"Tapi, satu hal yang kamu harus tahu, Nia. Aku adalah lelaki normal. Ketika hasrat ku tiba-tiba naik dan kamu tidak mau melakukannya. Jangan salahkan aku jika aku akan melakukannya dengan wanita lain."
Nia mengusap wajahnya dengan kasar. Menelusupkan kepalanya diatas meja kerjanya dengan kedua tangannya sebagai tumpuan. Sudah dua minggu berlalu. Dia masih dapat mengingat dengan jelas setiap kata yang terlontar dari mulut Adri.
Nia merasakan sakit yang mendalam. Apa yang sebenarnya dia inginkan. Seharusnya dia tidak boleh egois pada Adri. Jika seperti ini, mau bagaimana lagi.
Ketakutan Nia semakin menjadi setiap waktu. Memikirkan kembali ucapan Adri yang membuatnya merasakan sakit hati. Ada keraguan yang menyelimuti hati dan pikirannya. Namun, semuanya sudah berjalan. Semakin dekat dengan hari yang sudah ditentukan.
Pikiran Nia berkecamuk tidak karuan. Rasa sesak kembali melanda. Rasanya dia hanya ingin menangis. Wanita mana yang akan tahan jika melihat suaminya melakukan hubungan terlarang dengan wanita lain.
Nia semakin memejamkan matanya dengan kuat sambil menggelengkan kepalanya. Mencoba untuk mengusir setiap ingatan ataupun kejadian yang mungkin saja akan terjadi setelah pernikahan mereka berlangsung.
Seketika itu Nia mengangkat wajahnya cepat. Seseorang memanggilnya dengan penuh amarah. Berdiri tepat di depannya dengan raut wajahnya yang kini sedang menatap marah padanya.
"Apa yang kamu lakukan? Kamu belum menyelesaikan pekerjaanmu lagi!" bentak Bu Lina sebagai atasan Nia.
"Akhir-akhir ini saya perhatikan kamu sangat sering sekali melamun dan bermalas-malasan seperti ini, Nia. Ada apa?" lanjutnya.
Nia menatap takut kearah wanita itu.
"Maaf Bu, maafkan saya. Saya hanya merasa tidak enak badan," jelas Nia yang dibuat-buat.
"Oh ... jadi kalau tidak enak badan bisa seenaknya saja melakukan apapun yang kamu mau disini. Kalau kamu sedang sakit sebaiknya kamu ijin pulang saja. Saya tidak mau melihat anak buah saya seperti ini. Merusak pemandangan."
Nia menggeleng dengan raut wajah yang tampak kacau.
"Tidak Bu, maafkan saya. Saya masih sanggup untuk menyelesaikan pekerjaan saya. Tolong maafkan kesalahan saya! Secepatnya akan saya selesai," rayu Nia agar Bu Lina tidak marah lagi.
"Hem ... baiklah! Bekerjalah dengan benar! Masih ada beberapa jam untuk kamu menyelesaikan pekerjaanmu"
"Baik Bu."
Nia merasa sedikit lega setelah melihat ibu Lina berjalan menjauh dari meja kerjanya. Menuju pada ruangannya sendiri.
Nia Menghembuskan nafasnya. Memejamkan matanya dengan erat sebelum dia kembali fokus pada pekerjaannya yang dia anggurkan tadi.
Beberapa jam berlalu, hingga kini Nia sudah menyelesaikan pekerjaannya. Baru saja dia berniat untuk membereskan meja kerjanya. Bu Lina kembali datang menghampiri.
"Nia, di depan ada seseorang yang sedang mencarimu."
Nia mengernyitkan keningnya.
"Siapa Bu?"
"Seorang pria yang mengaku sebagai calon suamimu. Jadi kamu akan segera menikah? kenapa kamu tidak memberitahukan kabar ini pada saya, Nia? Saya tidak akan memberikan ijin cuti jika kamu minta ijin mendadak," omel Bu Lina lagi.
Astaga. Apa yang sebenarnya dia inginkan? Kenapa dia datang kemari? batin nia menjerit.
"Maaf Bu, sekali lagi maafkan saya. Acaranya masih satu bulan kedepan. Dan saya berniat besok akan mengajukan cutinya."
"Banyak alasan saja. Kamu pikir kamu ini siapa, bisa seenaknya melakukan ini itu. Semakin lama kamu semakin tidak bisa diandalkan," omelnya lagi
"Yasudah sana. Temui dia dan jangan terlalu lama."
"Baik Bu. Terimakasih."
Hampir saja bu Lina melangkah pergi, namun ia teringat akan sesuatu hal hingga mengurungkan niatnya untuk segera pergi.
"Eh ... mana laporan yang tadi saya minta?"
"Ah, Iyah sebentar, Bu."
Nia kembali terfokuskan pada dokumen-dokumen diatas meja kerjanya. Mencari dokumen yang diinginkan oleh atasannya itu.
"Ini Bu," ucap Nia sambil menyodorkan laporan yang diminta olehnya.
"Hemm."
Setelah menyahut laporan tersebut, bu Lina segera berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Nia. Kembali pada ruangan kerjanya sendiri.
"Astaga Nia. Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa kamu dari tadi jadi sasaran kemarahannya," tanya Elsa yang sedari tadi memperhatikan Nia dari balik meja kerjanya.
Nia menggelengkan kepalanya.
"Gak tau. Dia tadi gak sengaja lihat aku pas lagi males-malesan," jelas Nia dengan santai.
"Eh, Nia. Jadi kamu kapan mau nikah? Bahkan kamu gak cerita apapun sama aku. Tega banget," gerutu Elsa.
Nia masih fokus pada dokumen diatas meja kerja yang sedang dibereskan olehnya.
"Secepatnya, aku males ngomongin soal itu. Ntar juga kamu dapet undangannya."
Setelah Nia sudah menyelesaikan beberesnya, kini dia mulai beranjak dari duduknya.
"Kamu mau kemana?" Tanya Elsa
"Mau kedepan bentar. Ada tamu tak diundang yang datang," jawab Nia sambil berlalu pergi dari meja kerjanya meninggalkan Elsa yang masih mematung ditempatnya.
***
"Hai, maaf aku datang tiba-tiba," sapa Adri yang saat ini melihat sosok Nia baru saja datang.
Nia masih berdiri di ambang pintu, berniat menemui Adri di ruang tunggu. Seketika itu dia membeku ditempatnya. Menatap lekat wajah tampan calon suaminya itu yang saat ini sedang melebarkan senyuman.
Kenapa dia terlihat tampan sekali. Oh.. tidak-tidak.. Apa yang sedang aku pikirkan? batin Nia.
"Hemm...." Nia berdehem sembari menganggukkan kepalanya.
"Bagaimana bisa kamu tahu aku bekerja disini?" tanya Nia.
Masih menampilkan senyuman manis kearah Nia tanpa menghiraukan keterkejutan calon istrinya.
"Ayah yang memberitahukannya. Mami mengajak kita untuk fitting baju pengantin, Nia. Apa kamu punya waktu setelah pulang kerja?"
Tanpa ragu Nia mengangguk. "Aku selalu free jika sudah pulang dari kantor. Dimana tempatnya? Aku akan datang setelah ini. Masih ada 30 menit lagi jam kerjaku."
"Aku akan menunggumu disini. Kita bisa berangkat bersama dari sini."
Nia menggeleng cepat. Merasa tidak setuju dengan pendapat Adri.
"Tidak. Lebih baik kamu berangkat saja terlebih dulu. Aku juga membawa mobil."
"Tidak masalah, biarkan mobilmu disini saja. Besok aku juga yang mengantarkanmu berangkat kerja."
"Tapi.. "
"Sudahlah! Cepat kembalilah dan selesaikan pekerjaanmu! Aku akan menunggumu disini. Tidak perlu khawatirkan aku," tutur Adri.
"Baiklah jika itu yang kamu mau."
Tanpa banyak bicara lagi, Nia segera berbalik. Melangkah pergi menuju meja kerjanya. Kembali membereskan perlengkapan kerja yang terlihat berantakan.
Sejenak Nia Menghentikan aktivitasnya. Merogoh saku jas kerjanya dan segera meraih ponselnya yang berdering.
Nia sejenak bingung menatap layar ponselnya yang menunjukkan penelpon yang tidak dikenal.
"Halo.."
"Maaf mengganggumu lagi, Nia. Aku hanya ingin memberitahu jika saat ini aku sedang berada di cafe depan kantor tempatmu bekerja."
Nia tertegun. Mendengarkan dengan seksama tutur kata dari lawan bicaranya yang berada di seberang telepon. Dahinya mengerut.
Dia tahu nomor ponselku darimana? batin Nia
"Iyah. Maaf jadi membuatmu menunggu."
"Baiklah, tidak masalah untukku, karena memang aku yang menginginkannya. Sampai ketemu nanti."
Setelah panggilan teleponnya berakhir. Nia segera kembali melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda. Masih bergelut dengan pikirannya sendiri.
Huuuuuuuffttt
Nia Menghembuskan nafasnya dengan panjang. Mencoba untuk meredam perasaannya yang mulai tidak menentu.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Nita Harsuf
laki modelan adri ini menyimpan dendam. dri cara emosi nya.
2024-04-25
0
Meylin
masih bingung alurnya 🤔 ko bisa cerai pdhl Adrian baik
2021-06-27
1
Violet Agfa
ada bbang mariOoo masaaak ggaK tertarik c niiaa
2021-04-24
0