"Sayang, kenapa kamu tidak ikut Daddy ke Jakarta, Mama kangen!"
"No, Mama, nanti kalian membohongiku, aku mau tinggal di sini saja, tidak mau di Jakarta," kata Zio.
"Zio nggak kangen sama Oma dan Opa?" tanya Lenka.
"Nggak!" jawab anak itu keras.
"Ya udah, nggak pa pa, Mama nggak maksa kok. Zio udah makan sayang?" tanya Lenka gemas.
"Udah,"
Zeehan menatap keduanya dengan tajam.
"Ternyata kamu memang murahan, Lenka, baru kemaren kamu gagal menikah, kamu tidur denganku, lalu siapa lagi pria yang bersamamu, pacar bule mu?" Zeehan tampak geram. "Apakah kamu punya anak dengan pria itu tanpa ikatan pernikahan, saat di Australia," gumam Zeehan, beribu pertanyaan hinggap di otaknya. Namun tidak satupun dia menemukan jawabannya.
Lenka tampak ceria bersama pria itu, mereka tertawa dan bercanda bersama, seolah tidak ada beban yang menghimpit jiwanya.
Akhirnya, Zeehan meninggalkan kantin rumah sakit dengan wajah kesal.
*******
Zeehan berada di ruangan pak Daniel Aryadinata sekarang, pria tua itu memanggilnya untuk datang, ada suatu hal penting yang akan di ceritakan pria tua itu.
"Ada apa Bapak memanggil saya?" Tanya Zeehan sopan.
"Zeehan, aku ingin memberimu kepercayaan untuk melanjutkan kepemimpinan rumah sakit ini, dan bisnisku yang lain," kata Pak Daniel yakin.
Zeehan menatap wajah pria di depannya itu bingung, tidak percaya dengan pendengarannya.
"Apa saya tidak salah dengar Pak? Bukankah anda mempunyai anak laki-laki, yaitu nya Denis?" Tanya Zeehan.
"Sayang sekali, Zeehan, Denis bukan putra kandung saya," katanya lemah.
"Kenapa bisa begitu? Saya juga bukan anak bapak?" Ucap Zeehan.
Pria itu menatap Zeehan lekat,
"Maafkan aku, Zeehan…aku adalah pria yang bodoh, aku percaya saja omongan ibunya Denis, kalau dia sedang hamil anakku, hingga aku meninggalkan anak dan istriku di suatu tempat yang jauh,"
"Kenapa anda meminta maaf padaku, Pak!" tanya Zeehan bingung.
Pria itu berdiri dari tempat duduknya, dan berlutut di depan Zeehan.
"Pak Daniel, jangan begini!" Zeehan merasa risih, dengan sikap bosnya itu.
"Zeehan Aryadinata, kamu adalah putraku nak, putra kandungku, aku merasa berdosa pada ibumu Ratna, karena meninggalkannya disaat kamu masih bayi," tutur pria itu.
Zeehan menelan saliva nya kasar, dia tidak pernah membayangkan akan bertemu dengan ayah kandungnya, diusianya yang sudah hampir 24 tahun.
"Bagaimana anda bisa tahu, kalau aku anakmu, Pak?" Tanya Zeehan.
"Aku telah membaca identitas mu, dan menyelidiki tentang dirimu,"
Zeehan mengangkat kedua bahu pria tua itu, dan mendudukkannya di sofa. Dari awal dia bekerja di perusahaan itu, Zeehan merasa kesamaan nama belakangnya dengan Pimpinan Rumah Sakit itu hanya kebetulan semata.
Di kampung halamannya pun, ibu Zeehan tidak pernah sekalipun menyebut nama ayahnya, hingga detik-detik kepergiannya. Bahkan tidak ada selembar foto pun tentang hubungan ibunya dengan Daniel Aryadinata.
"Pak, maaf, aku tidak bisa menjawab permintaan bapak sekarang!" Kata Zeehan menutup wajah dengan kedua tangannya.
"Tidak apa nak, cukup kau memanggilku Papa, aku akan sangat senang sekali,"
Zeehan menatap Pria yang mengaku ayahnya itu dengan hangat, pria itu masih memiliki kharisma yang baik, sebagai seorang pemimpin. Dia tidak mampu menolak pria yang telah banyak berjasa dalam kariernya.
"Papa!" Zeehan memeluk Presdir itu erat.
Pak Daniel Aryadinata, mengusap air matanya yang mengalir membasahi pipinya.
"Zeehan, maafkan Papa, nak!" Katanya sekali lagi, dengan penuh penyesalan.
"Ya Pa, semua sudah berlalu, ibu juga sudah mengikhlaskannya,"
"Papa mau, kamu yang memimpin rumah sakit ini, Zeehan. Kau lebih pantas sebagai pemimpin, dari pada Denis, anak itu kerjanya hanya menghambur-hamburkan uang dengan bermain wanita," kata Daniel kecewa.
"Aku akan mencobanya, Papa!"
"Papa yakin kamu bisa Zeehan, persiapkan dirimu, Papa akan segera mengumumkan pengalihan kepemilikan perusahaan papa ke tanganmu," ujar Daniel lagi.
"Bagaimana dengan Denis, Papa? Dia akan marah padaku,"
"Dia tidak akan bisa menentang ku, Zeehan. Aku punya bukti, dia bukan darah dagingku," kata Daniel meyakinkan.
"Baiklah," kata Zeehan pada akhirnya.
"Terimakasih, nak,"
Daniel Aryadinata, segera mengumpulkan para pemegang saham dan jajaran direksi perusahaannya. Termasuk istrinya Maria dan putranya Daniel.
Semua anggota direksi sudah hadir di dalam ruangan rapat. Tak lama, Presiden Direktur DARYA MEDIKA, masuk bersama Zeehan dan pengacaranya bapak Johannes.
Denis memandang Zeehan dengan tatapan sinis. Zeehan duduk di sampingnya. Persis dihadapan Papanya.
"Selamat siang semuanya, hari ini saya sengaja mengumpulkan kalian semua. Ada berita yang akan saya sampaikan pada bapak dan ibu semua, terimakasih atas kehadirannya," Pak Daniel menarik nafas sejenak. Kemudian melanjutkan ucapannya.
"Dengan ini, saya secara sadar dan tanpa tekanan dari pihak manapun, mengalihkan pimpinan perusahaan termasuk rumah sakit Darya Medika, kepada putra saya, Zeehan Aryadinata,"
Denis tampak pucat, tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Begitu juga dengan istrinya Maria.
"Lelucon apa ini, Pa?" Denis berdiri dengan marah, sambil menggebrak meja.
"Denis, bicara yang sopan," kata sang ayah.
"Bagaimana bisa, orang asing yang menjadi pimpinan di perusahaan ini Pa,"
"Bisa saja, Denis, karena Zeehan adalah putraku yang aku tinggalkan bersama ibunya di sebuah desa di Bima," kata Daniel.
"Aku tidak terima, Pa!" seru Denise seraya berjalan keluar ruangan.
"Ini tidak adil, Daniel!" Ibu Denis ikut angkat bicara dan mengikuti putranya Denis ke luar ruangan.
"Setuju atau tidak, keputusan saya adalah mutlak dan tidak bisa diganggu gugat," kata Pak Daniel tegas.
Setelah dewan direksi menyetujui keputusan Daniel. Dilakukan penandatanganan, pengalihan kekuasaan. Zeehan telah menyiapkan diri untuk menjadi pemimpin yang baik, dan siap menghadapi Denis dan pendukungnya.
*******
Suasana di rumah sakit mendadak ribut, dengan berita pengalihan kekuasaan dari Daniel kepada Zeehan Aryadinata putra kandungnya.
"Jadi Pak Daniel itu, punya anak dari wanita lain ya?" tanya Della pagi itu, sambil berbisik ada Stella.
"Kabarnya begitu, dan besok kita semua diundang untuk menghadiri penobatannya di hotel StarOne" kata Stella.
"Gue ikut ah, gue penasaran sama anaknya Pak Presdir, siapa tahu dia masih bujangan," kata Della sumringah.
"Ya, mudah-mudahan kalian berjodoh," doa Stella.
"Amien!"
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments