Perjalanan rumah tangga memang tidak akan selalu berjalan mulus. Pasti akan ada saja kerikil-kerikil yang harus di lewati. Setelah liburan yang cukup menyenangkan beberapa minggu lalu.
Kini, Bagas maupun Renata kembali menjalani rutinitas seperti biasanya. Ghea yang sudah berumur satu tahun lebih sudah semakin aktif, sampai membuat Renata sedikit kewalahan untuk menemaninya. Ada saja tingkah baru Ghea setiap harinya dan juga anak itu semakin lengket dengan papanya.
Ghea anak yang pintar, setiap jam makan siang, anak itu akan meminta mamanya untuk menghubungi papanya. Bahkan, anak itu tidak mau tidur siang sebelum melihat papanya. Alhasil Renata dan Bagas menyepakati untuk sekedar video call sebentar setiap jam makan siang.
Dengan tubuh yang semakin tumbuh dengan baik, membuat Ghea sudah bisa mencapai ganggang pintu, walaupun masih harus sedikit berjinjit. Hal itu menyebabkan Renata harus selalu siap siaga. Khawatirnya, anaknya itu akan keluar rumah tanpa sepengetahuannya.
“Papa, berangkat kerja dulu, ya, Sayang. Jadi anak baik. Jangan bikin Mama kelelahan, ok.” Bagas berbicara dengan Ghea yang saat ini sudah berada di teras rumah.
Kemudian Bagas memberikan Ghea ke Renata, karena dirinya akan segera berangkat untuk bekerja. Dengan sigap Renata mengambil alih anaknya yang sudah bertambah besar itu. Meski dengan sedikit paksaan, karena Ghea tidak kunjung melepaskan tangannya dari dasi yang papanya pakai.
Beruntung anak itu tidak pernah menangis setiap papanya berangkat kerja, walaupun masih harus sedikit paksaan untuk mengambilnya saat sudah di gendong papanya. Mengingat ketika papanya ingin keluar rumah untuk hal yang bukan pekerjaan, anak itu akan sangat rewel dan menangis penuh drama.
Kali ini, Renata mencium tangan Bagas seperti rutinitasnya setiap harinya. “Hati-hati, ya, Mas,” pesannya dengan tersenyum menatap Bagas.
Bagas mencium kening Renata. “Iya, Sayang. Baik-baik di rumah, ya. Mas berangkat.” Bagas pamit dan membalas senyuman lembut yang istrinya berikan.
“Oh, iya. Sepertinya, Mas akan sedikit ngaret pulangnya, Sayang. Mengingat ini minggu terakhir di penghujung tahun,” ucap Bagas menoleh ke Renata, urung untuk masuk ke mobil.
Renata mengangguk mengerti. “Iya, Mas.”
...****************...
Bagas tengah serius akan setiap data-data pengeluaran perusahaan dalam setahun terakhir ini. Di bulan-bulan pertama sudah banyak sekali data yang tidak sesuai dengan data yang berada di komputer miliknya. Pria itu memijit pelipisnya yang mulai nyeri, karena ada beberapa perbedaan antara di berkas yang tengah dia cek dengan data miliknya.
Pria itu mengerang frustrasi, saat harus bolak-balik keluar dari ruangannya menemui anak buahnya di divisi keuangan untuk segera merevisi data dengan benar. Namun, justru tak kunjung selesai.
Dering ponsel yang memecah keheningan di ruangannya pun tak dia hiraukan. Terlebih saat ini dia sudah membawa masuk beberapa anak buahnya untuk menyelesaikan masalah keuangan ini bersama di dalam ruangannya. Bagas tidak ingin divisinya mendapat masalah, jika tak kunjung mengetahui letak salahnya di mana.
Belum lagi, data-data itu harus segera diselesaikan secepat mungkin untuk dia laporkan ke atasannya. Pria itu sangat pusing, karena ini pertama kalinya, data keuangan tidak sesuai dengan pribadi miliknya. Dia jadi teringat, jika sempat ada karyawan yang resign tiba-tiba dan karyawan baru yang menggantikannya.
Sialan! Apa ini ada sangkut pautnya dengan karyawan yang berhenti tiba-tiba itu.
“Bapak, sepertinya data ini, memang benar sebelum saya masuk di divisi keuangan ini. Mengingat saya baru bergabung dalam lima bulan terakhir,” ucap Dewi—salah seorang bawahan Bagas memecah konsentrasi Bagas.
Bagas menghela nafas, karena kecurigaannya benar. Melihat data-data yang salah ini memang di bulan-bulan yang masih ditangani oleh bawahannya yang undur diri itu. Kemudian pria itu mengangguk, mencoba untuk tenang.
“Iya, saya juga berpikir hal yang sama dengan kamu, Wi. Bagaimana pun juga, kita harus segera menyelesaikannya, mencari di mana letak kesalahannya,” jawab Bagas dengan bijak.
Di tengah-tengah konsentrasinya, lagi-lagi dering ponselnya mengganggu. Mencoba dia hiraukan, namun malah tak kunjung berhenti. Membuat dia kesal dan mengumpat kasar tanpa sadar.
Para anak buahnya yang mendengar kata kasar yang keluar dari manajernya untuk pertama kali, terlonjak kaget dan bergidik ngeri. Lantas Bagas sedikit menjauh untuk mengangkat telepon yang ternyata dari sang istri.
“Maaf, Mas. Aku jadi ganggu kamu,” sapaan Renata langsung terdengar begitu Bagas menerima panggilan itu.
“Aku, kan, udah bilang kalau aku lagi sibuk seminggu ini, Ren!” Bagas berseru kesal. Belum lagi terdengar suara anaknya yang meraung membuat kepalanya semakin pening.
“Maaf, Mas. Tapi Ghea gak—“
“Sebentar lagi aku pulang!” Bagas menyela ucapan Renata dan langsung menutup panggilan secara sepihak. Kemudian pria itu kembali melanjutkan pekerjaannya hingga malam.
Tak ada lagi raut tenang yang tampakkan oleh Bagas, membuat kedua bawahannya terdiam, membeku tak berani menyela. Padahal mereka sudah lelah dan ingin pulang.
Suara dering ponsel menyentak suasana hening itu. Bagas lagi-lagi menggeram marah. Kemudian memerintahkan kedua anak buahnya untuk pulang. Karena dirinya juga akan segera pulang.
...****************...
Tepat begitu Bagas sampai, Renata membuka pintu rumah untuk menyambutnya. Wajah Bagas sudah keruh. Namun, dia mencoba untuk menahan emosinya hingga masuk ke dalam rumah.
Renata hanya diam mendapati suaminya yang dalam keadaan mood yang buruk. Akan tetapi, tak lantas membuat wanita itu pergi. Renata menyusul suaminya yang sudah masuk ke dalam kamar mereka.
“Di mana Ghea?” tanya Bagas ketika tak mendapati anaknya di kamar.
Renata mendongak menatap suaminya. “Baru bisa tidur, di kamar sebelah,” jawabnya lembut.
“Lalu kenapa kamu cerewet sekali mengganggu aku kerja, Ren?!” geram pria itu dengan mencengkeram kedua lengan istrinya.
Renata tersentak, sedikit meringis. “Maaf, Mas. Seharian ini, memang Ghea sangat rewel. Aku sampai kesusahan untuk nanganinnya. Terlebih Ghea sudah biasa ngobrol sama kamu dulu sebelum tidur.” Renata menjawab dengan intonasi yang semakin lemah, karena tak ingin suaminya semakin marah.
“Buktinya, kamu bisa, kan buat Ghea tidur!”
“Iya, Mas. Maaf,” ucap Renata merasa bersalah.
“Kamu memang suka banget bikin emosi. Kamu sebagai ibunya, harus lebih tau, dari pada aku buat nanganin Ghea. Sebagai istri juga kamu paham, kalau suaminya sedang sibuk! Bukannya ngerecokin terus kerjaannya!” terang Bagas membuat Renata mengangguk lemah.
“Sekali lagi maaf, Mas. Aku sudah ganggu kerjaan kamu. Sungguh aku tadi itu sudah bingung harus bagaimana selain nelfon kamu,” ucap Renata mencoba menjelaskan kepada suaminya agar mengerti.
“Ya, tapi, gak harus ganggu aku kerja. Bahkan aku sudah bilang lebih dulu ke kamu tadi pagi. Aku sibuk. Alasan kamu aja, males jagain anak!” bentak Bagas lagi.
Renata terlonjak kecil. Matanya sudah memanas, air mata yang dia tahan sudah menumpuk di pelupuk matanya. Sebisa mungkin, wanita itu menahannya.
“Iya, Mas. Maaf,” ucap wanita itu lirih dengan sedikit terisak.
“Sudah lah. Jangan nangis. Kamu bisanya hanya nagis saja!” protes Bagas tak suka.
Namun, bukannya berhenti Renata malah tambah terisak. Dirinya juga lelah. Dia juga tak ingin mengganggu suaminya, tapi mau bagaimana lagi jika sang anak sudah tantrum hampir seharian karena ingin melihat papanya.
“Diam Renata! Aku capek ingin tidur!” geram Bagas yang saat ini tengah bersiap untuk tidur.
Bagas yang sudah pusing akan pekerjaannya, semakin pusing dan muak mendengar istrinya tak kunjung berhenti dari tangisannya. Dengan sorot mata yang memerah marah dan langkah yang pasti pria itu menghampiri Renata.
Tanpa pernah Renata duga sebelumnya. Bagas menyeretnya kasar dan menyentak dirinya hingga pundak bagian kananya terbentur ke ujung lemari baju yang berada di samping tempat tidurnya.
Rasa panas, perih dan sedikit ngilu Renata rasakan di bagian sisi kanan tubuhnya. Bahkan, tubuh wanita itu sudah limbung, bersimpuh di lantai dengan kepala yang menunduk.
Bagas tercekat ketika kejadian itu terjadi di luar kendalinya. Karena Bagas hanya berniat untuk membawa istrinya itu ke kasur untuk tidur, bukan sengaja menyakitinya. Kini kedua orang dewasa itu sama-sama terdiam kaku di tempat masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Sulati Cus
plg benci klu urusan kerjaan di bw kerumah emosi di luapin di rmh
2023-12-31
0
Cokies🐇
ngspa jadi istrinya yg kena semprot
2023-09-01
0
Cokies🐇
nah
2023-09-01
0