Rafania Amora
"Nia ... maafkan Ibu, sayang. Ibu telah menyembunyikan semua ini darimu, karena Ibu tidak ingin kamu bersedih," ucap ibu Lila lirih.
"Ibu, sudahlah. Nia sudah memaafkan Ibu, walaupun ibu tidak meminta maaf sekali pun. Lebih baik, Ibu fokus saja pada pengobatan yang sedang ibu jalani."
Ibu Lila meraih tangan Nia kemudian menciumnya. Menatap sendu ke arah putri semata wayangnya. Anak kesayangan dan juga kebanggaannya.
Sudah dua tahun terakhir setelah perceraiannya dengan Bagus Permana, kini kesehatan wanita itu semakin menurun. Wanita yang kerap kali disapa dengan panggilan Lila itu, tidak sanggup lagi menahan penyakitnya yang semakin parah dan memburuk.
Gadis belia yang menjadi anak semata wayang lila, begitu sangat terguncang ketika dirinya baru mengetahui akan penyakit ibunya. Hal yang baru diketahui olehnya setelah setahun terakhir.
Keluarga besar Lila sudah angkat tangan. Kedua orangtuanya merasa tidak sanggup lagi menanggung biaya rumah sakit. Mereka sudah terlalu banyak mengeluarkan biaya untuk anak sulungnya itu, disisi lain mereka juga harus membiayai pendidikan yang ditempuh oleh Sella Setiawan, adik dari Lila Setiawan. Sehingga Lila dan juga Nia harus berbesar hati untuk dapat memahami keadaan mereka.
Gadis itu kini hidup dengan hati yang penuh luka. Kakek dan neneknya sudah tidak dapat membantu lebih banyak lagi, Karena mereka sendiri pun juga banyak kehilangan kekayaannya. Hingga mau tak mau, rumah yang menjadi satu-satunya harta yang tersisa terpaksa harus dijual untuk biaya pengobatan ibunya.
"Sayang, jika nanti Ibu tiada. Tolong kabulkan permohonan Ibu ...."
"Ibu, cukup! Jangan berbicara seperti itu lagi! Nia yakin ibu pasti akan sembuh, " tukas Nia dengan menahan kesal.
Bukan kesal karena membenci, namun kali ini dia kesal karena sayang. Takut akan kehilangan sosok wanita itu.
"Dengarkan Ibu sekali ini saja. Ibu mohon kamu mau untuk tinggal bersama dengan ayahmu, ketika nanti dia datang untuk menjemputmu dan mengajakmu untuk tinggal bersama," tutur ibu Lila.
"Tidak ... Nia tidak mau. Sudahlah! Ibu ini bicaranya melantur terus. Nia sudah bilang, jangan terlalu banyak pikiran! Nia yakin jika ibu akan sembuh, " balas Nia dengan kesal.
Tanpa terasa, Nia meneteskan air matanya. Menangisi keadaannya, kehidupannya yang dirasa sangat berat untuk dia tanggung.
Namun siapa yang tahu kelak jalan hidupnya seperti apa ?
Nia mengusap wajahnya kasar. Menatap nanar kearah ibunya. "Nia akan pergi ke kantin sebentar. Ibu istirahat saja selama Nia tinggal dan jangan banyak berfikir lagi."
"Yah, baiklah sayang. Eh.. tunggu!"
Nia yang hendak beranjak dari duduknya seketika itu mengurungkan niatnya.
"Ada apa, Bu?"
"Ibu hanya ingin berpesan untuk yang terakhir kali. Jangan pernah membenci siapapun termasuk ayahmu, nak! Jadilah wanita yang baik hati dan penyayan, kamu bisa kan?" tutur ibu Lila.
"Ibu..." panggil Nia lirih.
Nia kembali meluncurkan air matanya yang sempat mengering. Penuturan ibu Lila padanya seakan menjadi pukulan berat di dadanya. Tanpa banyak bicara lagi, Nia memutuskan untuk bangkit dari duduknya kemudian segera melangkah pergi.
Hatinya begitu sesak setelah mendengarkan penuturan dari ibunya. Dia sungguh masih belum bisa menerima kenyataan. Bukan dia tidak ingin melakukannya, namun hatinya begitu sangat sakit mendapati kelakuan ayahnya yang meninggalkan dia dan ibunya. Bahkan saat ini, Nia meringis pilu ketika teringat jika saat ini ayahnya sudah menikah lagi dengan mantan kekasihnya yang juga sempat menjadi sahabat ibunya.
Tiga bulan sudah berlalu setelah mendapat kabar itu, Nia masih belum bisa menerima kenyataan pahit jika ayahnya menikah lagi. Kini dengan masih menahan luka dihatinya, Nia kembali merasakan sakit yang luar biasa. Semenjak pernikahan sang ayah berlangsung, kondisi ibu Lila semakin menurun dan hal itu sempat membuat Nia semakin membenci ayahnya.
***
"Aku benar-benar tidak mengerti, kenapa ibu bisa berbicara seperti itu?" ucapnya lirih.
Saat ini Nia sedang berada di mushola rumah sakit. Dia memang tidak ada niatan untuk pergi ke kantin, hanya saja dia memilih alasan itu agar ibunya tidak merasa khawatir.
Nia masih terlihat duduk dengan posisi yang sama sejak selesai menunaikan ibadah shalat dhuhur. Dengan air mata yang terus terurai. Sudah seminggu terakhir dia harus menahan jeritan hati kecilnya ketika mendapati permintaan dari ibu seperti yang baru saja terjadi. Permintaan yang sama yang juga membuat dirinya semakin merasakan sakit.
Dia masih belum bisa menerima akan semua takdir yang telah dialaminya. Merasa sangat marah pada dunia yang saat ini seperti sedang mempermainkan kehidupannya. Takdir yang seakan-akan sedang ingin melihat penderitaannya.
"Ya Allah ... untuk kesekian kalinya, semoga engkau bisa memberikan keajaiban pada ibuku. Sembuhkan lah dia dari penyakitnya, hanya itu keinginanku," ucap Nia sambil menangis pilu.
Rasanya dia hanya ingin menangis untuk saat ini. Sedikit meluapkan kesedihannya pada sang penciptanya.
Setelah beberapa menit berlalu, terlihat Nia sudah sedikit lebih baik dari sebelumnya. Kini dia mulai bangkit dari posisinya. Melepaskan kain panjang yang menutupi seluruh tubuhnya, kain panjang yang menjadi keharusan di dalam agamanya.
Sekali lagi, Nia masuk kedalam kamar mandi. Membasuh wajahnya agar terlihat sedikit lebih segar. Setelah dirasa cukup, Nia segera beranjak pergi dari sana, meninggalkan tempat untuk mengadukan segala sesuatu yang telah dialaminya selama ini. Berjalan perlahan dengan perasaan was-was menuju kamar inap dimana ibunya beristirahat.
Namun matanya membesar dikala dirinya kini berada tepat didepan kamar itu, kamar dimana ibunya berada. Beberapa perawat masuk kedalam. Masih menyimpan kebingungannya. Nia segera melangkah masuk kedalam. Mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam sana.
Seketika itu tangis Nia kembali pecah. Lagi dan lagi, hatinya harus merasakan sakit. Ibu yang sangat dicintainya telah tiada.
"Ibu ... bangunlah! Ibu ... jangan tinggalkan Nia!"
"Ibu ... Nia mohon, bangunlah!" ucap Nia sambil terisak.
Menangis pilu mendapati kondisi sang ibunda tercinta sudah terkulai lemas, ketika dia baru saja kembali setelah beberapa menit meninggalkan ibunya sendirian. Namun, kenapa sang pencipta begitu kejam padanya. Apa yang baru saja diminta olehnya, bahkan tidak ada satupun yang terkabulkan.
"Ibu ... bangunlah!"
Nia masih mengguncangkan tubuh ibunya. Menangis pilu karena merasakan betapa hancur hatinya saat ini. Marah pada dunia yang sama sekali tidak pernah memihak padanya. Merenggut semua kebahagiaannya..
tok tok tok
Nia mengerjapkan matanya beberapa kali. Masih dengan memegang foto ibunya dengan bersandar pada pinggiran tempat tidurnya. Tidak terasa air matanya sudah membasahi pipi bahkan baju yang saat ini dia kenakan. Mengingat kembali akan kenangan pahit yang sudah menghancurkan hidupnya.
10 tahun sudah berlalu.
Kehidupannya tidak seburuk 10 tahun yang lalu. Namun, tetap saja kehidupannya yang baru tidak dapat mengubah jati dirinya sebelum ini. Seorang wanita yang masih sama, masih membenci keberadaan ayah kandungnya. Walaupun kini mereka tinggal bersama dengan luka yang sudah tertutup 10 tahun lamanya.
"Masuk!"
Ceklek
Seorang bocah lelaki berusia 7 tahun melangkah masuk sambil menampilkan senyuman imutnya.
"Kakak, Denis dapat tugas sekolah. Kak Nay, tidak mau mengajariku lagi. Kakak bisa kan membantu Denis mengerjakannya," ucapnya dengan memasang wajah memelas.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Rosa Rosiana
hadir
2023-04-28
0
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya (Siapa) Aku Tanpamu, searchnya pakek tanda kurung biar gak melenceng yaa
2023-01-29
0
Neng Niehan
mampir ya Thor
2022-04-07
1