Kamar teh Lisa adalah kamar yang paling besar di kosan kami. Karena harga sewanya pun lebih mahal. Untuk itu kami semua menjadikan kamar teh Lisa sebagai markas, untuk kami kumpul, makan, hingga curhat bersama.
Teh Lisa yang sudah kami anggap sebagai "Ibu", adalah tempat curahan terbaik saat kami_yang saat itu memang masih terbilang ABG, mengalami masalah dalam hal apa pun termasuk dalam hal percintaan.
Seru sekali jika kami sudah berkumpul di kamar teh Lisa lalu satu persatu diantara kami bercerita panjang lebar mengenai pacar kami masing-masing.
Diantara semua teman kosan, akulah yang paling dekat dengan teh Lisa. Mungkin karena letak kamar kami yang bersebelahan, menjadikan akulah satu-satunya yang paling sering nangkring di kamarnya siang malam.
Malam itu seperti biasanya, aku main ke kamar teh Lisa untuk makan bersama sambil menonton televisi. Kami hanya berdua saat itu. Anak-anak yang lain tidak datang. Mungkin sudah pada makan di kamarnya masing-masing.
Makan malam yang biasanya dibarengi dengan obrolan santai, namun berbeda dengan malam itu. Teh Lisa menceritakan pengalaman ganjilnya, yang untuk kemudian berhasil membuatku tidak nyaman tidur, sendirian.
Teh Lisa mempunyai seorang teman, sebut saja teh Wati. Teh Wati meminta bantuan kepada teh Lisa untuk mencarikannya sebuah rumah kontrakan. Kebetulan di tengah kota, berjarak kitaran satu kilometer dari kosan kami ada satu rumah yang di depannya terpampang tulisan “DISEWAKAN”.
Teh Wati menghela nafas lega karena ia menemukan rumah kontrakan yang tak jauh dari kosan kami. Letaknya pun sangat strategis, yaitu di tepi jalan raya, di tengah perkotaan, dekat dengan kampus utamaku.
Teh Wati sudah minat dengan rumah kontrakan itu. Rumah berlantai dua dengan gerbang tinggi, dan pepohonan yang asri di depannya. Sudah terbayangkan ia, suami, dan anaknya akan betah tinggal disana.
Siang itu, teh Wati mendatangi rumah yang disewakan itu seorang diri. Pintu gerbangnya terkunci. Di depan gerbang itu tergantung papan bertuliskan "DISEWAKAN" lengkap beserta nomor telepon pemiliknya.
Teh Wati berkeliling menanyakan perihal rumah tersebut pada penduduk sekitar. Sudah beberapa tukang es, penjual warung kecil, dan tukang becak yang ia tanyai. Namun jawaban yang didapat sama saja, mereka kompak menjawab bahwa teh Wati sebaiknya tidak mengontrak rumah itu.
Jawaban warga sekitar tidak diindahkan oleh teh Wati, karena dia sudah terlanjur suka dengan rumah itu. Ahirnya ia menelpon si pemilik rumah.
Hari itu juga teh Wati bisa memasuki rumah kontrakan yang ia minati itu untuk melihat-lihat karena pemilik rumah segera datang.
KOWEEET.
Suara pintu berdecit saat si bapak pemilik rumah membukakan pintu untuk teh Wati.
"Monggo, Mbak," Kata si Bapak ramah mempersilakan teh Wati masuk.
Benar saja, rumahnya lumayan besar. Teh Wati mulai berkeliling melihat-lihat isi rumah dengan instruksi si Bapak.
"Ini kamarnya lumayan besar. Di atas juga ada kamar lagi, monggo."
Sepanjang penjelasan si Bapak, teh Wati hanya mangguk-mangguk sebagai bentuk menghargai. Ia tidak banyak berkomentar, karena ternyata ia langsung merasakan ada aura yang berbeda dalam rumah itu.
Teh Wati mengikuti si Bapak naik ke lantai dua. Sedang asik berkeliling, teh Wati dikejutkan oleh sesuatu. Dia melihat sekelebat kain putih terbang di depan suatu kamar.
"Bagaimana, Mbak? Suka dengan rumahnya?" tanya si Bapak setelah selesai berkeliling.
"Suka, Pak. Rumahnya bagus."
Si Bapak mengangguk.
"Tapi nanti saya pikirkan lagi ya, Pak. Kalau saya jadi ngontrak, nanti saya hubungi bapak lagi."
Teh Wati beralasan. Padahal sebenarnya ia sudah mengurungkan niatnya untuk mengontrak rumah itu karena sekelebat kain putih tadi, yang entah di lihat oleh si Bapak atau tidak.
Teh Wati penasaran. Ia terpikirkan omongan para pedagang yang ia tanyai tadi.
"Pantas saja," batinnya.
***
Selang beberapa hari kemudian, teh Wati datang lagi ke rumah kontrakan itu untuk menemui salah satu pedagang yang letaknya tidak jauh dari rumah itu. Teh Wati sengaja datang untuk menggali dan mencocokkan informasi yang di dapatnya dengan sekelebat kain putih yang menampakkan diri padanya. Teh Wati penasaran.
Akhirnya siang itu Teh Wati duduk di warung pinggir jalan sambil menikmati satu gelas es ditemani oleh penjualnya. Alih-alih ngobrol santai, hingga masuklah dalam pembahasan rumah kontrakan itu. Setelah mendapat informasi dari salah si penjual, akhirnya benar saja. Dugaan teh Wati benar, ada suatu hal mengerikan yang telah terjadi di sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
atmaranii
maaf thorr crtamu bgus aku ska tp kbnyakn narasi..jd ky buku diary...klo bsa d prbnyak dialognya...smngatt
2021-09-21
2
Yuniyas Anthomy
klok yg penakut jangan dibaca malam hari ya,,,pasti endingnya mrinding2 tar.
2021-01-02
4
Lhasmy
suka Novel.y Setiap baca deg Deg Kan Mulu..
2020-12-18
5