Mendengar teriakan dari menantunya, Lidia bergegas menuju kamar sang anak. Tak lama, semua orang berkumpul di depan kamar, termasuk Bagas yang datang tergesa-gesa dengan rambut masih basah.
Betapa terkejutnya mereka melihat Aluna yang sedang dicekik oleh Vita. Lidia segera pergi ke belakang untuk mengambil sesuatu.
"Aluna!" pekik Almira, Hasan, dan Raka serempak.
"Sayang, kamu sudah gila, hah?!" bentak Bagas sambil mencoba melepaskan tangan Vita dari leher Aluna yang sudah terbatuk-batuk.
"Bun—Bunda, ahh... lepaskan..." ucap Aluna, kesulitan bernapas.
"Kamu harus mati... hihihi..." Suara Vita berubah menjadi suara anak kecil. Bagas langsung mundur. Dia mengenali suara itu.
"Helena..." desisnya.
"Helena?" seru anak-anak hampir bersamaan, menatap Vita yang masih mencekik Aluna.
Lidia datang dengan semangkuk air di tangan.
"Helena, lepaskan cucuku!" bentak Lidia dengan tegas. Bukannya dilepas, cengkeraman Vita justru makin kuat.
"Helena, aku peringatkan kamu!" Lidia mulai menyiramkan air ke tubuh Vita.
"Ahh! Panas! Panas!" pekik Vita, akhirnya melepaskan Aluna dan jatuh ke lantai.
Aluna terduduk lemas, terus terbatuk-batuk. Almira memeluknya erat, Hasan memberinya air minum. Raka hanya terpaku menyaksikan semuanya.
Vita mengerang dan mengerjapkan mata, menatap semua orang di sekelilingnya.
"Ada apa ini, Mas?" lirihnya.
"Sayang, kamu sadar?" tanya Bagas cemas.
"Memang aku kenapa?"
Vita menatap Aluna yang memegangi lehernya.
"Aluna, kamu kenapa, Nak?"
"Kamu... tidak ingat apa yang baru saja terjadi?" tanya Bagas.
"Memang ada apa, Mas?"
"Sudahlah, kamu nggak apa-apa, Vit. Tadi kamu hanya melamun," sela Lidia, menenangkan.
"Ayo semuanya, kita sarapan dulu. Aluna, biar Oma yang obati kamu."
"Baik, Oma," sahut Aluna pelan. Mereka pun meninggalkan kamar.
"Apa yang sebenarnya terjadi, Mas?" tanya Vita lagi. Seingatnya, dia hanya menyisir rambut, lalu melihat sosok anak perempuan di cermin. Setelah itu, semuanya gelap.
"Kamu tadi sempat kemasukan... mungkin penunggu pohon dekat ayunan," jawab Bagas hati-hati.
"Apa?! Hii... kok bisa sih, Mas?"
"Sudahlah, ayo sarapan. Kamu masih pusing?"
"Sedikit, tapi aku nggak apa-apa."
"Tunggu di sini. Aku ganti baju dulu."
Di Meja Makan
Semua berkumpul kecuali Bagas dan Vita. Mereka makan di kamar karena Vita mengeluh pusing.
"Aluna, kamu baik-baik saja, Nak?" tanya Oma Lidia.
"Iya, Oma. Sudah agak mendingan."
Oma Lidia mengangguk, lalu membisikkan sesuatu ke telinga Nisa, asisten rumah tangganya.
"Baik, Oma," sahut Nisa, lalu pergi.
Aluna, Almira, Hasan, dan Raka diam, mereka fokus menyantap sarapan.
Beberapa Menit Kemudian
Nisa kembali membawa enam gelas berisi minuman herbal.
"Minumlah," titah Oma Lidia.
"Minuman apa itu, Oma?" tanya Raka curiga melihat warna dan baunya.
"Minuman herbal, jahe merah, kunyit, dan madu," jawab Oma. Ia sengaja tak menyebutkan daun bidara.
Bagas yang pertama kali mengambil, lalu memberikannya pada Vita. Ia tahu ini bagian dari ruqyah mandiri.
"Ayo, minum. Rasanya enak kok," bujuk Bagas.
"Beneran enak, Yah?" tanya Aluna ragu.
"Iya, manis dan hangat."
Vita juga ikut minum, namun tak lama ia merasa mual dan berlari ke wastafel.
"Vita!" panggil Bagas, menyusulnya.
"Hoek!"
Vita memuntahkan isi perutnya. Aluna dan Almira spontan meletakkan kembali gelasnya. Hasan dan Raka tetap minum, meskipun ada sedikit rasa pahit.
"Oma, Bunda kenapa?" tanya Aluna cemas.
Oma Lidia menarik napas panjang.
"Dia... kerasukan," ucapnya tenang.
"APA?!" seru anak-anak serempak.
"Roh anak kecil yang dulu jadi teman Ayahmu, Helena, kembali," jelas Oma Lidia.
"Jadi... hantu itu naksir Ayah?!" Aluna mendelik.
"Bisa dibilang begitu. Dulu Oma paksa mereka berpisah karena Helena mulai membahayakan."
"Aku kira cuma di film horor doang yang kayak gini," celetuk Raka sambil melirik Aluna.
"Diem deh, lo Ka," kesal Aluna.
Hasan hanya menyimak. Ia memang sudah pernah dengar cerita itu dari ayahnya.
"Oma, terus gimana akhirnya Helena pergi?" tanya Raka penuh semangat.
"Seneng amat sih," Aluna mencibir.
"Buat bahan konten dong! Gue punya channel horor, Raka His Story, semua rahasia gue ungkap di sana!" ujarnya bangga.
Almira dan Aluna langsung mendelik menatap Raka, sedangkan Hasan tertawa.
"Rese lo, San. Harusnya lo dukung hobi gue," kata Raka.
"Gue dukung... dalam doa," Hasan tertawa.
Oma Lidia tersenyum melihat kehangatan mereka.
Di Kamar
"Sayang, istirahat dulu ya," pinta Bagas.
Vita hanya mengangguk. Tapi baru beberapa menit, tangis lirih terdengar dari arah ranjang. Bagas yang sempat keluar kembali masuk sambil membawa air hangat.
"Sayang, kamu kenapa?" tanyanya khawatir.
"Bagas..." lirih Vita dengan suara yang sangat berbeda.
"Apa maksudmu?"
"Jangan tinggalkan aku... aku takut. Kamu pergi lama sekali. Aku tidak bisa menemui mu karena ibumu membentengi rumah ini..."
Bagas terpaku.
Saat Vita berbalik, Bagas terkejut melihat wajah pucat, mata merah, dan senyum menyeramkan dari sang istri.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Mochi 🐣
Lanjutt
2023-08-22
2