Kamar pengantin itu terlihat begitu sunyi. Lampu kamar yang sudah padam menandakan bahwa orang yang ada di dalamnya juga pasti sudah terlelap.
Nia mengerjapkan matanya beberapa kali sembari mengingat kejadian sore tadi. Setelah makan sepiring berdua dengan lelaki yang baru saja menjadi suaminya, Nia segera mengistirahatkan tubuhnya. Namun sebelumnya dia tidak lupa untuk minum obat yang sudah disiapkan.
Saat ini wanita itu merasakan perutnya yang berbunyi, saling menabuh genderang agar sang pemilik sadar jika saat ini tubuhnya membutuhkan asupan makanan. Perlahan-lahan wanita itu bangkit dari tidurnya. Namun seketika itu dia tersentak kecil, mendapati tangan besar dari seseorang yang Saat ini sedang memeluknya, bahkan semakin mempererat pelukannya.
"Astaghfirullah," ucap Nia sembari menolehkan kepalanya sedikit ke belakang.
Matanya terbelalak sempurna ketika maniknya menatap wajah lelaki yang tidak lain adalah suaminya sendiri, sedang terlelap dengan masih memeluk dirinya.
"Apa yang dia lakukan, dia pikir aku ini guling apa?" ucapnya dengan kesal.
Nia hendak memukul kepala lelaki itu, namun dia segera menahannya, membiarkan tangannya tertahan di atas udara.
Kami sudah menikah. Dia juga berhak atas diriku. Bahkan dia tadi juga membantuku. Tidak seharusnya aku berlaku kasar padanya. batin Nia.
Seketika itu Nia mengurungkan niatnya untuk memukul suaminya. Kali ini dia berniat untuk mengalihkan tangan Adri dari pinggangnya. Menggerakkan tangannya dengan perlahan agar tidak menimbulkan gerakan yang mungkin, bisa membangunkan suaminya. Setelah berhasil memindahkan tangan Adri dari posisinya tadi. Nia segera bergegas untuk bangkit. Mengambil posisi duduk ditepi ranjang setelah meraih ponselnya di dalam laci.
"Apa yang sedang kamu lakukan, Nia?"
Tiba-tiba terdengar suara serak, suara khas seperti orang yang baru saja bangun tidur. Nia yang mendengarnya, menjadi tersentak kecil. Seketika itu dia menoleh ke belakang. Mendapati Adri yang saat ini sudah duduk sambil bersandar di sandaran tempat tidur. Menatap ke arahnya dengan wajah yang malas.
"Aku ingin menelvon ke bawah."
"Ada apa, Nia? Ini sudah sangat larut. Sebaiknya kamu tidur lagi."
Nia menggeleng pelan. "Aku lapar. Aku akan menelvon Bu Retno untuk meminta makanan. Jika kamu masih mengantuk, lebih baik kamu lanjutkan saja tidurnya," ucapnya.
Kini Nia kembali pada posisinya tadi. Segera menghubungi Bu Retno melalui nomor ponselnya.
"Hallo Bu, ini Nia. Bisa tolong bawakan Nia makanan! Nia sangat lapar, Bu."
".... "
"Apa saja, sekalian sama minumnya juga. Terimakasih."
"..... "
Setelah beberapa detik melakukan panggilan telepon dengan pelayan di rumahnya, akhirnya Nia memilih untuk kembali merebahkan tubuhnya. Tidak menghiraukan sang suami yang saat ini masih menatap ke arahnya. Tidur menghadap ke samping di mana saat ini dia sedang membelakangi suaminya. Memamerkan keindahan punggungnya yang terbuka dan menggodanya.
Adri masih menatap ke arah istrinya. Sebenarnya sejak tadi dia tidak benar-benar tertidur. Pasalnya sesuatu yang di bawah sana terus saja menyiksa. Hingga dia sangat kesulitan untuk menyambut mimpinya.
Setelah sekian menit bergumul dengan gejolak hati, akhirnya Adri memutuskan untuk tidur dengan memeluk istrinya. Mencoba untuk sekedar menyalurkan hasratnya yang tidak bisa dia tahan terlalu lama. Namun tetap saja dia tidak bisa benar-benar tertidur.
Adri merasakan hal yang sama setelah beberapa jam lalu yang sudah terlewati. Melihat kembali tubuh bagian atas istrinya yang terekspos dengan jelas di depan matanya, membuat dirinya semakin meradang. Merasakan sekali lagi sesuatu yang menyiksa batinnya.
"Nia," panggil Adri dengan suara berat.
"Hemmm." Nia hanya berdehem tanpa ada niatan untuk sekedar bertanya apalagi untuk menoleh.
Adri menggeram kesal dalam hati. Dia tidak boleh melakukannya saat ini. Sungguh tidak boleh. Nia sedang sakit dan dia harus bisa memaklumi keadaannya. Mungkin dua atau tiga hari kedepan dia bisa memaksakan kehendaknya. Keinginannya. Kepuasannya.
Tahan. Tahan. Tahan. Sialan! Aku benar-benar tidak bisa menahannya. batin Adri.
Dengan menahan rasa kesalnya, ia segera beranjak dari posisinya. Hendak melangkah pergi, Namun suara ketukan pintu berhasil membuat Adri menahan langkah kakinya. Menoleh sekilas ke arah pintu. Kemudian dengan langkah besar Adri mendekati pintu dan segera membukanya.
"Maaf, Tuan. Nona meminta saya ...."
"Iya, terimakasih Bu," tukas Adri setelah dia mengambil alih nampan yang dibawakan oleh Bu Retno. Dia sudah tidak tahan lagi membiarkan adik kesayangannya menjerit.
Adri segera menutup kembali pintu kamar. Kembali melangkah besar-besar untuk segera memberikan makanan yang dibawanya pada sang istri.
"Nia, bangunlah! Makanannya sudah datang. Ayo bangun!"
Adri segera mengajak kedua kakinya untuk segera pergi dari hadapan Nia, setelah wanita itu bangun dan menerima nampan tersebut darinya. Nia masih duduk tertegun melihat kelakuan suaminya yang tadi terlihat aneh.
Kenapa dia terlihat tegang begitu, ya?
Masih bergelut dengan pikirannya sendiri dengan mulai menyuapkan makanan kedalam mulutnya. Nia tampak sangat menikmati makanannya. Hingga tidak terasa jika makanan yang dia makan kini telah habis.
Setelah meletakkan piring dan nampan tersebut di atas nakas. Nia kembali menatap bingung kearah kamar mandi. Ada sesuatu yang menarik pikirannya.
"Kenapa dia belum keluar juga, apa yang sedang dia lakukan di salam sana?" gumam Nia sendiri.
Namun karena rasa kantuk yang kembali menyerang. Pada akhirnya Nia berniat untuk kembali tidur. Melupakan keganjalan yang terjadi pada suaminya.
Baru beberapa menit Nia memejamkan matanya, masih tetap diposisinya yang belum benar-benar tidur. Seketika itu, dia memutar lehernya. Merasakan gerakan di ranjangnya dari arah belakang. Nia dapat melihat sosok suaminya yang saat ini sudah ikut masuk ke dalam selimut. Merebahkan tubuhnya dan ikut bergabung bersama dengannya.
Tidak memperdulikan tatapan dari sang istri, Adri dengan tersenyum manis segera memeluk tubuh Nia dari belakang. Dengan erat sembari membenamkan wajahnya pada cerung leher istrinya.
"Adri, apa yang kamu lakukan ? Lepaskan! Lepaskan! Atau aku akan berteriak," bentak Nia sambil meronta, namun tetap saja Adri tidak mengindahkan peringatan dari istrinya itu.
"Diamlah ! Aku hanya ingin tidur sambil memelukmu seperti ini saja," jawabnya santai.
"Lepas ! Jangan memelukku! Lepaskan Adri!"
"Astaga, tenanglah nia! Aku hanya ingin memelukmu. Jika kamu terus seperti ini, aku tidak akan segan melakukannya," bisik Adri.
Merasakan udara hangat yang mengenai telinga bagian belakangnya, membuat Nia bergidik. Merasakan jantungnya berdetak lebih kencang seiring dengan hatinya yang mulai bergemuruh. Merasakan kehangatan dari pelukan suaminya, Nia tidak berniat untuk meronta lagi. Membiarkan dirinya terhanyut dalam buaian hasrat yang tiba-tiba muncul.
Adri tersenyum ketika mendapati Nia sudah tidak meronta lagi. Mencari posisi ternyaman untuk mulai menyambut mimpinya. Tepat pukul satu pagi keduanya tertidur dengan posisi Adri yang memeluk istrinya dari belakang.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
biasa tidur sendiri Nia, i ni ada yg ganjel mana enak sih. bete ngk bisa pules
2022-01-20
0
Elly Setia Ningsih
aku masih menunggu pemeran utama cowok yanh asli
2021-12-20
0
Dwi Alviana
mario maurier 😂😂uwuwu
2021-10-15
0