TAK SANGGUP MELUPAKANMU
Semilir angin yang berhembus dari Samudra, membangunkan Lenka dari tidur lelapnya. Di atas sebuah rumah pohon ditengah pulau kecil tak jauh dari pantai Wane. Saat hari sudah beranjak petang.
"Oh....tidak!" jerit Lenka, saat mendapati tubuhnya yang setengah terbuka dalam pelukan sang kekasih. Buru-buru Lenka menarik tubuhnya dari pelukan Zeehan dan merapikan pakaian seragam putih abu-abunya yang berantakan.
"Zeehan, bangun!" Lenka mengguncang tubuh Zeehan, hingga cowok itu terbangun dari tidurnya yang lelap. Sejenak pria itu meregangkan tubuhnya, terasa sangat nyaman. Sesaat, Zeehan mengusap wajahnya yang tampan.
"Zeehan, ayo kita pulang!" suara lembut Lenka membuat Zeehan tersentak, menyadari apa yang telah terjadi diantara mereka berdua.
"Lenka, maafkan aku," bisiknya, di telinga Lenka, setelah Zeehan merapikan kembali pakaiannya.
"Aku tidak bisa menahan diri." lanjutnya.
Lenka menyandarkan tubuhnya di pundak Zeehan. Cowok itu merangkul Lenka penuh kasih sambil mengecup keningnya lembut.
"Tidak apa-apa, bukan salahmu, tapi salahku juga," lirih Lenka.
"Aku tidak bisa menolakmu, aku mencintaimu, Zeehan," bisik Lenka lembut.
Lenka memang tidak bisa menyalahkan Zeehan sepenuhnya. Karena dirinya juga mau melakukan hubungan terlarang itu dengan Zeehan. Cowok sederhana yang mampu membuat Lenka jatuh cinta begitu dalam.
Lenka jatuh cinta pada pandangan pertama, sejak pertama kali bertemu Zeehan di Sekolah barunya. Sebuah Sekolah Menengah Atas yang terletak di sebuah desa di pesisir pantai Wane, bernama Tolotangga, Bima.
"Lenka, aku berjanji akan bertanggung jawab jika sesuatu terjadi padamu," Zeehan menyakinkan. Sebelah tangannya merangkul Lenka dengan erat.
"Sesuatu apa?" Lenka bingung, ini adalah kali pertamanya Lenka berhubungan intim dengan cowok yang disukainya. Cowok sederhana yang juga berprofesi sebagai seorang nelayan.
"Jika kamu hamil, aku akan menikahi mu, kita akan tinggal di desa ini selamanya, hanya kau dan aku," bisik Zeehan.
"Apakah dengan berhubungan sekali, bisa langsung hamil?" tanya Lenka polos.
"Entahlah, aku juga tidak tahu!" Zeehan menaikkan kedua pundaknya dan menurunkan segera. "Apakah kamu menyesal, Lenka?"
"Tidak, karena aku mencintaimu, Zeehan! Aku tidak pernah jatuh cinta pada cowok lain, sedalam ini, dan aku tidak akan pernah menyesalinya," ungkap Lenka jujur.
"Walau aku hanya seorang nelayan miskin, anak dari seorang wanita yang mengalami depresi?" Zeehan menatap kedua bola mata Lenka yang indah. Lenka mengangguk yakin.
"Apakah kamu punya impian, cita-cita atau apa? Setidaknya itu bisa membuatmu lebih bersemangat lagi, untuk merubah nasib," tanya Lenka.
"Sebenarnya aku ingin menjadi dokter, Lenka, tapi keadaanku tidak memungkinkan aku bisa meraih cita-citaku," lirih Zeehan pesimis.
"Kamu bisa mendapatkan beasiswa dengan prestasimu Zeehan, kamu pintar, aku yakin kamu akan menjadi seorang dokter yang hebat suatu hari nanti." Lenka mendorong semangat Zeehan untuk bisa meraih cita-citanya.
"Aku akan berusaha," ucap Zeehan meyakinkan dirinya.
Lenka tersenyum dan memeluk cowok itu erat. "Aku akan mendukungmu, mewujudkan cita-citamu, Zeehan."
Sebuah bunyi panggilan masuk di ponsel Lenka, membuat gadis itu tersentak. Lenka menatap layar ponselnya sejenak. Dan memandang ke arah Zeehan.
"Mama telepon," bisik Lenka. "Angkat saja, aku akan menunggu di bawah," kata Zeehan, turun dari rumah pohon yang dia bangun sendiri, di sebuah pulau kecil yang tak jauh dari dermaga pantai Wane.
Lenka mengatur nafasnya perlahan, dan menjawab panggilan mama Rekha.
"Ya, Ma." jawab Lenka setengah berbisik.
"Kamu dimana sayang? kok belum pulang, sudah sore ini," suara Mama Rekha terdengar cemas diujung telepon.
"Sebentar lagi Lenka pulang Ma, Lenka belajar kelompok di rumah teman."
"Ya udah, cepat pulang ya!'
"Ya Ma," Lenka menutup telpon dari Mama Rekha, ada perasaan bersalah karena telah membohongi ibunya. Lenka merapikan rambut panjangnya dengan jari-jari tangannya, kemudian menyusul Zeehan yang sudah berdiri di bibir pantai.
Lenka memeluk tubuh Zeehan dari belakang. Cowok itu tersenyum memegang kedua tangan Lenka erat.
"Kita pulang sekarang?" Zeehan membalikkan tubuhnya, dan memeluk tubuh ramping itu dengan mesra.
"Ya, Mama barusan nanyain."
"Ayolah," Zeehan mengurai pelukannya, dan membantu Lenka untuk menaiki kapal cepat untuk kembali ke dermaga.
Valencia Kaynara, adalah seorang siswa baru di SMA Negeri di desa di pinggir Pantai Wane.
Berada di kelas yang sama dengan Zeehan di kelas XII IPA 1. Pertemuannya dengan Zeehan di kelas itu, membawa warna baru dalam hidup Lenka. Lenka yang awalnya menolak untuk ikut ayahnya pindah ke daerah dari Jakarta. Merasa senang bisa bertemu dengan Zeehan, seorang cowok tampan dan tinggi, berkulit sedikit gelap, namun menurut Lenka cowok itu unik dan sexy.
Ayahnya adalah seorang dokter Spesialis penyakit dalam di Rumah Sakit Pemerintah di Kota Bima. Sering berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah lain, membuat Lenka jenuh dan lelah.
Namun di kota ini, Lenka menemukan cinta sejati, yang membuatnya betah dan melupakan segala kekesalan hatinya.
SATU BULAN SEBELUMNYA
"Pokoknya aku tidak mau pindah, Papa!" rengek Lenka. "Aku mau sekolah di sini saja. Capek tau pindah-pindah sekolah terus, harus beradaptasi lagi dengan lingkungan baru, teman baru," protes Lenka, saat Papanya, Budi Santoso memberitahukan berita yang paling tidak dia sukai. PINDAH TUGAS.
Budi Santoso, ayahnya Lenka adalah seorang dokter umum, yang bekerja di sebuah rumah sakit pemerintah, berstatus ASN.
Entah sudah berapa kali, Dokter Budi pindah dari satu kota ke kota lain, bahkan kali ini, Budi Santoso, selaku dokter umum di tugaskan di sebuah desa terpencil di luar pulau Jawa, yaitu nya sebuah desa di kota Bima. Provinsi Nusa tenggara Barat.
"Lenka, Papa tidak bisa meninggalkan kamu sendirian di Jakarta, kamu anak gadis papa satu-satunya, jadi kita harus tetap sama-sama sayang," bujuk Dokter Budi, malam itu setelah mereka selesai makan malam.
"Pa, aku sudah nyaman disini, kenapa harus pindah lagi sih?" gerutu Lenka.
"Lenka, ini sudah tugas Papa sayang! Sebagai seorang ASN, papa harus mengabdikan diri bagi masyarakat," ujar Papanya Lenka
"Betul Lenka, tenaga Papa sedang dibutuhkan di desa itu, kalau kamu tinggal sendiri di Jakarta. Mama dan Papa tidak bisa mengawasi mu, nak!" Tambah mama Rekha.
"Lenka bisa jaga diri Mama, please, boleh ya, Lenka sekolah di Jakarta saja," Lenka mencoba merayu mamanya.
"Tidak, Lenka, kamu harus ikut!" tegas Pak Budi, hingga Lenka tidak bisa lagi berkelit. Budi Santoso ayahnya Lenka, seorang ayah yang jarang marah, dia sangat menyayangi Lenka, putri satu-satunya, tapi tidak memanjakannya. Kalau Pak Budi sudah bicara, Lenka tidak berani membantah lagi.
Akhirnya setelah melalui perdebatan panjang, Lenka terpaksa menyetujui keputusan kedua orang tuanya, untuk ikut pindah ke Pulau Sumbawa, NTB.
"Ya deh, iya!" Lenka duduk di sofa sambil mendekap kedua tangannya di dada, dengan wajah ditekuk dan cemberut.
*******
Sementara itu, jauh di sebuah desa, di kota Bima Pulau Sumbawa. Masih sekitar pukul 05.00 subuh.
"Han, turunkan hasil tangkapan kita, cepat, ada yang mau borong nih!" Teriak seorang pria bertubuh gemuk dan pendek pada seorang cowok bernama Zeehan.
"Oke Bang Heri, siap!" Balas Zeehan ditengah hiruk pikuk pusat pelelangan ikan, hasil tangkapan nelayan Pantai Wane. Dengan sigap remaja berusia 17 tahun itu, mengangkat keranjang-keranjang berisi ikan hasil tangkapan mereka tadi malam.
"Nih Bang," cowok bernama Zeehan itu meletakkan keranjang rotan itu di depan Bang Heri.
"Makasih, Han, sekarang kamu boleh pulang, sisanya biar Abang yang akan membereskan, ini uang kamu," Bang Heri memberikan beberapa lembar uang seratus ribuan.
"Oke bang, makasih ya!" Zeehan menerima uang pemberian Bang Heri dengan tersenyum lebar.
"Ya, hati-hati pulangnya! Jangan ngebut! Belajar yang rajin!" Pesan Bang Heri tersenyum.
"Sip!" Cowok itu mengacungkan jempolnya. Cowok itu segera meninggalkan tempat penjualan ikan segar itu dengan sepeda motor bututnya.
Cowok bertubuh tinggi kurus itu adalah Zeehan Aryadinata. Cowok berusia 17 tahun, tampan dan pekerja keras, memiliki kehidupan yang serba kekurangan dan menyedihkan. Di usianya yang masih muda, Zeehan harus bekerja keras memenuhi kebutuhan hidup dan biaya pengobatan ibunya yang bernama Ratna.
"Ibu, ibu…!" Panggil Zeehan begitu sampai di rumah. Zeehan masuk ke dalam kamar Sang ibu, wanita bertubuh kurus itu duduk melamun dengan tatapan kosong keluar jendela.
"Ibu, Zeehan pulang! ibu mandi dulu ya, habis itu sarapan!" Kata Zeehan mengangkat tubuh kurus ibunya ke kamar mandi. Setelah memandikan dan memakaikan pakaian bersih, dengan telaten Zeehan menyuapi ibunya dengan sebungkus nasi rames yang dibelinya di pasar sebelum pulang.
Begitulah keseharian Zeehan dirumah. Selesai mengurus ibunya, barulah Zeehan bersiap untuk berangkat ke sekolah.
Ibu Ratna Juwita, adalah ibu kandung Zeehan, wanita itu mengalami depresi sejak Zeehan lahir. Yang Zeehan tahu dari cerita orang-orang, ibu Ratna depresi karena di tinggal suaminya saat Zeehan masih bayi.
Dulu, masih ada neneknya Zeehan yang mengurus sang ibu dan dirinya saat kecil. Namun sejak nenek meninggal, Zeehan harus berjuang seorang diri, demi untuk bisa bertahan hidup.
Berbagai pekerjaan dia lakoni tanpa mengeluh. Zeehan bekerja apa saja yang bisa menghasilkan uang, termasuk menjadi nelayan, dia akan ikut Bang Heri tetangganya melaut, jika cuaca sedang bersahabat. Sepulang sekolah, Zeehan bekerja di ladang atau sawah petani sebagai buruh tani.
Di sekolah, Zeehan termasuk siswa yang berprestasi. Walau dia sering datang terlambat ke sekolah, namun para guru memakluminya, karena keadaan Zeehan yang serba kekurangan.
Bagi guru-guru di sekolahnya, asal Zeehan mau sekolah, mereka tidak akan menghukumnya dengan sanksi yang berat. Zeehan sangat di senangi oleh teman-temannya. Karena baik hati dan tidak sombong, walau kadang sedikit nakal.
"Han, semalam Lo jadi melaut sama Bang Heri," Tanya Andre teman sekelasnya, saat baru sampai di sekolah.
"Iya, kenapa Lo nggak jadi ikut?" Zeehan balik bertanya.
"Nggak dibolehin sama orang tua gue, mereka takut gue kenapa-kenapa?" Kata Andre.
"Oh gitu ya, kalau nggak di kasih izin mah, nggak usah Dre, kerja yang lain saja," saran Zeehan.
Memang hidup di desa kecil yang sebagian besar penduduknya adalah nelayan, dan bertani, serta mengelola wisata di Pantai Wane, yang memiliki pantai yang indah dan berpasir putih.
Ada juga yang mengandalkan hidupnya, dengan mengelola sargassum atau alga yang banyak terdapat di pantai Wane, untuk dijadikan bahan industri.
"Gue sebenarnya pengen kayak Lo, Han, bisa menghasilkan duit, buat bantu Mak gue,... juga buat traktiran Anita," cengir Andre.
"Sebentar lagi ujian kenaikan kelas, Lo fokus belajar saja dulu, kalau udah kelas XII, kita belajarnya hanya sebentar, setelah tamat baru deh Lo kerja," nasehat Zeehan.
"Gue heran sama Lo, Han…Lo jarang belajar, tapi Lo bisa dapat nilai terbaik disekolah, apa rahasianya sih?" tanya Andre penasaran.
"Siapa bilang gue nggak belajar, gue kan belajar sekolah tiap hari, bego! Kebetulan juga gue punya otak jenius," ujar Zeehan sedikit Narsis. "Kalau Lo kerjanya pacaran mulu sama Anita, gimana mau fokus belajar," ledek Zeehan.
"He..he..pacaran itu asyik kali, Han, Lo cari cewek juga dong, biar tau rasanya pacaran, Davina jomblo tuh," tutur Andre.
"Nggak ah, gue malas pacaran, ribet, lagian siapa juga yang mau pacaran sama gue, pegangannya ikan sama lumpur, A M I S, yang ada cewek kabur duluan," ujar Zeehan, di ikuti Andre tertawa ngakak.
"Jangan pesimis gitu dong, Han. Kalau dilihat-lihat Lo itu sebenarnya ganteng, kayak aktor ...siapa ya namanya?" Andre meletakan telunjuknya di pelipis sambil berpikir.
"Hah...itu...Nicolas Saputra, bedanya...dia putih, Lo item...ha..ha.."
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Inka
aku baru mampir nih kak, di awal aku sudah suka sama alur ceritanya 🤗💖 semangat nulisnya ya kak, jangan lupa mampir di karya aku yang judulnya Menebus Keliru hehe 🥰
2023-09-04
0